2. Bullying Case

38 4 3
                                    

Akhirnya aku sampai di halaman sekolahku. Aku tersenyum tipis saat memperhatikan gedung itu. Aku berdoa dalam hati, semoga hari-hariku akan baik-baik saja selama ada di dalam sana.

Aku berjalan masuk ke dalam gedung sekolah dengan percaya diri. Tanpa menyadari, bahwa aku telah menjadi pusat perhatian semua orang hari ini.

°°°

Aku sampai di depan ruang guru. Tak sulit menemukan ruangan ini, karena ayah bilang letaknya ada di lantai satu.

Pintu ruang guru terbuka lebar. Aku pun langsung masuk tanpa suara. Namun, seorang guru laki-laki menyadari kehadiranku. Dari wajahnya, aku bisa tahu kalau guru itu masih sangat muda. Aku tebak, umurnya tidak lebih dari 28 tahun.

Guru itu meghampiriku dengan senyuman lebar. Lalu, bertanya padaku, "Maaf, ada yang bisa saya bantu?"

Beberapa guru menoleh sejenak untuk melihat dengan siapa sang guru bicara. Namun, setelah melihat kain yang aku pakai di kepalaku, mereka memperhatikanku lebih lama.

"Hm, saya murid baru, Pak. Saya disuruh ke sini sama ayah saya buat nanya tentang kelas baru saya." Jawabku.

"Oh, kamu Elsa Ra-ra..."

"Rahma, Pak." Sambungku.

"Oh, iya. Itu maksud saya. Kamu murid pindahan dari Indonesia, ya?"

"Iya, Pak."

"Kok udah pinter bahasa Korea?"

"Saya udah tinggal di sini kurang lebih selama setahun, Pak. Saya juga ikut kursus bahasa sejak datang ke sini."

"Oh, gitu."

Aku diam, menunggu guru itu melanjutkan bicara.

"Kamu ke sini sama siapa?"

Aku memutarkan bola mataku, jengah. Ayolah, aku hanya ingin tahu dimana kelasku. Jujur, aku benci basa-basi.

"Ayah."

"Terus, ibumu?"

Ah, aku kesal sekali. Baru kali ini aku bertemu dengan orang suka bertanya tentang sesuatu yang tidak penting. Aku kira, orang-orang di sekolah ini tidak akan peduli dengan hal-hal seperti itu.

Aku memaksakan senyum, lalu berkata, "Pak, tolong kasih tahu saya. Wali kelas saya yang mana, ya? Saya mau nanya sama beliau, saya masuk kelas yang mana. "

Guru itu nyengir kuda, sedangkan aku tetap diam menunggu jawaban.

"Nama saya Jung Hee Kyung."

Aku mengerutkan dahi, tidak mengerti.

"Saya wali kelas kamu."

Aku membulatkan mataku. Jika aku tahu kalau Pak Hee Kyung adalah wali kelasku, aku pasti tidak akan bertindak begitu.

"Saya minta maaf, Pak. Saya nggak tahu." Aku menundukkan setengah badanku.

"Minta maaf buat apa?"

"Hm, pokoknya saya minta maaf aja, Pak." Jawabku, kebingungan.

Pak Hee Kyung tertawa, sedangkan aku masih menundukkan kepala.

"Kalau gitu, ayo ikut saya. Kita ke kelas barumu sekarang."

Aku mengangguk, lalu mengikuti langkah Pak Hee Kyung menuju lantai dua.

°°°

"Selamat pagi, Anak-anak!" Salam Pak Hee Kyung setelah masuk ke dalam kelas.

Kelas yang mulanya ramai, seketika hening. Anak-anak kembali duduk di tempat masing-masing.

The Moment With 131Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang