goresan 08

19 4 8
                                    

"Nath, pulang nanti jalan yuk?"

Aku yang sedari tadi fokus menulis apa yang dikatakan oleh guru yang sedang mengajar kini berbalik menatap Nana, "Masih lama juga, udah dipikirin"

"Kan udah jam terakhir, Nath"

"Sama aja"

"Biarin. Ayo ya ya ya"

"Mau ngapain?" Aku kembali fokus ke buku. Jangan tanyakan Nana, soalnya daritadi dia tidak mencatat apapun. Anak itu selalu mengandalkan catatanku kawan-kawan. Makanya aku harus rajin-rajin mencatat demi dia.

Eh, kenapa juga aku melakukannya?

"Jalan, kita me time"

Aku mendengus, "Mana ada me time berdua"

"Oh berarti our time ya?"

Aduh Na Jaemin. Tolonglah kasihani jantungku.

"Ga tahu" Aku menggeleng menundukkan kepala. Ada saja perkataan atau perlakuan Nana yang berhasil menghasilkan semburat merah di kedua pipiku.

Tiba-tiba kurasakan salah satu tangannya memegang daguku lalu mengangkat pelan wajahku menghadapnya. Kedua manik mata indahnya menatapku dengan tatapan yang selalu kusukai.

"Cie pipinya merah"

Atensiku yang terjebak dalam pesonanya dalam beberapa detik seketika buyar ketika dia mengatakan itu menarik senyum simpul di wajahnya. Spontan aku menghempas tangan yang memegang daguku.

"Apasih ah!" omelku

Nana tertawa melihat tingkah malu-maluku. Dasar anak ini. Dia tidak takut dengan guru yang tengah mengajar di depan papan tulis.

"Diam! Perhatiin sana!" titahku. Karena saat ini sudah kurasakan jantungku sudah tak karuan melihat gelak tawanya yang indah.

Dengan masih memegang perut, dia berusaha meredakan tawanya. Nana mengontrol pelan tawanya agar tidak diomeli guru tentu saja. "Mukanya lucu hahahahaha"

Sialan dia tertawa lagi.

Aku langsung memegang kedua pipinya menghadapku dengan erat, hingga bibirnya berbentuk seperti corong bebek. "Diam" ucapku dengan menghadiahinya tatapan tajam.

Dia mengerjap lucu beberapa kali, lalu mengangguk cepat seperti anak kecil. Aku melepaskan kedua tanganku dan lanjut fokus ke catatan yang sempat kutinggal.

Jantung yang kukasihani semakin berdetak hebat tak karuan saat Nana mendekat. Tebak apa yang dilakukannya? Dia menempatkan kepalanya di atas mejaku dan menatap wajahku dari bawah.

"Ngapain sih?" tanyaku risih. Bukan risih sebenarnya, ini dalih agar dia tidak tahu kalau saat ini aku sedang salah tingkah.

Tidak menjawab, Nana justru tersenyum manis menatapku membuat jantungku setelah sekian kalinya ingin melompat dari tempatnya. "Ngapain ih"

"Cantik"

"Hah?"

Percayalah kawan, kata 'hah' adalah caraku untuk menyembunyikan salah tingkah.

"Kamu cantik"

"Dih"

"Natha cantik"

"Iya tau"

"Pacarku cantik"

"Hah?!"

Seseorang tolong diriku. Aku tidak salah dengar kan? Dia bilang, p-pacar? PACAR?! APAAN?!

"Kim Natha, tolong jangan berisik di jam saya" teguran guru yang tengah mengajar yang tiba-tiba malah semakin membuat jantungku berdetak hebat.

"I-Iya, maaf" Aku menunduk singkat sebagai bentuk permohonan maaf.

goresan pena, jaemin.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang