Namaku Byun Baekhyun, usia 28 tahun, sudah menikah dengan seorang pria bernama Park Chanyeol yang 5 tahun lebih tua dariku. Hidup kami bahagia. Setidaknya itu yang kuingat saat bangun di pagi hari dan bergegas mandi karena sebuah acara bersama keluarga.
Ibuku bilang kami harus mengunjungi seorang saudara. Sepertinya mereka adalah keluarga yang jarang kami temui. Karena aku bisa melihat mereka sedang menggambar denah di atas selembar kertas dengan pena berwarna hitam, membentuk sebuah pertigaan dengan beberapa tanda panah yang digores menggunakan pena bertinta merah. Rumahnya dekat pertigaan tersebut. Chanyeol bilang dia tahu lokasinya. Dan sangat gampang mencarinya jika memang rumah tersebut ada di pinggir jalan besar.
Kami pun sepakat untuk berangkat sore hari. Bersama anggota keluarga yang lain. Baekbom dan istrinya, juga paman dan bibiku.
Seperti biasa aku sibuk membongkar isi lemari untuk mencari pakaian apa yang harus dikenakan. Pilihanku seketika jatuh pada kemeja coklat tua berlengan panjang. Namun untuk celananya aku sedikit bimbang. Kutanya Chanyeol mana yang seharusnya kupilih antara abu tua atau cokelat muda. Tapi ia malah memberikan jawaban yang membuatku semakin bingung.
"Kau sudah tahu jawabannya."
Menimang mana yang harus kupilih, kutatap bergantian 2 jeans tersebut dan entah kenapa pilihanku jatuh pada jeans abu tua. Langsung saja kukenakan dan mulai berias. Hanya riasan tipis agar wajahku tidak terlalu pucat. Setelah selesai, aku beralih ke lemari sepatu dan menarik sepasang yang berwarna beige. Yang ini aku tidak lagi bimbang. Karena sepatu tersebut sudah terbayang saat aku memilih kemeja. Tapi saat hendak berangkat, mendadak aku mengganti jeans yang sudah dikenakan dengan yang berwarna cokelat.
Aku memang selalu begitu. Berubah pikiran di saat-saat terakhir. Mungkin inilah yang Chanyeol maksud. Manapun yang kupilih di awal, pada akhirnya akan selalu aku ubah di detik terakhir.
Ah, suamiku begitu mengenalku.
Kami pun berangkat tepat waktu.
Mobil terisi 7 orang dengan Chanyeol sebagai sopirnya. Ia mengemudi dengan profesional seperti biasa. Tidak ada masalah apa pun di perjalanan. Kecuali saat mendadak kami berhenti di dekat terminal bus lama yang sudah tidak terpakai. Aku mulai menyadari sesuatu yang aneh.
Langit begitu terik, padahal kami berangkat saat sore hari. Dan sudah beberapa jam sejak kami meninggalkan rumah, berkendara dengan santai di jalanan. Ini memang musim panas, suhu udaranya juga panas. Dan matahari terbenam lebih lama dari biasanya. Tapi saat kulihat pada arloji yang melingkar di pergelangan tanganku, jarum pendeknya menunjuk ke angka 9.
Tidak mungkin jika sekarang sudah malam. Langitnya masih begitu terang. Aku pun menatap arloji tersebut agak lama. Kemudian baru tersadar permukaan kacanya sedikit bergeser.
"Ah, ternyata rusak," gumamku pada diri sendiri.
Dan Chanyeol yang berdiri di sampingku menimpali.
"Sudah kubilang untuk membeli jam tangan yang bermerk, jangan beli lagi yang murah."
Aku hanya tersenyum seraya mengangkat bahu acuh, lalu bergelayut di lengan kekarnya. "Untuk apa? Aku jarang keluar rumah. Uangnya bisa kita tabung untuk liburan."
Aku memang tipe anak rumahan sejak kecil, malas bepergian jika tidak ada hal penting yang harus dilakukan. Tapi kalau berlibur dengan suami sendiri, siapa yang bisa menolak?
Langkahku mendadak terhenti. Aku mengernyit saat melihat partikel aneh di langit mirip helaian daun yang terkoyak, melayang-layang menyerupai permadani besar transparan. Bentuknya abstrak. Sedetik termenung menatapnya sambil merasakan semilir angin dingin menusuk, perhatianku teralih saat Chanyeol menarikku kembali ke dalam mobil.
![](https://img.wattpad.com/cover/247757245-288-k295848.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Candy Station (oneshoot collection)
Historia CortaAku dan inspirasiku yang tercecer. . . . Masih tentang chanbaek. Selalu. Lcourage, 2020