Satu Simpul di Tengah Jalur

194 31 24
                                    

.
.
.
.
"Sarah akan pulang sebelum larut malam." Chanyeol dan Adam berada di depan perapian, sementara Chris sudah berangkat tidur setengah jam lalu.

Adam membawa kameranya, membersihkan lensa, sementara di tangah Chanyeol masih ada si buku tebal temuannya tadi pagi.

"Ku pikir Nyonya Sarah akan menginap, bukankah berbahaya pulang di malam yang sedingin ini?" Chanyeol

"Aku tak tahu, mungkin Sarah khawatir pada Chris" jawab Adam.

"Apa tempatnya jauh? Perlukah kita menjemputnya?"

Adam tertawa, Chanyeol sangat lucu saat mengkhawatirkan sesuatu.
"Kapan kau akan berhenti menjadi terlalu pemikir macam itu, Loey..?
Apa kau selalu seperti ini?
maksudku kau bahkan mencari seseorang sampai dua tahun, hingga sampai di tempat yang ribuan mil jauhnya dari rumahmu. Apa kau selalu sepeduli ini pada orang lain?"

Chanyeol menoleh, mengalihkan pandangannya yang semula menatap Adam, kini berganti memandang perapian yang menyala.

"Tidak, aku dulu hanyalah seorang apatis brengsek yang hanya tahu cara mencari dan menghabiskan uang. Tapi setelah segala hal yang terjadi di tempat yang tadi kau sebut rumah, aku memutuskan untuk melupakan bagaimana diriku di masa lalu.
Bisa dibilang, aku tak pernah terpikir akan jadi seperti ini sebelumnya" Ucapan Chanyeol terjeda, "Rasa bersalah menggerogotiku, hingga tanpa sadar kini aku sudah di sini. Untuk menghubungi sahabat-sahabatku yang lainnya saja aku merasa malu, karena masih tak menemukan apapun tentang dia." Lanjut Chanyeol kemudian.

Adam mengangguk.

"Kau tak berpikiran untuk menyerah saja?." tanya Adam lagi.

"Apa kau pernah meninggalkan dunia fotografi hanya karena tak menemukan objek yang kau cari?
Orang yang mengerti nilai romantis sepertimu tak akan melakukannya, Adam.
Dan sepertinya aku pun menjadi seperti kau."

"Kata-katamu menusukku, Loey."

"Itu pujian, bukan kata tajam.
Kau harusnya senang, bukannya terluka."

"Hahaha... Kau pandai sekali."

"Kau selalu lupa bahwa aku ini bagaimanapun juga seorang pengusaha, mulutku sudah di desain untuk mengatakan hal-hal manis."

"Kau hanya pengangguran sekarang, jangan terlalu menyombongkan diri."

Chanyeol tertawa, kini sangat lepas.

"Kau benar, Adam.
Hah...sudah dua tahun ternyata aku menjadi pengangguran."

"Loey, jika ingin berhenti..."

"Aku sudah sejauh ini, mana bisa aku berhenti?"

"Sigh.., kalian seperti tengah bermain petak umpet."

"Petak umpet tak buruk juga."

"Ya.., terlebih lagi karena kalian sama-sama keras kepala."

"Kau sangat mengenalku, Adam."

Adam tersenyum, hangat.
.
.
.
.
Setengah jam kemudian, Adam berdiri.
Membuat Chanyeol yang asik dengan buku yang ia baca menoleh.

"Aku ingin keluar sebentar, kau mau beberapa beer?."

"Tidak, aku berhenti minum sama sekali."

"Oh, aku lupa..
Sarah bilang kau penggila teh sekarang."

"Sarah benar."

"Kalau begitu, kau mau sesuatu untuk dimakan?"

"Tidak, terimakasih.
Tapi bukankah dingin di luar sana?"

ESCAPE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang