Nabila berjalan beriringan dengan Taki hingga akhirnya berpisah di tangga menuju kelasnya. Sepertinya mood Taki sedang sangat baik (bisa jadi karena telah membuat kakaknya kesal). Terlihat dari kelakuannya yang sempat melambaikan tangan sambil tersenyum. Lucu sekali sampai rasa-rasanya Nabila ingin berbalik dan mencubit pipinya karena gemas. Untung saja ia masih bisa menahan keinginannya dan memilih untuk hanya balas melambai dan tersenyum juga. Fakta dia berangkat sekolah dengan Niki yang sudah terkenal bahkan sejak sebelum ia masuk ke sekolah ini saja sepertinya sudah membuat beberapa orang yang tadi ada di sekitar gerbang, termasuk kakak-kakak kelas, memandangnya penasaran. Apalagi berita bahwa seorang Juan – perwakilan sekolah baik untuk kompetisi dance dan taekwondo tingkat nasional, yang merekrut Niki langsung ke dalam klub dance bahkan sebelum open recruitment dibuka juga sudah menyebar luas ke seantero sekolah. Ia tidak mau tambah menarik perhatian dengan mencubit pipi Taki di depan umum.
Dipikir-pikir juga, walaupun Niki seterkenal itu di sekolah bahkan hanya dalam waktu empat hari sejak ia pertama masuk orangnya sendiri malah tidak sadar, entah mengapa membuat Nabila menjadi semakin kesal mengingatnya.
Nabila menghela napas. Ia berusaha mengabaikan tatapan-tatapan ingin tahu orang-orang yang seolah mengikutinya dari gerbang tadi. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian. Lagi, bukan maunya untuk menarik perhatian dengan nebeng mobil ayah Taki ke sekolah. Kalau saja kakaknya tidak mencari gara-gara, pasti dia bisa berangkat sekolah naik angkot seperti hari-hari biasanya.
Nabila berdecak kesal mengingat kejadian tadi pagi.
Pagi tadi, tepatnya jam 6 lebih sedikit, ia sudah siap berangkat ke sekolah. Bahkan ia sudah berseragam lengkap, dengan kaos kaki putih semata kaki dan nametag yang menggantung di lehernya. Harusnya ia tinggal berjalan ke depan kompleks dan naik angkot yang lewat menuju sekolahnya seperti biasa. Tapi sebagaimana penyakit beberapa orang yang sakit perut setiap sudah berpakaian rapi, Nabila juga ketepatan sial sehingga ikut mengalaminya pagi itu. Dalam hati ia mengutuk ayam geprek yang dibelikan kakaknya semalam. Padahal salahnya sendiri yang tetap memakannya dengan semangat walau sadar kalau biasanya ia tidak kuat makan makanan pedas.
Buru-buru ia melepas kembali sepatu dan kaos kakinya, melempar tas dan nametag-nya asal dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Well, sebenarnya sakit perut sebelum berangkat sekolah masih bisa ia terima karena jauh di dalam lubuk hatinya, ia sadar kalau itu salahnya sendiri. Tapi di sinilah bagian paling menyebalkan dari cerita pagi Nabila Hilman sebelum berangkat sekolah.
Sebelum ia sampai di depan kamar mandi, ia menangkap presensi kakaknya, Reyhan Jayadi Hilman yang juga menyadari keberadaannya hanya sepersekian langkah dari kamar mandi. Di pundaknya ada handuk biru kesayangannya dan orang bodoh juga tahu kalau Jay mau mandi.
"KAK STOP STOP GUE CUMA BENTAR."
Tapi cowok dengan rambut acak-acakan khas bangun tidur itu tidak mau mendengar, malah menutup pintu kamar mandi tepat di depan wajah Nabila. Ia meneriaki kakaknya marah sambil menggedor pintu kamar mandi dengan brutal. Tapi yang ada di dalam sana malah tertawa jahat sambil sengaja menyalakan shower agar tidak mendengar kegaduhan di luar, membuatnya tambah kesal.
"Allahu Biya kenapa, sih, berisik banget. Kalau sampai pintunya rusak nanti mama lagi yang susah."
"Kakak nih, Maa. Biya nanti telat ke sekolah gimana?"
"JAYA NGALAH DULU LAH SAMA ADEKMU INI DIA MAU SEKOLAH."
"JAY JUGA MAU KULIAH, MA."
Mama menghela napas. Kadang ia pikir anak-anaknya akan berubah saat mereka besar. Maksudnya berubah menjadi lebih tidak kekanak-kanakan sampai berebut kamar mandi seperti ini. Tapi tetap saja tiada hari tanpa ada yang berteriak membuat gaduh seisi rumah. Padahal mereka cuma bertiga tapi kadang mama tidak bisa membedakan mana rumahnya mana pasar. Rasa-rasanya kerutan di wajahnya selalu bertambah dari hari ke hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
kintsugi
Fanfictiontransform something broken into something beautifully broken