002

19.9K 316 4
                                    

Rumah bang Satria hari ini cukup ramai oleh keberadaan sanak saudaranya. Malam ini akan diadakan acara pembacaan Yasin dan Tahlil memperingati 1000 hari kematian orang tua bang Satria. Iya bang Satria adalah seorang Yatim piatu . Orang tua nya meninggal dalam kecelakaan kereta beberapa tahun yang lalu.
Itu sebab nya orangtua ku begitu simpati terhadap bang Satria karena dia sebatangkara disini.

Saat ini aku, ibu dan ayah sedang berada di rumah bang Satria. Sebagai tetangga terdekat tanpa diminta oleh bang Satria ataupun keluarganya kami ikut membantu persiapan acara malam ini.

Ibu sedang membantu menyiapkan hidangan untuk para tamu dan ayah kulihat beliau sedang di depan dengan Oom nya bang Satria. Bang Satria sendiri si tuan rumah tak kelihatan, mungkin sedang sibuk mengurus yang lain.

"Aira tolong bantu susun air kemasan ini di meja bulat sebelah prasmanan ya" tante Tami adik dari almarhumah ibu bang Satria menyodorkan satu dus air kemasan ke tanganku, lumayan berat.
Aku berjalan menuju meja bulat yang berada di ruang tengah tiba tiba bang Satria entah datang darimana merebut dus air yang sedang kubawa.
"eh kok di ambil bang?"

Alis nya berkerut seperti tak senang. "Kenapa gak panggil abang untuk angkat ini? Abang tau ini lumayan berat untuk kamu" katanya sambil belalu menuju meja bulat.
Aduh bang jantungku jadi dangdutan..

***

Acara sudah selesai. Para tamu dan semua saudara bang Satria sudah pulang. Tinggal aku dan ibu yang sedang meletakkan beberapa barang di dapur. Aku sendiri sedang mencuci sendok makan sisa acara tadi.

"Ai ibu pulang duluan ya perut ibu sakit kayak nya tadi kebanyakan makan sambal deh, Satria tante pulang duluan ya" ibu buru - buru pulang setelahnya.

Bang Satria sedang minum teh yang kubuat di meja makan. Wajah nya kelihatan lelah.
"Ai udah malam biar abang aja yang lanjutin kamu pulang aja, pasti capek kamu seharian bantu - bantu disini" ucap bang Satria.

Aku menoleh kearahnya sebentar. "Nggak papa bang ini tinggal dikit lagi, nanggung"
Saat aku selesai membilas sendok terakhir dan menutup keran tiba - tiba air keran langsung menyembur ke arahku.

"Aaaa.. Basah bang" pekikku. Bang Satria segera mendekat.
"Yaampun Ai baju kamu basah semua" katanya terkejut. Aku hanya meringis. Tangannya mengulurkan handuk kering yang diambil dari rak handuk disebelah toilet. Ah ini pasti handuk bang Satria. Wangi bang Satria tercium jelas. Aku menyeka air yang menetes di wajah dan bajuku sampai lumayan kering.

"Bang maaf keran nya rusak gara - gara aku ya" ucapku sambil menunduk.
"Nggak papa Ai memang sudah rusak dan rencana nya mau abang perbaiki tapi lupa terus" ucap bang Satria sambil mengusap wajah nya yang terkena percikan air.
Keran sudah disumbat dan aman untuk sementara waktu, mungkin sampai besok.

Bang Satria meminjam handuk yang ku pegang karena sudah tak kugunakan lagi. Dia menyeka wajah nya. Eh aku baru sadar kami berbagi handuk bersama. Seketika wajahku langsung merona membayangkan yang lebih jauh.

"Eh Ai apa ya yang hinggap di punggung abang?" tanya bang Satria. Wajah nya seperti was - was.
Aku mengecek punggung bang Satria. Oh hanya kecoa ternyata.
"Kecoa bang"

"Usir Ai usir!!" pekik nya sambil menubruk tubuhku dan memelukku erat. Handuk yang tadi dipegangnya sudah terlempar entar kemana. Wajah nya sudah bertengger di leherku. Oh tidak aku ingin pingsan sekarang. Bercanda.
Kuteplak kecoa yang sedang merayap di punggung bang Satria lalu melemparnya ke tong sampah yang berada tak jauh dariku.
"Udah bang, kecoa nya udah gak ada" ucapku sambil mendorong tubuh besar bang Satria. Dia menggeleng keras. Pelukannya masih erat. Aduh kan jadi enak kalau begini..

Setelah kubujuk akhirnya dia mau melepaskan pelukannya dan aku bergegas pulang demi keamanan jantungku.

***

Sepulang dari rumah bang Satria aku langsung ganti baju dengan piama tidur pendek dan tipisku lalu menuju meja di pojok kamar. Membuka laptop dan mulai menggarap novel dewasaku yang akhir -akhir ini tak kusentuh.
Kali ini mood ku sedang bagus dan sedang baik. Tak akan ku sia - siakan kesempatan ini. Tanganku dengan lincah masih terus menari di atas keyboard sambil membayangkan interaksi yang terjadi antara aku dan bang Satria tadi tentunya dengan bumbu- bumbu dewasa yang menyertai.
Aku menekan tombol publikasikan yang berada di pojok kanan sebuah aplikasi membaca dan menulis novel online. Lalu menutup laptopku. Berbeda dengan novel ku yang normal, semua novel dewasa yang kubuat tak berani kubukukan. Aku hanya menulis dan mempostingnya di sebuah platform digital saja. Tentunya dengan akun anonim.

Selesai mengetik novel aku merasa gerah membayangkan setiap adegan yang kuketik barusan. Kubuka pintu geser yang menuju balkon dan aku terkejut melihat bang Satria sedang bertelanjang dada duduk menghadap laptop di balkon seberang. Pemandangan malam yang indah. Dia melihat ku sebentar dan langsung memalingkan wajah nya.

Jarak antara balkon kami tak terlalu jauh tapi juga memiliki jarak yang tak bisa dibilang dekat. Kulihat dia seperti sedang menulis sesuatu di kertas lalu meremas kertas tersebut. Dan melemparkannya kearahku.
Kubuka kertas dari bang Satria. 'Kenapa belum tidur ini sudah larut malam'
Tulisannya bagus sama seperti rupa penulisnya.

Ku ambil pena di kamar dan segera kembali ke balkon untuk membalas nya. 'Aku belum ngantuk bang. Abang sendiri kenapa belum tidur?'
Kulempar lagi kertas tadi ke arah bang Satria dan langsung ditangkap dengan tangan kokohnya. Wah keren! Aku langsung bertepuk tangan dan bang Satria hanya tersenyum menyunggingkan bibir.

'Abang sedang membaca sesuatu, sana tidur anak kecil tidak baik tidur terlalu malam' begitulah pesan balasan yang kubaca di kertas kusut ini. Aku mendengus kesal. Ternyata aku masih saja dianggap anak kecil oleh bang Satria. Padahal orang yang abang anggap anak kecil ini sudah bisa membuat anak kecil juga.
Segera kubalas perkataan bang Satria di kertas itu. 'Iya deh yang udah besar. Tapi aku belum ngantuk dan emang belum mau tidur bang. Oiya aku udah besar tauu udah 23 kok abang bilang anak kecil sih!'

Kulihat bang Satria menaikkan alisnya membaca balasan dariku. Tak lama dia kembali menyoret - nyoret kertas yang menjadi media pesan kami lalu terkekeh pelan. Dan setelahnya dia langsung melemparkan kembali kertas itu padaku.
'Iya deh iya kamu sudah BESAR sampe abang bisa lihat sebesar apa kamu dari balik baju tidur tipismu itu hahaha'

Astaga! Aku langsung masuk ke kamar dengan wajah merah padam. Aduh kok bego sih Aira kenapa gak sadar pakai baju tidur tipis begini di depan bang Satria!!

TBC

Gimana? Lanjut atau nggak? Tolong kritik dan sarannya 🙏

06-02-21

Tetangga Ku Cinta KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang