Part 1

78 20 16
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

"Apa yang kita harapkan terkadang tidak sesuai dengan apa yang Allah berikan. Allah maha mengetahui mana yang terbaik untuk setiap hambanya."

~Narendra Zafier Akhtar~

🍃🍃🍃

Sudah satu jam lamanya Zafier melamun tanpa memperdulikan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja kerjanya. Di depannya terdapat leptop yang sedari tadi dibiarkan menyala tanpa di liriknya sedikitpun.

Matanya menatap kosong ke depan dinding bercat putih seakan dinding itu begitu menarik perhatiannya dari pada pekerjaannya yang menumpuk. Untuk kesekian kalinya Zafier mengembuskan napas menghilangkan beban yang terus-menerus bersarang di kepalanya. Ya masalah perjodohan itu kembali membuat Zafier pusing. Hari ini, tepatnya selepas maghrib nanti ia dan keluarganya akan datang berkunjung ke rumah calon istri yang dipilihkan oleh kedua orang tuanya.

Sejujurnya Zafier ingin sekali kembali menolak, tetapi melihat tatapan penuh harap dari kedua orang tuanya, membuat Zafier tidak tega untuk memusnahkan wajah bahagia mereka.

Tok tok tok...

Suara ketukan pintu menyadarkan Zafier dari lamunannya.

"Masuk!" tanpa melihat ke arah pintu itu Zafier berkata.

"Maaf, Pak, Bapak panggil saya? Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Fajar, sekretaris Zafier menyembulkan kepalanya di depan pintu dan menatap sang bos yang sedang merapihkan mejanya.

Zafier memang lebih memilih sekretaris laki-laki daripada perempuan? Sebab, itu akan memudahkan Zafier karena tidak akan ada sekat yang mempersulit interaksi mereka, lain halnya jika ia memiliki sekretaris perempuan, ia memiliki batasan untuk tidak terlalu dekat pada lawan jenisnya, menghindari pandangan negatif orang-orang, terlebih lagi jika dia harus berpergian ke luar kota karena tugas kantor bersama sekretarisnya.

"Kosongkan jadwal saya hari ini, saya mau pulang lebih cepat karena ada urusan yang mendesak," titahnya sambil menutup leptop dan beranjak dari kursi putarnya.

"Baik, Pak." Fajar mengiyakan dan membiarkan bosnya keluar ruangan. Melewati dirinya.

Melangkah dengan pikiran yang masih berkelana memikirkan pertemuan nanti, langkah Zafier terhenti saat dia mendengar nada dering dari ponselnya, dan nama Ibunya muncul dari layar pipih itu. Zafier bisa menebak alasan Ibu menelponnya, mungkin ingin mengingatkan dirinya tentang pertemuan nanti malam. Tidak punya kesempatan untuk mundur lagi, Zafier menggeser tombol hijau pada layar ponselnya sebelum sesudahnya helaan napas lelah mengembus dari bibirnya.

"Assalamualaikum Bu ..."

"Waalaikumsalam, Nak. Ibu mau ngingetin kamu, jangan lupa hari ini kita akan ke rumah calon istrimu?"

Benar kan dugaannya?!

"Iya Bu, ini Zafier juga udah mau pulang." Sambil mencari keberadaan mobilnya Zafier menjawab.

"Yaudah kalau gitu Ibu tunggu di rumah."

Usai mengucapkan salam Ibu memutuskan sambungan telponnya. Menyisahkan Zafier yang masih tampak dengan keraguannya, namun tak memiliki kendali apapun lagi untuk mundur.

🍃🍃🍃

Sudah sepuluh menit berlalu Zafier telah siap dengan penampilannya yang maskulin, setelah bersih-bersih dan melaksanakan ibadah sholat maghrib. Pria itu memandang dirinya di depan cermin. Sebuah senyum tipis tampak tercetak di bibirnya, dengan menggunakan baju koko berwarna biru serta celana bahan berwarna hitam membuat penampilannya terlihat sangat tampan. Perlahan senyum itu luntur seketika, melihat dirinya yang akan mengkhitbah seorang gadis yang tidak ia kenal bahkan belum pernah ia temui sebelumnya. Ini bukan impiannya, harapan yang sebenarnya adalah ia ingin mengkhitbah seorang gadis yang ia cintai.

Jodoh untuk Zafier (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang