PROLOG

14 3 2
                                    

"Kamu yakin sama keputusan kamu Saka?"

Saka mengangguk mantap menjawab pertanyaan ayahnya. Ia menarik nafas panjang, memberanikan diri mengangkat kepalanya, menatap manik mata ayahnya dalam-dalam.

"Tolong hargai keputusan Saka Yah"

Bisa Saka dengar hembusan nafas panjang di dalam ruangan yang seketika itu menjadi pengap. Sementara itu, suara hujan semakin terdengar riuh di luar sana. Saka masih diam,kini ia menunduk menanti kata apa yang akan keluar dari mulut ayahnya. Diam-diam Saka melirik ibu tirinya yang juga diam tak memberikan ekspresi apapun, mungkin ia sedang mengendalikan rasa senang yang memuncak di dalam hatinya karena sebentar lagi anak tirinya akan keluar dari rumah ini.

"Kalau itu memang keputusan kamu, Ayah ngga bisa nolak" ucap Deni- Ayah Saka setelah lama diam.

"Makasih Ayah" balas Saka. Ia menarik kopernya, hendak bersiap unjuk diri.

"Tapi," potong Deni membuat Saka meletakkan kembali kopernya, menunggu apa yang akan dikatakannya lagi. "Kamu tetap harus tinggal di apartemen yang sudah Ayah belikan"

Saka mengangguk. Ia tak merasa keberatan tinggal di apartemen yang dipilihkan oleh Ayahnya, baginya bisa bebas dari rumah terkutuk ini saja Saka sudah sangat bahagia.

"Saka pergi dulu Yah"

Saka mencium tangan Deni terlebih dahulu sebelum pergi. Ia sama sekali tak mengindahkan kehadiran Ibu tirinya yang juga ada disana. Deni juga tak menegurnya,itu bukan urusannya. Namun sepertinya, ibu tirinya itu merasa tersinggung dengan sikap Saka.

"Saya disini masih berstatus sebagai Ibu kamu Saka. Walaupun saya Ibu tiri kamu, apa kamu tidak bisa menghormati saya sedikit pun?" sahut Vena- Ibu tiri Saka yang merasa tak terima dengan perlakuan anak tirinya itu.

Saka menghentikan langkahnya. Vena tersenyum sinis,baginya ini adalah kemenangan dan sebentar lagi semuanya akan menjadi miliknya.

"Apa yang mau di lakukan anak saya itu bukan urusanmu Vena. Kamu tak bisa mengatur-atur anak saya, apa kamu lupa dengan perjanjian kita?" tegur Deni membuat Vena diam seketika.

Saka menghela nafasnya. Inilah alasan mengapa ia ingin bebas dan keluar dari rumah terkutuk ini, walaupun rumah ini menyimpan banyak kenangan indahnya dahulu, apa yang belakangan terjadi di rumah ini menghilangkan nafsunya untuk tetap tinggal disini.

Deni dan Vena adalah sepasang suami istri yang menikah demi jabatan semata. Pernikahan mereka didasari atas kerjasama,bukan cinta. Deni membutuhkan Vena sebagai anak dari pemilik partai politik paling berpengaruh untuk menjadi seorang Gubernur di Ibukota ini dan Vena menginginkan perusahaan-perusahaan besar milik mendiang istri Deni sebagai miliknya. Sehingga terciptalah perjanjian itu,mereka menikah atas dasar kerjasama dalam kepentingan pribadi,bukan cinta.

Tanpa memperdulikan Deni dan Vena yang mulai kembali berdebat, Saka kembali meneruskan langkahnya. Hingga tepat di depan pintu utama, seseorang kembali menghalanginya. Seseorang yang menjadi orang yang paling ia benci nomor dua setelah Vena.

"Halo loser" sapanya disertai sebuah tawa ejekan.

"Akhirnya Lo mengaku kalah juga" lanjutnya lagi. Saka masih diam, memandang orang di depannya tanpa ekspresi.

"Lo serahin rumah paling berharga Lo sebagai tanda kekalahan? Woww!!" ucapnya lagi seraya bertepuk tangan takjub.

"Koreksi. Gue bukan menyerahkan,tapi meminjamkan. Suatu saat akan gue rebut kembali rumah ini untuk selamanya dari hidup Lo, David Bramasta" balas Saka sengaja memberi penekanan pada nama saudara tirinya. Orang yang telah memakai nama belakang Ayahnya dan membuatnya terpaksa mengganti nama belakangnya.

Orang bernama David itu tertawa mengejek. Ia sunggingkan senyum di bibirnya,senyum yang mengundang pergelangan tangan Saka untuk meninjunya.

"Loser tetap loser. Gak mau mengakui kekalahan. Oke deh terserah Lo, semoga berhasil loser"

"Gue harap Lo menikmati saat-saat Lo dirumah ini. Nikmati waktu itu sebelum gue merebutnya kembali,bukan cuma rumah. Semua milik Lo,akan jadi milik gue. Camkan itu!" hardik Saka.

Ia lanjutkan langkah menuju motor miliknya yang telah terparkir di halaman rumah,tak peduli hujan deras yang dengan cepat membasahi tubuh dan pakaiannya. Motornya melaju membelah hujan yang semakin deras, kemudian hilang di balik rintik hujan di kegelapan malam.

Hari-harinya yang baru telah dimulai. Ia tidak akan hanya diam, ia akan berbuat. Membalas dendamnya yang telah terpendam sangat lama. Ia hidup dengan sebuah ambisi baru, ambisi yang kuat untuk balas dendam pada siapa yang telah menghancurkan hidupnya.

___________________________________________

      Cerita baru nih!!!
Tunggu kelanjutannya!!
Tetap pantengin SIRIUS!!

Salam hangat penulis❤️

SIRIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang