2: Bad Timing

651 136 49
                                    

Hari-hari terlewat begitu saja namun rasa malu miliknya masih saja tetap bersarang di pikirannya. Tolong ajarkan padanya bagaimana cara menghapus ingatan. Karena berkat itu sekarang ia jadi sukar dan selalu berpikir dua kali kalau mau keluar rumah.

Dan hanya suara dentingan mangkok dari Mamang Bakso langganannya saja lah yang bisa membuat Jiya keluar tanpa beban dan keraguan sekarang.

Ia melompat dengan sigap dari atas kasur, berlari ke bawah secepat kilat, hingga kucingnya mengekori dari belakang.

Hapal sekali ya majikannya ini kalau si babu sedang ingin membeli makanan.

Belum ada semenit ia menginjakkan kaki di atas rerumputan halaman rumah, badannya langsung memutar 180 derajat tatkala menyadari ada sesosok pemuda sedang sedang membawa semangkok bakso berjalan bersama dengan anjingnya.

Sial. Itu kan tetangganya!

Entah bagaimana, selera makannya mendadak sirna dalam sekejap.

Badannya sudah akan bergerak maju, tetapi,

"Hei!"

seruan itu berhasil menahan langkahnya, belum lagi kucingnya juga malah mengelus-eluskan badannya di kaki Jiya.

Bad timing.

Merasa tak punya cara lain, ia pun akhirnya berpura-pura sedang bermain dengan kucingnya.

Plis, masuk rumah, dong! Gue pengen makan bakso Mang Opet! Jiya membantin.

Sayang sekali, laki-laki itu sekarang malah ada tepat di belakangnya dan sedang mencolek pelan bahunya.

Jiya memutar kepalanya, seraya berdiri ia berusaha menampilkan tampang yang, 'Wah, gue baru pertama kali liat lo' banget.

"Lo yang waktu itu berdiri di jendela, kan?"

Rasanya ia ingin menghilang saja saat mendengar pertanyaan itu.

Dengan tawa yang terkesan memaksa, Jiya menolak untuk mengingatnya. "Kapan, ya?"

"Gak tahu juga. Gak inget," sahut pemuda itu singkat yang membuat hati Jiya bersorak gembira.

"Oh iya, gue Jake. Lo?"

"Jiya."

Jujur saja, hatinya masih belum tenang, ia masih ingin pergi meninggalkan pemuda berhidung mancung tersebut. Kan, bahaya kalau dia tiba-tiba ingat kejadian itu.

"Lo gak mau pesen bakso?"

Asal lo tahu aja, gue ke sini yang emang berniat buat beli bakso, Bambang! Tapi karena ada lo makanya jadi ketunda!

Jiya mencak-mencak sendiri, walau dalam hati.

"Hehe iya, ini mau beli."

"Mau makan bareng?"

GIMANA?

"Hm?" Jiya mengangkat kedua alisnya, refleks.

"Makan bareng di teras rumah gue." Jake masih saja santai mengajak gadis ini, yang di dalam hati sudah berkeinginan untuk menolak.

Tapi gimana, ya. Wajahnya kayak minta di temenin.

"Eh, boleh? Nanti ngerepotin." Ini cuma basa-basi, sumpah.

Yang diajak basa-basi malah menggeleng kuat dan menganggapnya serius. "Nggak, kok. Kan gue yang ngajakin."

Aduh, Mas Tetangga ini baik banget. Tapi maaf ya, Mas. Saya masih belum bisa percaya kalau Mas gak ingat sama kejadian itu.

"Oke. Gue pesan dulu, ya."

Jake mengangguk paham kemudian berlalu duduk lebih dulu di teras rumahnya.

[ O U R S ]

Tak sampai lima menit, pesanan bakso Jiya pun jadi. Sekarang ia tengah duduk berhadap-hadapan dengan Jake.

Ya, Tuhan..., ganteng.

Sempat terjadi suasana yang begitu canggung oleh karena mereka berdua sama sekali tak ada berbicara.

Okelah, Jiya saja yang coba mengambil alih topik. "Lo kenapa pindah ke sini?"

"Hm, ada masalah sedikit makanya gue pindah ke sini." Jake lanjut memakan bakso nya lagi.

"Oh..., gimana rasanya tinggal di sini?"

Jake mengerutkan dahi, berpikir sejenak. "Lumayan, lah."

"Oh..."

Masih berlanjut, Jake tetap mengutamakan bakso yang ia makan. Dan menciptakan keheningan baru yang lebih menyekik sekitar.

Tolong, Jiya mau pulang aja...

Di kala menangisi ketidakberdayaannya itu, ia menyadari bahwa masih ada anjing ini. Anjing yang sedang tiduran di bawah meja ini.

Nice, ada topik baru. "Ih lucu. Siapa nih namanya?"

"Namanya Layla, jenisnya cream border collie, lahir tahun 2017 bulan oktober tanggal 31, kebiasaannya suka bangunin gue tidur dengan cara ngintip dari pintu kamar gue, terus suka pungutin sampah yang ada di halaman, kadang juga suka manja ke gue minta di elus-elus gitu."

"Wa-Wah..." Gila. Panjang kali lebar banget ini, mah. Padahal dia cuma tanya nama.

Baik, setelah tadi berurusan dengan bakso, sekarang ia malah sibuk bermain dengan anjingnya.

Bagus sekali, ya. Bisa-bisanya hanya Jiya yang memusingkan bagaimana cara mencari topik sementara dia hanya berperan sebagai sang penjawab.

Duh, mana tenggorokannya sekarang seret banget gara-gara daritadi kebanyakan bicara.

"Oh iya omong-omong, kan kamar kita saling bersebarangan, jangan lupa buat tutup gorden lo, ya. Soalnya gue suka gak pakai baju kalau di kamar," ungkap Jake blak-blakan tanpa memperdulikan respons gadis dihadapannya yang kini memelotot hingga menukikkan kedua alis.

"Tapi kalau lo suka lihatnya, nggak apa-apa, sih."

"OHOK OHOK! OHOK!!!"

Tentu saja Jiya tersedak seketika mendengar hal itu. Mengesalkan, tetangga barunya ini mengeselkaaan!

"OHOK!"

Jiya berkali-kali memukul dadanya untuk menghentikan batuknya. Huh, sialan.

"Eh lo keselek? Bentar."

Ia tidak tahu Jake bergegas masuk ke dalam rumahnya untuk apa, namun yang pasti ia tak bisa berhenti memikirkan soal perkataan Jake barusan.

Secara tidak langsung dia berarti tahu kalau Jiya lah yang melihatnya malam itu. Parah, ia ingin kabur saja sekarang tapi Jake keburu datang duluan.

"Nih minum dulu," titah Jake menyodorkan segelas air putih.

Tidak segan-segan, Jiya langsung menenggaknya sampai habis sebelum Jake berkomentar, "Pelan-pelan minumnya. Nanti keselek lagi."

"Makasih. Gue mau pulang." Jiya buru-buru mengangkat mangkoknya, memberikannya pada Mang Opet, kemudian berlari masuk ke dalam rumah.

Aaarrghh! Sungguh memalukan!

[].

panjang bgt,,,,, hshshhs maap guys 😭🙏

Ours (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang