[2] Singa dan Antelop

167 10 0
                                    


Setelah semalaman lelah berkirim pesan dengan Riani, hari ini Ardan jadi kurang enak badan sehingga memaksanya untuk ijin tidak masuk bekerja. padahal pekerjaan sedang banyak - banyaknya. Ardan merasa perkenalannya dengan Riani perlahan mencuri waktu normalnya sebagai manusia kebanyakan. Satu yang selalu membuat Ardan mengernyitkan dahinya, yaitu meskipun hanya sesaat, Riani selalu menolak keinginan Ardan untuk mengobrol lewat telepon dengan alasan bahwa seluruh waktu dan bagian dari tubuh Riani ada harganya. Disini Ardan sebenarnya merasa janggal, dia merasa kalau memang benar demikian kenapa Riani selalu punya waktu untuk berbalas pesan denganya. Ardan seperti menemukan satu pertanda bahwa Riani sebenarnya cuma penipu, namun entah mengapa pada akhirnya dia selalu menemukan langkah untuk berkilah dan mengacuhkan kejanggalan itu lalu melanjutkan berkirim pesan dengan Riani seperti biasa. Mungkin hatinya mulai bermain sehingga melumatkan akal logika yang berusaha mendekapnya hangat memberi cahaya senja yang lembut namun sesaat.

"Kamu lagi apa Aa?" notifikasi pesan di handphone Ardan muncul di halaman home screen.

Ardan hanya melirik kecil dan menyimpan lagi hp nya karena kalau dia balas pesan itu, bisa sampai siang tidak selesai. Ardan harus berjalan ke depan gang untuk membeli sarapan, lalu pergi berobat ke dokter untuk mendapatkan surat sakit agar gajinya tidak sampai dipotong hari ini. Dia harus menyelesaikan kehidupan normalnya dulu pagi ini sebelum melanjutkan kehidupan virtualnya lagi bersama Riani.

"Lah ngapain lo masih di kos jam segini, udah bosen kerja?" kagetnya Ardan dengan celetukan Jengki di parkiran motor kos.

"Sakit gue Ki. Mau nyarap dulu nih trus ke dokter didepan gang," jelas Ardan.

Jengki ketawa terbahak - bahak, "bisa sakit juga makhluk macem elo Dan."

Selepas sarapan bubur ayam cianjur dan berobat ke dokter di klinik 24 jam, Ardan ternyata cuma divonis oleh dokter sebatas mengalami kelelahan saja. Ardan terkena demam dengan suhu mencapai 37.4 derajat celcius. Itulah kenapa di surat keterangan dokter dijelaskan diagnosisnya hanya fever. Sekembalinya Ardan ke kamar kos, dia langsung melihat handphone nya dan tidak ada notifikasi apapun lagi dari Riani. Ardan kecewa, namun saat dia berencana membalas pesan Riani yang dikirimkan tadi, handphone nya tiba - tiba mati. 

Ardan kebingungan karena terakhir melihat baterai handphone nya masih 53 persen. Kenapa tiba - tiba bisa mati. "Haduh ternyata bukan cuma gue, handphone gue juga sakit gara - gara kecapean begadang nih!"

Ardan berinisiatif menyalakan handphone nya dan ternyata handphone nya drop. Mungkin baterai handphone nya bocor, pikir dia. Pagi itu setelah minum obat dari dokter, Ardan pun memutuskan untuk tidur saja berharap obat yang diminumnya bisa bekerja secara maksimal. Handphone nya tidak lupa dia charge di meja. Ardan terlelap dan kemudian bermimpi. Mimpi yang mungkin tidak akan pernah dia bisa lupakan dengan mudahnya.

Didalam mimpinya tersebut, Ardan tersadar tengah berada didalam sebuah gedung yang tinggi atapnya dan luas ruangannya. Ternyata dia sedang menjalani prosesi akad nikah dengan seseorang, namun tidak nampak penghulu dan saksi - saksi disekitarnya. Sontak ditengoklah mempelai wanita yang ada disebelahnya. Benar saja, itu adalah Riani yang nampak cantik dan anggun dibalik kebaya putih dengan mahkota yang dilengkapi liontin berlian serupa Swarovski diatas kepalanya. Senyum sumringah mekar mewarna di wajah Ardan. Dia bukan hanya bertemu dengan Riani secara langsung, tetapi juga menikahinya. Ardan memejamkan matanya kemudian menengadahkan kepalanya keatas sembari membayangkan dirinya yang akan membangun rumah tangga dengan Riani dan memiliki banyak anak. Meskipun tinggal di rumah yang tidak besar dan mewah, Ardan membayangkan bahwa dia akan berbahagia. indahnya.

"Gantian!" suara teriakan Riani mengejutkan lamunan Ardan didalam mimpi tersebut. Ardan langsung membuka matanya dan menoleh, Riani sudah tidak ada disebelahnya. Ardan kemudian berbalik arah dan menemukan satu kegilaan baru. calon istrinya itu sudah tanpa  sehelai benangpun yang menempel di sekujur tubuhnya. Kebaya putih dan mahkota yang dikenakannya sudah hilang. Riani tengah berbaring diatas sebuah dipan kayu ditengah ruangan tersebut sambil marah - marah ke banyak laki - laki disekitarnya. Memang banyak, mungkin lebih dari dua puluh laki - laki yang juga tanpa busana mengelilingi Riani dengan wajah - wajah yang nampak samar di mata Ardan. 

LACOERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang