Ingatan Di Masa Lalu

98 4 2
                                    

Ternyata Mia tetap tidak merubah keputusannya dan mengusir Alisha lagi. "Pergi kamu dari sini, saya tidak ingin melihat wajah kamu lagi, pergi!" Mia terlihat semakin emosi.

Karna tak kuasa melawan ibu dari laki-laki yang ia cintai, Alisha pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya.

Keesokan paginya, Alisha datang lagi ke rumah sakit, berharap kali ini ia bisa melihat keadaan Reza meskipun hanya sebentar, tapi lagi-lagi Mia mengusirnya. Walaupun Alisha sudah berusaha untuk memohon kepada Mia, namun tetap saja wanita itu masih tidak memberikan kesempatan kepadanya.

Alisha datang lagi keesokan harinya, lusa dan hari-hari berikutnya ke rumah sakit tempat Reza dirawat. Namun tetap saja, semua usahanya sia-sia, ia tidak pernah bisa menemui Reza.

Saat itu pukul 10.00 pagi, tepat satu minggu setelah kecelakaan Reza. Alisha masih datang ke rumah sakit dan berharap hati Mia bisa luluh melihat ketulusan cintanya, namun  setelah ia sampai di depan kamar inap Reza. Ia baru mengetahui bahwa sang kekasih sudah tidak berada di rumah sakit itu lagi, pihak rumah sakit mengatakan bahwa pagi-pagi sekali keluarga Reza memindahkannya ke rumah sakit lain.

Saat itu perasaan Alisha semakin hancur, hatinya semakin terasa sakit, nafasnya terasa sesak, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak. Air matanya pun tak berhenti mengalir, sampai matanya menjadi sembap.

Kedua orang tua Alisha sudah sangat mengenal Reza. Di mata mereka, Reza adalah seorang yang baik, ramah dan sopan santun. Mereka juga merestui hubungan Alisha dan Reza. Setelah pertemuannya dengan orang tua Reza malam itu dan semua perlakuan Mia kepadanya, Alisha tidak pernah menceritakan apapun kepada kedua orang tuanya.

Dua minggu pun berlalu, Alisha masih belum mengetahui bagaimana keadaan Reza. Malam itu, Alisha yang sedang melamun sambil menyandarkan tubuhnya diatas tempat tidurnya, terkenang masa-masa indahnya bersama Reza, ia berkata dalam hatinya, 'apakah aku tidak akan pernah bisa bertemu Reza lagi? Apakah memang kami tidak di takdirkan untuk bersatu?' Air mata kembali membasahi pipinya, ia memeluk fotonya bersama Reza.

TOK ... TOK ... TOK!!

Terdengar suara ketukan pintu kamar. Alisha segera menghapus air matanya, lalu ia pun membuka pintunya dan melihat sang ibu sedang berdiri di depan pintu.

Sambil tersenyum, Eva berkata kepada anak sulungnya. "Sha, ada nak Reza tuh di depan, ayo cepat temui dia sana."

Alisha sedikit merasa terkejut bercampur perasaan bahagia yang tak bisa dikatakan dengan kata-kata setelah mendengar kata-kata ibunya. "Reza ada di sini, Bu?" tanyanya seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar.

Dalam suasana hati yang bahagia, ia berlari ke depan halaman rumahnya, seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Akhirnya ia bisa melihat Reza berada dihadapannya lagi, Alisha memeluk Reza sambil berkata, "Alhamdulillah, kamu sudah sembuh, Za. Aku senang banget bisa melihat kamu lagi, Sayang."

Reza melepaskan pelukan Alisha dengan sikap dinginnya, dalam diam ia memberikan sebuah undangan kepada Alisha   'Undangan Pernikahan?' seru Alisha dalam hatinya saat melihat card tersebut

Tertulis nama Reza dan Siska dalam undangan pernikahan itu, jantung Alisha seolah berhenti berdetak seketika.
"Sayang, ka ... kamu bercanda, kan? Ini ngga beneran, kan?" tanya Alisha terbata-bata.

"Memangnya undangan itu kelihatan seperti candaan yah?" Reza menjawab pertanyaan Alisha dengan balik bertanya kepadanya dengan nada yang dingin.

"Ja ... jadi ini beneran? Tapi kenapa? Bukankah kamu bilang kalau kamu sayang dan cinta sama aku? Tapi kenapa kamu malah mau menikah dengan wanita lain?" Alisha menatap Reza dengan kecewa dan kelopaknya sudah digenangi air mata.

"Heh, sayang, cinta. Iya memang benar aku sayang dan cinta sama kamu  meskipun orang tuaku menentang hubungan kita, tapi aku tetap mempertahankan kamu dan mencintai kamu. Tapi apa balasan kamu ke aku? Ke mana kamu di saat aku terbaring lemah di rumah sakit? Satu kali pun kamu ngga pernah nengokin aku, setiap hari aku menunggu kamu. Setiap pintu yang terbuka aku menyambutnya dengan senyuman dan berharap itu kamu, tapi nyatanya sekalipun kamu ngga dateng untuk jengukin aku." Reza malah marah.

"Sayang, kamu salah paham, aku sudah coba berkali-kali datang ke  rumah sakit untuk jengukin kamu, tapi mama kamu ...." Kata-kata Alisha terhenti karena Reza memotong kata-katanya.

"Mama aku kenapa? Kamu mau bilang kalau mama aku memang benar, karena kalau kamu sayang sama aku. Kamu pasti dateng untuk menjenguk aku, nemenin aku. Tapi mana kenyataannya ngga sama sekali, kan? Setiap hari aku menunggu kamu seperti orang bodoh, aku berpikir mungkin nanti Alisha akan datang. Mungkin hari ini ia sibuk, jadi mungkin besok dia akan datang. Tapi  aku salah, kamu sama sekali ngga datang sampai aku keluar dari rumah sakit itu. Aku masih berharap bisa bertemu kamu di luar, tapi ternyata ngga. Kamu ngga pernah ada di saat aku sedang terbaring lemah di rumah sakit. Kalau sekarang aja seperti ini, bagaimana nanti kalau kita menikah? Mungkin aku mati pun kamu ngga akan peduli." Reza membenarkan kata-katanya dengan tegas.

"Astagfirullah, Reza, kamu kenapa ngomong seperti itu. Aku peduli sama kamu, Reza, aku sudah berusaha setiap hari datang ke rumah sakit untuk nemuin kamu. Walaupun mama kamu selalu mengusir aku ... " Alisha tidak dapat meneruskan kata-katanya lagi, air matanya sudah mengalir dengan deras dipipinya.

Alisha tidak menyangka. Laki-laki yang sangat ia cintai tidak mempercayainya lagi. Tidak berusaha untuk menjelaskan lebih lanjut, hanya Isak tangisnya yang terdengar jelas di telinga.

Tanpa berkata-kata apa-apa lagi, Reza pun beranjak pergi menginggalkan Alisha yang masih menangis. Dengan jelas Alisha melihat Reza berlalu pergi dengan kaki yang masih terpincang-pincang.

Alisha memegang dadanya yang terasa sesak, karena rasa sakit yang begitu menyayat terasa jelas dihatinya, 'Mungkin ini memang yang terbaik untuk kita, Reza, kalau memang menikah dengan wanita lain bisa membuat kamu bahagia, aku ikhlas. Aku tulus sayang sama kamu dan aku ingin melihat kamu bahagia, walaupun itu bukan bersamaku,' ujarnya dalam hati, air mata masih membasahi pipinya.

"Alisha, Sha, kamu baik-baik saja, kan?" tanya Adel yang merasa khawatir dengan Alisha saat mendengar isak tangisnya.

Alisha pun terbangun dari tidurnya, hari sudah pagi. Ia mengangkat kepalanya, merasa tidak nyaman di bagian wajahnya. Ia  menyentuh pipinya, 'Basah, jadi aku benar-benar menangis dalam mimpiku semalam?' seru Alisha dalam hatinya, ia mengingat Reza semalam sebelum ia tidur dan saat ia tidur ia memimpikan Reza sampai ia benar-benar menangis.

Bantal yang tadi ia tiduri juga basah kuyup karena air matanya yang keluar cukup banyak, hatinya juga masih terasa sakit. Ini adalah ingatan di masa lalu yang masuk ke dalam mimpinya, sehingga rasa sakitnya begitu nyata ia rasakan.

"Sha, kamu baik-baik saja, kan?" Adel kembali menyadarkan Alisha dari lamunannya karena ia sangat mengkhawatirkan wanita yang berada dihadapannya itu.

"A..aku baik-baik saja." Alisha menjawab dengan sedikit keraguan dihatinya dengan nada yang rendah.

"Baik-baik saja" itu yang keluar dari mulutnya, tapi sebenarnya perasaannya saat ini tidak dalam keadaan yang baik.

The Path Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang