Rangkaian Tragedi

214 31 49
                                        

.
.
.
.
.
Masih membalik lembaran kertas di depannya, di mana kisah sang tokoh mulai mengalami kemalangan bertubi-tubi.
Tertawa kecil, pria itu tak bisa menahan senyum karena bagaimanapun juga, jenis tragedi yang digambarkan dalam buku ini nampak begitu picisan, tapi entah mengapa terasa wajar dan nyata. Mulai dari ditinggal kekasih, lalu kekasihnya tersebut malah bersama sahabat dekatnya. Atau saat di mana si tokoh utama tiba-tiba bertemu kawan lama yang sudah lama tak menjalin hubungan dan mereka kembali dekat.

Di halaman 71, satu kalimat lagi menggelitik hati Chanyeol yang kini telah menghabiskan separuh cangkir teh lemonnya.

"Memang lebih baik begini. Kita dua sisi koin tragis yang sama, kita bahkan seperti sudah terhubung sejak sebelum kita bertemu."

Dua sisi koin tragis yang sama, berbagi takdir pedih yang tak berbeda dan benar mereka seperti sudah dan tetap terhubung, walau sudah terpisah dan kini belum dipertemukan kembali. Chanyeol merasa kisah tokoh Erza Faulker ini mirip dengannya, yang mungkin sekarang belum menemukan dia yang menghilang dan pergi, namun rasa terhubung itu tak pernah hilang.
Lucu, bahkan saat membaca buku ini, Chanyeol merasa orang itu ada di jalur yang sama dengannya.

Bagaimana pula ia merasakan tragedi-tragedi yang telah terjadi hingga membuat mereka semua mengalami kegilaan seperti ini.
Memilih untuk meninggalkan sangkar yang memenjarakan mereka seumur hidup dan akhirnya lepas tanpa diketahui jejaknya sama sekali.
Mungkin untuk Chanyeol, satu dua orang suruhan sang ayah masih mengikutinya dalam diam, tapi untuk orang itu.., tak ada satu orangpun yang tahu ia dimana.

Dua tahun Chanyeol mengejar, tiap jejak kecil akhirnya membawa si pria tinggi ke kota ini.
Chanyeol masih ada di sekitar Peru satu bulan lalu, saat tiba-tiba Sehun mengiriminya pesan, sebuah foto surat kabar yang menuliskan artikel tentang bunga purple mountain saxifrage di pegunungan Alpen yang mulai punah.
Bukan artikel itu yang membuat mereka semua menggila, melainkan foto samar seorang pemuda Asia yang tengah berjalan di trotoar dekat jalan masuk kota.

Tak begitu jelas, namun mereka yakin itu dia, itu Donghae. Sahabat mereka yang akhirnya memilih pergi setelah kematian Hyeoyon dua tahun lalu. Dipukul rasa kecewa terhadap segala hal di lingkungan mereka yang begitu gila, Donghae melangkahkan kaki keluar istananya.

Chanyeol menutup buku itu pelan, memandang Alpen yang berdiri kokoh di sebrang sana.
Awal sampai di sini, pria ini begitu menggebu-gebu, berlarian ke sana-kemari untuk menanyai setiap orang yang mungkin tahu dimana Donghae berada, namun kemudian ia memilih untuk beristirahat saat bertemu dengan Adam yang saat itu baru kembali dari lembah Alpen dengan pakaian tebal yang sudah sedikit robek di sana-sini.

Adam mengajak Chanyeol pindah penginapan, ke tempat Sarah. Awalnya Chanyeol memilih untuk stay di hotel yang sedikit jauh.

Chanyeol menceritakan bagaimana ia akhirnya menjadi seorang pengelana yang sudah hampir menjelajahi Eropa selama hampir satu tahun terakhir, tahun pertama Donghae pergi Chanyeol pergi ke Asia Tenggara namun tak mendapatkan apa-apa. Dan sepertinya Eropa memberi harapan cukup besar untuk bisa kembali bertemu dengan Donghae.

Adam pernah bertanya, kenapa berusaha begitu keras hanya untuk menemukan satu orang? Dan entah karena apa Chanyeol mengatakan bahwa ini semua karena hatinya telah dibawa pergi oleh orang tersebut, jadi kini Chanyeol sedang berusaha untuk mengambilnya lagi.
Saat mendengar hal tersebut Adam hanya tertawa, kemudian menyarankan Chanyeol untuk beristirahat, sebagai seorang fotografer Adam juga menjunjung tinggi romantisme macam itu, tapi dalam romantisme selalu ada satu faktor ajaib bernama takdir.

Adam meminta Chanyeol untuk sedikit menikmati waktu, bukan hanya sekedar beristirahat, namun juga membiarkan sang takdir menjalankan tugasnya.
Jika sejak awal orang itu ingin ditemukan, maka pasti ia tahu bahwa Chanyeol sudah semakin dekat.

ESCAPE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang