008

9.7K 193 36
                                    

Aku terbangun saat jam di dinding menunjukkan pukul 2 siang. Kulihat bang Deri sedang duduk termenung di sofa.
Wajahnya terlihat.. Ah susah untuk ku deskripsikan. Intinya dia tampak kacau.

"Bang kenapa?" Uh sial. Suaraku terdengar sangat serak karna baru bangun tidur.
Dia menoleh kearahku dengan ekspresi wajah yang terlihat kaget. Ada apa sih?

"Oh kamu udah bangun Ai, gimana tidurnya nyenyak?" Tanya bang Deri. Dia tidak menjawab pertanyaanku. Entah sengaja atau memang tak sadar.
"Iya nyenyak kok, tadi aku mimpi indah hehe" aku tersenyum malu mengingat mimpiku tadi.
Wajah bang Deri tampak memerah. Ku tempelkan tanganku di kening bang Deri. Tidak panas, aneh aku kira dia demam.
"Ih muka abang merah kirain aku demam loh" ucapku.
"Nggak kok abang baik-baik aja Aira ku yang manis!" Pipiku di cubit pelan oleh bang Deri. Menyebalkan.

Aku kembali teringat dengan mimpiku tadi. Berharap kalau itu tak hanya sekedar mimpi. Tapi mana mungkin karena saat ini hubungan kami sedang tidak baik-baik saja. Ah aku sendiri pun bingung apa kami punya hubungan atau tidak. Sangat tidak jelas, tapi yang jelas aku suka berada di dekat bang Satria.

***

Jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Aku masih belum bisa tidur. Entah kenapa insomnia menjangkitiku malam ini. Segala cara untuk mendatangkan rasa kantuk sudah ku coba. Aku ingin sekali tidur tapi mataku tak mau terpejam.
Aku menuju balkon kamar sambil membawa komik.
Posisi tubuh sudah nyaman rebahan di sofa, komik sudah di tangan dan saat nya rileks agar rasa kantuk segera datang. Pikirku.
Aku punya kebiasaan yang sedikit aneh sebenarnya. Aku belum bisa tidur kalau belum membaca sesuatu entah itu komik, novel atau bacaan apapun. Sudah terbiasa sejak kecil seperti itu dan berlanjut hingga saat ini. Kalau sedang sangat lelah baru aku bisa tertidur tanpa harus membaca sesuatu terlebih dahulu.
Saat sedang asik membaca komik detective remaja yang berubah wujud menjadi anak kecil tiba2 jidatku di lempar oleh sesuatu.
Gumpalan kertas. Bang Satria pelakunya.

'Abang rindu kamu Aira' begitu lah isi dari kertas itu. Seketika hatiku langsung merasa berbunga-bunga.
Dasar hati murahan mudah banget baper!

'Ucap seorang buaya darat' tulisku sebagai balasannya. Dan ku lemparkan gumpalan kertas itu ke balkon sebrang. Tampak alis bang Satria mengerut membaca tulisanku dan segera ia menuliskan balasan di kertas tersebut.

'Turun ke gazebo belakang sekarang yuk, abang mau menjelaskan sesuatu. Sekaligus mau mengobati rindu.' kulihat bang Satria memandangku dengan wajah penuh harap. Aku mengangguk kan kepala sebagai balasannya.
Aku segera turun ke bawah melewati dapur menuju gazebo di bagian belakang rumahku. Ibu dan ayah saat ini pasti sudah tidur dengan nyenyak di kamar mereka.
Bang Satria sampai duluan. Dia ganteng banget malam ini!
Baju kaos hitam yang mencetak bentuk tubuhnya sangat membuatku tidak fokus.
Tanganku segera ditarik bang Satria untuk duduk di sebelahnya. Tangan nya dengan sigap segera menyampirkan sebuah selimut yang lumayan tebal di bahu kami berdua.

"Aira akhirnya kamu mau ketemu abang. Tolong katakan semua unek-unek yang ada di kepalamu untuk abang, abang gak mau kamu diamkan lagi. Rasanya sesak dada abang kamu diamkan seperti itu." Ucap bang Satria dengan wajah serius. Aku bingung harus merespon bagaimana.

"Bang, Ai pikir abang ngerasa menyesal dengan yang kita lakukan kemarin kan? Itu yang bikin Ai ngerasa sakit hati. Seperti abang gak menginginkan hal itu terjadi." Ucapku sambil menunduk.
Bang Satria menggeser posisi duduknya sehingga kini ia berhadapan denganku. Menangkup wajahku dengan kedua tangan lalu menatapku dalam. Aku jadi deg-deg an ditatap dengan intens seperti ini.

"Buang fikiran gak berguna seperti itu. Kalau dibilang abang menyesal sebenarnya iya. Tapi juga tidak. Menyesalnya karena sudah melakukan hal tidak terpuji terhadap kamu sebelum waktunya, dan juga abang tidak menyesal karena abang melakukan itu dengan kamu, orang yang abang mau untuk menjadi teman hidup abang selamanya."

Deg!
Jantungku langsung berdetak dengan kencang dan cepat. Apa benar perkataan bang Satria? Ini bukan halusinasiku saja kan?

"Abang serius?" Tanyaku dengan suara tercekat. Bang Satria mengangguk dengan mantap.

"Udah ya kamu jangan banyak mikir hal yang nggak berguna kayak tadi, abang frustasi jauh dari kamu beberapa hari ini. Entah sejak kapan interaksi kita menjadi candu untuk abang." Ucapnya sambil menggenggam erat kedua tanganku.

"Iya bang, terus sekarang kita gimana?" Tanyaku ingin memastikan hubungan yang samar diantara kami.

Bang Satria tersenyum mendengar pertanyaanku.
"Kamu milik abang, dan begitu juga sebaliknya." Ucapnya tegas.

TBC

Aloo teman-teman😅
Maafkan aku baru muncul lagi :(
Jujur aja aku ngestuck dengan cerita ini. Bingung mau ngelanjutin nya karena idenya gak ada. Aku waktu buat cerita ini tuh spontan aja gitu gak ngerangkai alur nya gimana, cuma menuangkan apa yang ada di fikiranku aja. Maaf kalo bab ini gak nyambung dan gak ngerasa feel nya, aku minta maaf banget😩
Maaf juga lama update dan membuat teman-teman yang baca jadi penasaran :(
Sampai jumpa kembali di bab selanjutnyaa




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tetangga Ku Cinta KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang