Terpaku dalam obrolan kecil yang kini perlahan meluas, hingga topik utama tidak lagi menjadi bahan pembahasan para insan di dalam ruangan itu-- mendapat waktu belajar sendiri dari sang wali kelas. Karena panggilan mendesak dari kepala sekolah, mengharuskan pria itu meninggalkan kelas untuk sesaat. Membiarkan para murid didiknya bercengkrama tanpa pengawasannya.
"Tidak biasanya wali kelas meninggalkan kelas seperti ini." Tanpa berpikir lagi, kepala Prisyl menoleh kebelakang-- tepat di mana Dipta berada. Membalas tatapan Prisyl dengan menaikan sekilas kedua alisnya . . menunggu kelanjutan apa yang ingin Prisyl katakan. "Apa ada hal menarik?"
Dipta diam, pemuda itu tidak langsung memberi jawaban. "Kau ingin tahu?" Dengan jahil, dipta tersenyum kecil sembari mencondongkan sedikit tubuhnya kedepan.
Prisyl yang melihat tingkah Dipta, perlahan menyandarkan punggungnya pada meja dibelakang. "Ingin, tapi aku akan tahu setelah wali kelas kembali." Tersenyum miring untuk membuat Dipta geram.
Nyatanya, pemuda itu hanya tersenyum dan kembali menyandarkan punggungnya tanpa mengalihkan sedikit saja pandangannya dari Prisyl. "Kau akan terkejut, siapa yang akan dia bawa." Sekilas Dipta menaikan alisnya, yang membuat kening Prisyl mengerut samar.
Diam, menelan ludah. Prisyl berusaha untuk tidak terpengaruh akan omongan getir dari Dipta. Karena Prisyl tahu, jika pemuda di depan matanya saat ini sungguh pandai menghaaut pikiran orang lain. Tapi tidak dengan Prisyl, gadis itu akan mendirikan benteng saat beradu argumen dengan Dipta.
"Untuk apa aku terkejut? Jika Iustitia akan tiba di sekolah ini." Bukan Prisyl namanya, jika tidak membuat lidah Dipta keluh saat memberi respon.
"Apa?" Gumam Dipta secara spontan yang melenyapkan senyumannya itu. Perlahan Dipta menegakkan tubuhnya, dengan sorot mata penuh makna.
"Aku mendengarnya. Kau mengatakan hal itu pada Anna. Jadi aku tidak akan terkejut, apapun itu pertunjukkannya. Karena, perbuatan keji itu tidak aku lakukan." Senyum penuh kemenangan terpancar sangat jelas di mimik wajah Prisyl.
"Jikapun tuduhan itu mengarah padaku. Aku tidak takut sama sekali. Karena bukti yang aku punya itu sangat kuat. Dan kau saksi matanya." Sambung Prisyl yang tidak bisa membuat Dipta mencetuskan perkataannya.
Karena mau tidak mau, Dipta memang harus mengakuinya. Jika semalam Prisyl memang bersama Dipta diruang belajar. Dan Dipta pun juga sempat mengantarkan gadis itu-- dengan alasan, jika Prisyl tidak berani pulang sendiri . . karena malam semakin larut.
"Walaupun seperti itu," rendah Dipta sembari menganggukkan sebentar kepalanya. "Kau akan sulit mengeluarkan suara."
"Benarkah?" Ada ketidak percayaan yang terselip dibenak Prisyl.bergumam
Dan Dipta hanya bisa bergumam. Sebelum pandangannya melihat ke arah Sean yang berjalan mendekati Anna. "Jika Sean dan Anna tidak ada di ruang belajar semalam. Mungkin, mereka berdua menghabiskan waktu bersama."
Refleks Prisyl mengikuti arah pandang Dipta dengan kening mengernyit. "Tapi tidak menutup kemungkinan, mereka bekerja sama untuk menghabisi Alyscha. Karena tidak ada yang tahu, seperti apa kejadiannya."
Kini Prisyl menatap Dipta dengan raut wajah yang siap membuka kalimat palsu tanpa arti. Tapi mampu menghasut, mengajak lawan bicara untuk menaruh rasa tidak suka pada tokoh yang dituju. "Dan kau harus ingat Dipta. Jika Alyscha itu saingan terberat Anna dalam hal nilai. Sedangkan Sean, dia sangat tergila-gila dengan Alyscha. Semua orang di Mayapada tahu akan hal itu. Kenapa kau bisa melakukannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AILY || Twins
General FictionPergi tanpa pamit mengharuskan Aily turun tangan langsung-- mencari dalang utama dari tragedi yang telah menimpa saudara kembarnya. Jika kabar itu tidak sampai di pendengaran Aily . . kemungkinan besar, Aily tidak akan menginjakkan kakinya di tempat...