Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
isinya haha hihi doang udah ini, dahlah
Menatap jauh ke depan, memandang langit yang terbentang lebar. Terhiasi oleh bintang-bintang dan juga rembulan. Kang Jiya tengah terduduk di kursi belajarnya, memandangi langit melalui jendela kamarnya yang cukup lebar. Gadis itu tengah berpikir.
"Gak ada salahnya buat nyoba" gumam gadis itu, masih tak mengalihkan netranya dari Sang langit. Pikirannya tengah bergelut sedari tadi, antara mengikuti hati atau logikanya yang mengatakan ia tak akan pernah bisa.
Mengubah penampilan bukanlah sesuatu yang terbilang mudah, apalagi dirinya. Tapi, ia ingin sekali bisa berjuang mendapatkan hati lelaki itu. Entah apa yang ada di pikirannya, gadis itupun tak yakin akankah ia secinta itu dengan lelaki yang menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya itu.
"Hahhh..." gadis itu menghela panjang. Ia begitu bimbang.
Kemudian, sesaat setelah gadis itu menghela, ia tak sengaja menangkap sesuatu di atas meja. Sebuah benda... yang cukup lama. Ia bahkan hampir lupa jika ia memiliki benda itu.
Kang Jiya mengambilnya, lalu menggantungkan benda itu tepat di depan wajahnya.
Sebuah liontin.
Sebuah liontin dengan bandul berbentuk hati, yang di dalamnya terdapat kenangan dari masa lalu. Kenangannya dengan seorang laki-laki sewaktu ia kecil. Dulu... dulu sekali.
Kemudian Jiya membuka perlahan liontin itu. Senyumannya merekah, melihat sebuah foto anak laki-laki yang sedang tersenyum tipis, membawa sebuah balon berwarna pink. Anak laki-laki yang menjadi sahabatnya dulu.
Kemudian senyumnya perlahan luntur, tergantikan dengan seulas senyum sendu. Gadis itu tiba-tiba teringat akan masa lalunya.
"Kamu nggak apa-apa kan?"
"Jangan nangisdong, kamu kan kuat kayak cowok"
"Aku perginya nggak akan lama kok, aku pasti balik lagi nemuin kamu"
Kemudian sekelebat memori itu terngiang begitu saja tanpa diperintah. Gadis itu merasa sesak. Ia merindukan sahabatnya.
"Yong-ie..." rintihnya sendu. Kemudian tanpa sadar, air matanya menetes begitu saja. Membasahi buku tugas yang berada di bawah tangannya.
Toktok tok!
"Dek?"
Gadis itu terhenyak, buru-buru ia menghapus air matanya kasar. Meletakkan kembali liontin itu di tempatnya semula.
"Iya bang? Ada paan?" gadis itu menyahut, menoleh, namun masih tak berpindah dari kursi belajarnya.