2

125 16 4
                                    

"Ki.."

"Hm."

"Lo yakin baik-baik aja?"

Taki memutar bola matanya malas. Terhitung sudah lebih dari 5 kali kakaknya bertanya pertanyaan yang sama. Kendati upacara pembukaan MPLS masih belum selesai, Taki menoleh ke belakang, di mana Niki juga sedang berdiri tegak mengikuti upacara.

"Emangnya gue kelihatan sakit?"

Niki memiringkan kepalanya.

"Wajah lo kayak orang ngantuk."

"Oke, kalo itu bener."

"Serius, deh, dek. Kalo sakit jangan diem-diem aja. Kalo lo pingsan nanti gue juga yang lo tindihin."

"Ck, iya iya."

"Btw, Ki. Mending lo ke UKS aja ga, sih."

"Gue ga sakit!"

Taki kembali menekankan kata-katanya tapi masih dengan suara pelan.

"Mending di UKS tauk. Malesin banget, dah tau panas malah dilama-lamain ceramahnya. Lo duluan pura-pura sakit nanti agak lamaan gue juga bakal pura-pura, nyusul lo."

Taki kembali menoleh ke belakang dengan tatapan mencela.

"Kalo pura-pura sakit nanti sakit beneran loh, bang."

"Nggak pura-pura deng jatohnya. Kalo kepanasan terus berdiri lama-lama, punggung gue pegel. Lo juga kan?"

"Ayolah, dek. Atau gue duluan, nih, yang mundur? Lagian lo ga bosen apa? Mending tidur, kan. Katanya lo tadi ngantuk."

"Hhh tapi-"

"Mentang-mentang baris belakang terus kalian bebas ngobrol sendiri gitu?"

Keduanya terkejut, mendapati kakak pengawas sudah ada di dekat mereka, membawa wajah galak. Niki merapatkan bibir sedangkan Taki buru-buru menghadap ke depan.

"Kalo gue denger kalian  berisik lagi, bener-bener gue hukum, ya."

Mereka menghela napas setelah orang itu berlalu, kembali berusaha fokus mendengarkan sambutan kepala sekolah, yang entah akan berakhir kapan. Niki saja bisa menghitung, sudah lebih dari lima kali kepala sekolah mengulang kata 'selamat datang' dan 'anak-anak yang saya banggakan'. Ia yakin guru-guru yang ikut berbaris di sebelah podium pasti juga mengomel dalam hati, apalagi anak-anak yang bernasib sama sepertinya, terjebak di bawah sengatan matahari. Dari dulu, Niki selalu benci hari senin karena ia benci upacara.

Karena terlalu bosan, iya kembali mencolek bahu Taki.

"Bang, diem."

"Ke kamar mandi deh yuk, Ki. Nanti balik kalo upacaranya tinggal sebentar."

"Bang, kalo mau dihukum jangan ajak gue, please."


















-

















Pada akhirnya, mereka berdua tetap mendapat hukuman.

Karena ternyata, nametag yang sudah susah payah mereka print dan mereka laminating, salah. Dalam peraturan, nametag harus digunting mengikuti bentuk yang sudah ditentukan, sedangkan yang mereka pakai adalah nametag yang belum digunting alias berbentuk kotak polos biasa. Kemarin sebenarnya Kei sudah bertanya untuk memastikan tentang bentuk pasti nametag yang dimaksud tapi mereka terlalu malas untuk mengecek ulang. Dari tadi pagi, mereka juga sudah menyadari kalau nametag mereka beda sendirian. Tapi mereka tidak tahu kalau bisa sampai dihukum.

kintsugiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang