Chapter 3

102 25 27
                                    

"Aku ada di balkon ya."

"Oke, Kita-san."

Kita Shinsuke membuka balkon flatnya, menyajikan pemandangan perfektur Hyogo yang indah, mengarah ke arah laut. Jujur, masih terpikirkan olehnya, siapa gadis yang baru saja ia temui.

Gadis itu mengaku berasal dari Tokyo. Lokasinya jauh sekali. Sekitar 588 kilometer dari sini. Dan gadis itu sendirian, di pinggiran sungai, tanpa memiliki benda apapun--bahkan alas kaki--selain busana yang ia pakai. Lebih parahnya lagi, Ran mengaku ia habis tertabrak truk dan mengalami kecelakaan hebat. Tapi tidak ada satu goresan luka apapun di tubuh gadis itu. Di tangannya, di kakinya, atau di kepalanya. Semuanya terlihat baik-baik saja.

Terkadang Kita berfikir bahwa ia sedang berhalusinasi. Tapi untuk apa? Dia tidak sedang mengalami depresi berat. Mentalnya stabil dan baik-baik saja. Bukti kedua, gadis itu benar-benar ada disini. Ia memasak dan makanannya terasa sangat nyata. Shinsuke juga mendapati ia kenyang setelah memakan masakan gadis itu.

Ini semua nyata.

Tunggu, apa gadis itu yang hilang ingatan? Atau ternyata gadis itu yang mengalami mental breakdown sehingga ia berhalusinasi habis mengalami kecelakaan dan rumahnya berada di Tokyo? Jangan-jangan, ia kabur dari orang tuanya dan kedua orang tuanya mencarinya?

"Tidak," Shinsuke menyadarkan dirinya sendiri. Pemuda itu menyesap coklat panas yang sempat ia buat sebelum memasuki balkon. "Aku tidak boleh menilai dia seperti itu. Aku bahkan belum tahu bagaimana cerita lengkapnya." gumamnya, berusaha objektif.

"Kita-san." tiba-tiba suara halus itu memasuki indra pendengarannya. Shinsuke dapat melihat bahwa Ran memasuki balkon dan berdiri di depan pintu balkon.

Dan satu hal aneh lainnya, ini semua terasa familiar, batin Shinsuke. Terutama gadis itu sendiri.

Aku pasti yang mulai gila.

"Kita-san?" sapaannya tak kunjung dibalas, membuat Ran kembali memanggil nama Shinsuke. Gadis itu terlihat memainkan jarinya, ia canggung dan ragu. Apalagi Shinsuke yang tanpa sadar memandanginya secara intens. "Iya. Maaf aku melamun." jawab Shinsuke datar. Ran terdiam sejenak, keraguannya semakin terasa.

"Kenapa kau berdiri di sana?" Shinsuke memecah keheningan sembari sesekali menyesap coklat panasnya. Sebenarnya ini musim semi, tapi Shinsuke ingin menikmati minuman tersebut.

Ran menggeleng. "Aku... Baik-baik saja." jawabnya pelan, namun terdengar ragu. Mungkin Ran tidak tahu bahwa pemuda yang menemukannya ini merupakan sosok yang peka.

"Kau tidak baik-baik saja, kan? Apa yang kau pikirkan?" tanya Shinsuke tanpa basa-basi. Typical.

Hal itu mengundang perhatian Ran yang sempat memutuskan untuk kembali ke dalam flat. Ran terdiam sebelum menjawab. Pemuda di hadapannya jarang mengeluarkan kata-kata yang membuang waktu, semuanya tepat sasaran. Setidaknya itulah yang ia dapat setelah kurang lebih 4 jam mengenal seorang Kita Shinsuke.

"Y-ya. Aku memang terpikirkan sesuatu." jawab Ran, kembali menyender di dinding balkon. Shinsuke tidak mengatakan apa-apa, hanya menatapnya, menunggu gadis itu untuk melanjutkan kata-katanya. Ran menghela nafas, "Kurasa ingatanku perlahan kembali..." lanjutnya.

"Apa itu yang menjadi penyebab kau mengaduh di kamar mandi tadi?"

Ran tersenyum tipis. Lagi-lagi tepat sasaran.

"Iya," jawab Ran. Gadis itu kini memilin ujung rambutnya. "Hidupku sebelum berada di sini sangat menyedihkan," intronya. Shinsuke menyimak dengan seksama. "Aku ini yatim piatu." lanjut Ran yang membuat jantung Shinsuke berhenti berdetak sepersekian detik.

Tomorrow Will Be Fine ; (Kita Shinsuke x Reader/OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang