Raza meminum secangkir teh yang sudah mendekati dingin, lama ia tinggalkan untuk menyiapkan laptop.Berusaha terlihat tenang bukan keahlian Raza. Atau mungkin, Havan nya saja yang terlalu peka tentang apa yang dirasakan Raza.
"Tidak usah gugup, Raza."
"Tidak ada yang gugup." Jawab Raza sambil mengusap jarinya, tanda bahwa dia memang sangat gugup.
"Raz,"
Tidak ada jawaban, hanya menoleh kepada yang memanggil.
"Kalau tidak sesuai ekspetasi, kecewa-nya dijauhkan, ya?"
"Apa kamu meragukan ku?"
"Tidak sama sekali, Aku yakin pada Raza-ku kok. Aku hanya memperingatkan. Tidak semua penolakan harus dirasa dengan kecewa, Raz."
Sedikit tenang dengan ucapan Havan, Raza mulai mengecek kembali email-nya. Tapi kosong, belum ada apa-apa disana.
Raza kembali gugup karena memikirkan kemungkinan buruk apa saja yang akan terjadi. Ini pengumuman penting bagi-nya. Ini mimpi-nya.
"Raza, tenang ya? Mimpi masih bisa dicari, kamu hanya perlu usaha dan doa. Mimpi ada banyak jalan nya, Raz."
"Kamu berbicara begitu seolah-olah Aku memang akan gagal."
"Hanya berjaga-jaga, Raz."
Ding
Demi Tuhan, rasanya jantung Raza ingin jatuh.
Dengan perlahan, Raza membuka notifikasi yang sedari tadi Ia dan Havan tunggu-tunggu.
"Semoga sesuai harapan."
Tangan Raza terjatuh lemas.
Kalimat basa-basi terpampang disana, disertakan dengan apresiasi kepada Raza yang bisa menulis naskah dengan sangat bagus. Tapi, ada kata maaf disana.
Ya, Raza ditolak.
Kenapa?
Kenapa meminta maaf kalau akhirnya memang mau menolak?
Kenapa meng-apresiasi kalau akhirnya memang mau menolak?
Raza tidak butuh apresiasi, juga kata maaf. Ia hanya mau menerbitkan buku, apa sesulit itu?
Raza tidak menangis, tidak juga cemberut. Ekspresi nya hanya datar. Seperti Raza yang biasanya, yang tidak bisa menunjukkan rasa. Hanya kecewa yang memenuhi dada.
Mimpi nya menjadi penulis memang sepertinya tidak di restui oleh siapapun. Rasanya ingin menyerah saja.
"Raza, tidak apa-apa, ya?"
"Ya."
"Raza, kalau mau menangis, menangis saja. Aku tidak akan lihat kalau kamu malu."
Hening.
"Raza, perasaan mu jangan ditutupi. Ayo keluarkan semuanya, Aku ada disini, Raz."
Hening.
"Raza, apa kamu sedih?"
Raza akhirnya melihat Havan,
"Aku tidak sedih. Aku hanya kecewa. Kenapa Aku selalu tidak bisa? Kenapa Aku selalu gagal? Apa aku hidup hanya untuk kegagalan?""Apa hidup-ku adalah sebuah kegagalan?"
"Raza.."
"Kenapa aku tidak pernah bisa melakukan yang terbaik? Kenapa hasilnya selalu saja mengecewakan? Kenapa aku tidak bisa seperti mereka yang bisa?"
Tangis Raza akhirnya pecah, didalam pelukan Havan yang hangat.
"Untuk mereka yang bisa, kamu hanya melihat keberhasilan-nya, Raz. Kamu tidak pernah tahu kan, apa yang mereka lewatkan sebelum akhirnya berhasil?"
"Raz, kalau hidup hanya fokus terhadap keberhasilan, kamu tidak akan tau bagaimana bahagia nya berhasil setelah gagal."
"Sekarang, nikmati dulu gagal nya ya? Ayo kita rayakan kegagalan kamu, hal sedih juga harus dirayakan, bukan?"
"Bagi kecewa-mu ke Aku, Raz. Bagi semua rasa sedih-mu ke Aku, kita rasakan bersama, ya?"
"Raza, manusia paling baik, paling sempurna, paling dicari kehadirannya, paling Aku sayangi, ayo bersedih."
"Besok kita buat yang lebih bahagia, yang lebih diapresiasi, yang lebih membanggakan."
"Ayo kita ubah 'maaf' jadi 'selamat'. Kamu pasti bisa, Raza pasti bisa. Tidak semua orang naskah nya bisa ditolak, ada yang pesimis duluan bahkan sebelum tahu akan ditolak atau tidak."
"Kamu hebat, Raz. Kamu kuat. Kamu bisa. Kita semangat bareng, ya?"
![](https://img.wattpad.com/cover/254263498-288-k106446.jpg)