7. TUMBUH

6 3 0
                                    

     Malam ini Saka dan Deni tengah makan malam bersama di sebuah restoran mewah. Hanya orang tertentu saja yang bisa masuk kesini. Deni di temani beberapa anak buahnya yang menjaga di setiap sudut tempat, restoran ini sengaja di booking oleh Deni hanya untuk makan malam bersama anaknya.

"Gimana sekolah kamu Saka?" tanya Deni memulai percakapan di sela-sela makan.

"Baik Yah"

"Kamu harus banyakin prestasi kamu di sekolah itu Saka. Itu juga bisa jadi modal buat kamu nerusin jejak Ayah, ngerti?"

Saka meletakkan kembali sendok yang hampir di suapkan di mulutnya. Ia mengangguk tanpa menatap Ayahnya, kepalanya mengangguk namun hatinya menolak.

Makan malam kembali berlanjut, Saka hanya sesekali menanggapi omongan Ayahnya yang selalu mengatur-aturnya. Ia benci, ingin sekali menolak dan memberontak, namun tetap saja tidak bisa. Saka pamit pulang ketika jam menunjukkan pukul sepuluh, Deni hendak mengantarnya namun Saka menolak. Makan malam tadi saja batinnya sudah tersiksa, apalagi jika harus mendengarkan celotehan Ayahnya di sepanjang perjalanan. Lagipula Saka membawa motor dan hendak mampir dulu ke basecamp.

"Kamu hati-hati Saka, jaga diri baik-baik jangan sampai sakit. Sekali lagi ingat, kamu harus perbanyak prestasi kamu di sekolah" ujar Deni saat Saka salim padanya.

Saka mengangguk, tak berniat menanggapi. Mobil Deni melaju pelan di jalan raya, Saka masih menatapnya hingga mobil itu berbelok ke sebuah tikungan. Setelah mobil Deni sudah tak terlihat Saka segera menaiki motornya, melaju kencang membelah jalan raya. Ingatannya terus berputar pada setiap perkataan Deni yang mengaturnya. Saka menambah gas motornya, merasakan angin malam yang membelai lembut wajahnya.

                                    ****

          Hari ini pelajaran kelas XI IPA 1 adalah olahraga, hal yang di benci Keira sebab ia sangat payah dalam olahraga apapun. Guru olahraga sedang menjelaskan materi permainan bola basket, Keira tetap mendengarkan meski sama sekali tidak tertarik. Pandangannya lebih teralihkan oleh Saka yang entah mengapa pada pagi ini terlihat lebih tampan.

"Oke kalian telah mendengarkan materi permainan bola basket yang telah Saya berikan. Selanjutnya satu persatu dari kalian Saya minta mempraktekkan teknik lay-up, anggap saja ini pengambilan nilai ulangan harian. Saya beri tiga kali percobaan, jika ketiganya gagal kalian harus mengulang lagi Minggu depan, mengerti?" jelas Pak Bondan, guru olahraga tersebut.

"Mengerti Pak" jawab semua murid yang terlihat antusias, kecuali Keira.

Beberapa murid telah mempraktekkan teknik lay-up di mulai dari absen pertama. Kali ini adalah giliran Keira. Keira akui ia sangat gugup, ia tidak pandai dalam berolahraga dan ia akan sangat malu jika bolanya tidak masuk ke dalam ring. Apalagi di sini ada Saka.

"Oke Keira, ingat-ingat apa yang sudah Saya jelaskan tadi. Saya hanya memberikan tiga kali percobaan, gunakan itu dengan sebaik mungkin. Ini bolanya" ucap Pak Bondan seraya melemparkan bola basket ke arah Keira.

Keira yang belum siap menerima bola tidak sempat menangkapnya, apalagi menghindar. Alhasil jidatnya menjadi korban kecupan bola basket yang besar dan keras. Keira merintih, teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Namun ada satu di antaranya yang tak tertawa dan tak berekspresi, ia Saka.

"Keira kamu ngga apa-apa?" tanya Pak Bondan khawatir, Keira mengangguk kemudian segera berdiri.

Keira mulai mendribble bola basket dengan gerakan kaku. Satu percobaan gagal, dua kali percobaan tetap gagal. Tersisa satu percobaan lagi, Keira mulai gugup. Jika percobaan terakhirnya tetap tidak membuahkan hasil mau tidak mau ia harus mengulang Minggu depan, dan akan di taruh dimana mukanya ketika murid paling pintar yang tidak pernah sekalipun remedi akan mengulang pelajaran olahraga yang setiap orang bisa melakukannya. Keira bergidik ngeri membayangkannya, ia tak ingin hal itu terjadi.

SIRIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang