**
"Mereka pada ke mana sih?" Bright merengut, tangannya sibuk mengirim pesan kepada Win, Mike dan Gun sementara kakinya tak berhenti melangkah ke sana kemari. Gun dan Mike seharusnya sudah menjemput Win di kantornya sejak tadi, namun setelah sejam berlalu, ketiganya belum kunjung muncul. Penyesalan selalu datang belakangan. Seharusnya tadi dia menjemput Win bukannya membiarkan kedua sahabatnya itu yang menjemput Win. Sekarang Bright diliputi rasa khawatir apalagi bila mengingat kejadian saat Win jatuh dari grab.
"Duduk dulu, Bright. Gue pusing lihat lo mondar-mandir." protes Pluem, "Mereka lagi di jalan. Macet kali."
"Harusnya nggak selama ini kan?"
"Ye siapa yang ngeharusin? Namanya macet kan bisa berjam-jam."
"Udah, udah ah." Khao yang sejak tadi murung karena penerbangannya diundur, merasa kesal mendengar perdebatan Bright dan Pluem, "Gue yang mau berangkat, kok lo yang ribet sih Bright? Gue kesel banget nih delay tiga jam."
Tangan JJ terulur, menarik Khao dalam pelukannya lantas mengusap punggung kekasihnya itu, "Sabar, sabar. Lo tambah gemes kalo ngomel, ngerti nggak?"
"Woi," Pluem menahan tawa, "Baru kali ini gue lihat JJ mesraan sama Khao. Biasanya Bright sama Win."
Bright memutar bola mata, "Gue jarang mesraan di depan umum ya."
Baru saja Pluem membuka mulut untuk membantah ucapan Bright, terdengar langkah kaki tergesa-gesa yang diiringi dengan teriakan Tunggu gue, yang mengakibatkan berpasang-pasang mata tak luput memperhatikan arah asal suara. Tiga sosok bertubuh tinggi besar itu berlari ke arah mereka. Mike, Win dan Gun yang membawa dua kantong plastik, entah berisi apa. Kedua mata Khao membulat dan berbinar, ketika melihat ketiga sahabatnya akhirnya datang.
"Sori banget, ini semua gara-gara Mike." Terengah-engah, Win mengatupkan tangan kepada Khao dan JJ.
"Kenapa dia? Lelet nyetirnya?" Khao berlagak kesal, padahal sebenarnya sejak tadi dia sangat mengharapkan kedatangan mereka bertiga.
"Bukaaaan," Gun lantas menunjukkan dua kantong plastik yang sejak tadi dia bawa, "Ibunya Mike masak kue-kue dulu. Katanya buat camilan Khao dan JJ selama di pesawat."
"Mama gue masak lama banget, coy. Terus ya gue udah buru-buru gitu, eh nggak dibolehin berangkat." Mike tidak kalah kesal dengan sikap ibunya. Meskipun niatnya baik, namun hampir saja mereka gagal mengantarkan Khao dan JJ seandainya pesawatnya tidak ditunda.
JJ menatap kantong plastik penuh makanan itu dengan bingung, "Mama lo suruh gue abisin makanan sebanyak ini? Lo pikir gue sama Khao mau piknik?"
"Ih udah deh, terima aja. Kali aja besok lo belum sempat stok makanan di kos."
"Tau nggak, untung pesawatnya delay. Coba nggak, pasti gue sama JJ udah berangkat." Baru kali ini Khao menunjukkan emosinya di depan teman-temannya. Pemuda itu memang terbiasa berbicara tanpa filter, namun jarang sekali marah secara terang-terangan.
"Sori banget, Khao." Win memeluk tubuh pemuda yang lebih kecil darinya itu lalu mendekapnya erat hingga Khao kesulitan bernapas. Ketika Khao mencubit lemak di pinggang Win, barulah dia melepaskan dekapannya sambil terbahak-bahak.
"Sengaja ya lo?" Khao mendengus pelan, "Tapi gue bakal kangen bayi besar kayak lo sih, Win."
Win berakting terkejut, "Bayi apa? Gue bukan bayi."
KAMU SEDANG MEMBACA
[Brightwin] Mulai Sekarang Kita Tinggal Bareng - Season 2
FanfictionIni adalah kelanjutan kisah cinta Bright dan Win. Tentu saja masih tetap dipenuhi kerecehan dan kebucinan mereka berdua. . . Untuk Season 1 nya, bisa kalian cek di wattpad-ku : jawawiya .