AAD - 23

394 37 3
                                    

"Pending aja marahnya ya, Yan."

Alif yang hendak keluar dari kamar menghentikan langkahnya ketika mendengar sebuah terakhir yang diucapkan Nabila.

Apa katanya? 'Yan'?

Siapa Yan?Apa  Alif salah dengar, atau bisa jadi sebenarnya Nabila memanggilnya sayang tapi terdengar olehnya Yan.

Alif tersenyum simpul, sebisa mungkin ia ber positif thinking pada istrinya. Alif tidak ingin suudzon, karena ia tak mau karena praduganya menjadi bumbu pertengkaran antar mereka.

Sudah siang, Alif memilih cuti dari pekerjaannya karena ingin menjaga Nabila. Ia yakin, dengan merawat Nabila seperti ini suatu saat Nabila akan membuka hati untuknya dan sudah ada  Alif di hatinya.

Licik, setidaknya ini salah satu upaya Alif.

Alif ingin tahu masa lalu Nabila, seusai makan siang Alif mengajak Nabila ke roftop. Kebetulan panas Nabila sudah turun, sehingga ia tak apa jika dibawa keluar kamar.

Mereka duduk di tenda yang ada disana. Alif membantu Nabila yang sempoyongan. Penuh perhatian, tidak ada rasa keterpaksaan ketika membantu Nabila.

Alif Alif..
Sikap cuek dan ngeselin kamu tidak tiba sirna ketika bersama Nabila.

"Asyik juga ya disini," kata Alif membuka percakapan.

"Iya,"

"Bila, kita main truth or dare yuk. Jadi peraturan mainnya," Alif mengambil kayu kecil seukuran pena yang berada di luar dengan tenda mereka.

"Kita gantian memutar pena ini, dan kemana arah kepala kayu ini berhenti, baik kamu atau saya boleh meminta truth or dare dari lawan kita. Kamu paham?" Tanya Alif setelah penjelasan cukup panjang.

"Bagaimana jika truth aja? Bila ga kuat kalau harus dare" pintanya dengan mata sayu.

"No problem, gimana? Kita mulai?" Tanya Alif mulai memutar kayu itu.

Kayu itu berputar kemudian kepalanya mengarah pada Alif. "Hahahaha ... Kak Alif yang muter, malah kena diri sendiri." Enak Nabila.

"Jadi gimana? Truth kan? Oke," perempuan itu tampak berpikir,  "kenapa kak Alif setuju  pernikahan ini?"

Alif membulatkan matanya tidak menyangka di pertanyaan pertama ia akan menjawab pertanyaan yang tahu baginya.

"Karena kamu jodohku," jawab Alif asal, tapi benar kok begitu.

"Ga terima jawaban pendek. Tolong lebih terperinci." Perempuan itu tampak kesal.

"Oh, okay okay! Karena kamu adalah pilihan ibu saya. Saya yakin, jodoh yang di pilihkan orang tua itu pasti yang cocok dan baik buat kita." Jawab Alif tanpa rasa canggung membuat Nabila memutar bola matanya.

"Kenapa bisa yakin?" Tanya Nabila.

"Simpan pertanyaan kamu dulu ya, Bil. Saya lupa bilang satu kali kesempatan hanya satu kali pertanyaan." Jelas Alif, dan Nabila mengangguk.

Kayu itu kembali diputar, dan lagi Alif lah yang harus menjawab. "Kenapa bisa yakin?" Nabila kembali bertanya.

"Karena, pilihan orang tua itu adalah pilihan yang terbaik." Jawab Alif tanpa pikir panjang. Sebenarnya sih iya, tapi mana mungkin Alif jujur soal Layla.

Setiap kali kayu diputar, selalu saja berhenti ke arah Alif. Sehingga Nabila bertanya dan Alif terpaksa menjawab walaupun tidak berkenan.

"Di w news, apa ada cewek cantik?"

"Ada banyak," jawab Alif santai.

"Kenapa tidak menikah dengan mereka?"

"Karena kamu jodohku Nabila!"

"Kenapa bertahan dengan aku yang ketus?"

"Karena aku sebagai suami memahami istriku yang belum terbiasa dengan kehadiranku."

"Siapa Layla?" Tangannya menunjuk dada Alif,   "diana?" Dan pertanyaan terakhir Nabila  membuat Alif membulatkan matanya  kenapa Nabila bertanya begitu?

"Hah?" Alif mengerjapkan matanya, "Layla? Disini?" Ia meraba dadanya.

"Apa Layla pernah berada disana?" Tanya Nabila lagi.

Alif tertawa untuk menghindari pertanyaan itu. Jika iya, bagaimana reaksi Nabila smsaat tahu kalau Layla adalah masa lalu hatinya?

"Iya!" Jawab Alif mantap. Jujur, rasa untuk Layla sudah habis dan berganti dengan sosok istri ketus seperti Nabila. Namun jika ditanya apakah Layla ada disana, tentu saja ada.

"Jadi ... Layla?" Nabila tampak berpikir.

"Iya, dia sahabat aku. Tentu saja ada Layla disini," ia menunjuk dada kirinya. "Rahman, Lani, bang Habib, kang Yudha, Budi, Zoya, Zayyan, ayah, bunda, Reisha, semua ada disini "

Alif mendekat, "dan kamu ... Juga ada disini," ucap Alif yang kemudian ditampol oleh Nabila.

"Udah, ayuk lanjut. Aku masih punya banyak pertanyaan." Elak Nabila, ia kembali memutar kayu, dan kali ini kayu itu mengarah pada dirinya.

"Kak Alif boleh bertanya," katanya.

"Hmmm .... Baiklah," ia tampak meragu. Bingung dengan pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Nabila. Satu yang ingin Alif tahu, apakah Nabila punya rasa seperti dirinya.

"Kamu ... Suka warna apa?" Lidah Alif tak seirama dengan hatinya. Hati berkata ini, namun lidah malah bertanya warna.

"Merah muda, tapi juga warna putih," jawabnya, "jadi aneh, aku nanya hal yang lain tapi kak Alif cuma tanya warna. Kalau aku tahu game nya gini, aku juga akan tanya film favorit kak Alif apa." Katanya tertawa.

Alif merasa malu, benar kata Nabila. Kenapa ia hanya bertanya warna? Ingin Alif menggigit lidah yang tak sesuai itu.

Namun ada rasa senang kala Alif melihat Nabila tertawa. Tertawa karena dirinya.

_____________

Alif•

Aku ingin menggapai mu, tapi kau terlalu jauh. Apa kamu itu  kupu kupu? Yang semakin aku kejar semakin jauh. Namun akan datang sendiri jika tak aku kejar. Haruskan begitu?

Namun, sampai kapan sayang?

Ada ALIF Disini [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang