Tidak ada janji yang benar-benar ditepati oleh makhluk hidup di muka bumi ini. Tidak ada satupun orang yang akan mengatakan, 'aku akan bertahan' jika perpisahan sebagai tujuannya. Dan tidak ada insan yang mudah percaya akan harapan dari seseorang-- apalagi, jika hal itu hanya sebuah tipuan.
Tapi kenapa masih banyak sekali orang seperti itu?
Mengucap janji tanpa ditepati. Mengatakan, 'iya' tanpa bertahan. Dan, menyakinkan orang lain untuk percaya dengan kalinat manis penuh kebohongan-- yang keluar dari mulut.
Sialnya, kebencian tidak bisa singgah dalam jiwa-- akan janji yang belum tersampaikan dari seseorang yang telah tenang diatas sana.
"Jika semalam aku mengikuti perkataan mu, apa hari ini aku masih bisa melihatmu tersenyum?" Pedih Dipta, melihat satu nama yang tertera di atas baru nisan.
"Seharusnya kau menepati janjimu terlebih dahulu sebelum pergi meninggalkan ku." Sambungnya Dipta. Pemuda itu berusaha untuk tidak meneteskan air matanya.
"Kenapa kau selalu menipu ku, Alyscha?" Sangat rendah kalimat itu keluar dari mulut Dipta-- yang masih tidak percaya akan kepergian temannya itu.
Bagaimana bisa Dipta tidak terpukul akan kabar duka dari Alyscha-- padahal sebelum itu, Dipta sempat makan kue bersama Alyscha. Dan Dipta pun juga meluangkan waktunya untuk menemani Alyscha ke toko buku untuk mencari novel yang diinginkan gadis itu. Tetapi, takdir semesta benar-benar tidak bisa Dipta tebak.
Kehilangan?
Tentu!! Dipta sangat kehilangan Alyscha saat ini. Walaupun gadis itu bukan kekasih Dipta, tapi pemuda itu akan merasa kesepian mulai sekarang-- karena tidak memiliki teman untuk bertukar pikiran saat malam tiba.
Alyscha hanya sosok teman yang selalu ada untuk Dipta. Sosok teman yang sangat mengerti dengan keadaan Dipta. Tetapi, Dipta tidak bisa membalasnya. Hanya karena egois masih tertanam dalam benak Dipta-- yang tanpa sadar telah menolak kemauan Alyscha semalam. Padahal, gadis itu hanya ingin ditemani pergi kesuatu tempat yang Alyscha tidak sebutkan namanya.
Dipta tersenyum getir, sebentar melihat sekitar yang tidak mendapati siapapun. Dan kembali melihat kearah nama Alyscha, dengan sorot mata penuh penyesalan. "Maaf, maafkan aku Alyscha. Seharusnya aku datang tanpa kau minta berulang kali. Seharusnya aku membantumu saat kau butuh pertolongan. Seharusnya aku ada di samping mu saat kau kesakitan. Maafkan aku."
"Kau menyesalinya?" Suara familiar yang menyapa, mampu menarik perhatian Dipta-- kini menoleh kearah seorang gadis familiar yang membuat Dipta diam, dengan tenggorokan kering.
"Untuk apa kau menyesalinya? Jika dia selalu mengabaikan peringatan mu." Imbuh sang gadis yang telah berdiri disisi kanan Dipta.
Pemuda itu tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari gadis itu. Karena aangat berharap, jika sosok di depan matanya saat ini Alyscha. Tapi nyatanya, gadis itu hanyalah saudara kembar dari Alyscha.
"Aily__" rendah Dipta yang sulit mengeluarkan suaranya.
"Emm.." Gumam Aily, sembari menganggukkan kecil kepalanya. "Aku harus mengingkari perkataan ku sendiri. Karena aku juga harus tahu, kenapa Alyscha bisa mengalami kecelakaan itu. Dan parahnya, pelaku tidak ditemukan sama sekali."
Dipta berdehem seraya melihat ke sembarang arah. Bukannya canggung, hanya saja, Dipta belum terbiasa jika harus beradu argumen bersama Aily. Karena, ini kali pertamanya Dipta bicara dengan Aily setelah sepuluh tahun yang lalu-- itu sudah lama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILY || Twins
General FictionPergi tanpa pamit mengharuskan Aily turun tangan langsung-- mencari dalang utama dari tragedi yang telah menimpa saudara kembarnya. Jika kabar itu tidak sampai di pendengaran Aily . . kemungkinan besar, Aily tidak akan menginjakkan kakinya di tempat...