NABASTERIAㅡOO7. PELEBURAN NGGAK MUNGKIN TANPA PENGORBANAN
Kak Asa sudah tahu pasti karena Nabastala. Karena frustasi dia telepon Nabastala karena menurut dia mereka berdua punya hal yang harus segera disortir dan dibereskan. Tapi masalahnya, aku benar-benar nggak mau bertemu Nabastala dalam kondisi seperti ini.
"Maaf."
Satu kata yang meluncur dari Nabastala langsung sukses membuatku mendongak dalam air mata.
Nggak tahu apa dibalik kata maaf itu. Tapi di teras rumah yang sepi manusia dan cuman ditemani lampu jalanan yang menyoroti halaman rumah, Nabastala akhirnya menjawab semuanya.
"Kita kayak tinggal di dunia yang berbeda, meski sebenarnya nggak."
Tanpa bisa berkata apa-apa, aku sudah mengerti banget maksudnya Nabastala apa.
"Aku minta maaf banget, aku nggak bisa bawa kamu masuk ke keluargaku. Aku nggak bisa. Aku nggak punya keberanian kayak kamu." Nabastala menggenggam tanganku. "Tapi Asteria Shanna, kamu nggak kurang apapun."
"Dari SMA, yang kupikirkan terhadap kamu nggak pernah berubah."
"We once campaign about racial issue. Dan ironisnya, itu masih terjadi kepada kita. Untuk hubungan serius, hal-hal seperti ini sangat sulit dihilangkan meski kita nggak rasis. Begitu banyak hal yang harus kita buang untuk bersatu. Dan aku nggak yakin apa aku harus membuang keluargaku untuk ini." Nabastala lalu menghela napas berat. "That's why, let's call the whole thing off."
"Sebenarnya, kamu pernah suka nggak sih sama aku?"
"Bukannya aku udah jawab?"
"Aku nggak paham. Jawabanmu berbelit-belit." Aku menatap Nabastala dengan alis berkerut kesal. "Aku butuh iya atau tidak."
Karena ini penting bagiku. Ketika mendengar dari mulut cowok ini sendiri, aku yakin aku akan bisa melupakannya.
"Did you ever like me?" ulangku.
Tapi Nabastala masih nggak bisa menjawab. Namun entah kenapa aku punya firasat kalau diam yang ia rengkuh itu bukanlah 'tidak'. Aku sudah belajar dari banyak dari semesta kalau tidak ada untungnya menerka-nerka.
Tatapan Nabastala tampak sendu. Dia menelengkan kepala, seolah pasrah sekali. Aku nggak tahu, tapi dia tampak sedang menyusun scenario di kepalanya. Atau barangkali dia sendiri bingung apakah dia mencintaiku apa tidak, atau dia hanya bingung bagaimana cara menolakku.
Atau mungkin dia... dia butuh kalimat yang bisa membantunya membuat keputusan agar tak menyesal di kemudian hari.
Barangkali, kalimatku ini akan membawanya pada keputusan semacam itu.
"If you did, I'll wait. I will wait until you are sure about us. We can try. I will wait."
"Shanna, You don't have to wait. It will become meaningless." Entah sudah berapa kali hatiku patah hari ini.
"Untuk peleburan, selalu ada yang dikorbankan." Dia tidak menatapku saat mengatakannya. Matanya berkaca-kaca menatap bulan setengah.
Bulan setengah, bulan yang paling tampak kesepian karena kehilangan setengah sinar yang membantunya selama melewati nila malam. "You don't need to think before falling in love. But you need to think before being in a commitment. Jatuh cinta berbeda dengan komitmen. Banyak hal yang harus diurus untuk itu." Nabastala menatapku lekat-lekat. "Aku bohong, kalau aku bilang aku nggak suka sama kamu."
"Aku suka sama kamu, Shanna. Dari dulu."
Mendadak dadaku seolah kosong melompong. Hampa rasanya. Sudah lama aku menantikan jawaban persis begini, kupikir aku akan sangat bahagia. Tapi mendengar kalimat itu terucap di momen seperti ini, aku malah menjadi sangat sedih dan ingin menangis.
"Family is number one."
Keluarga itu nomor satu.
"Always same reason goes for you, right?"
Pertanyaan Nabastla barusan, aku paham betul. Karena persis itulah yang juga terjadi kepadaku. "Should I still do that?"
"Huh? Do what?" tanyaku.
"Waiting for you."
Dan di situ, bintang bernama harapan seolah jatuh tepat di mataku yang masih berkilat basah. Mendadak asa berkumpul di wajahku, perlahan-lahan.
"But you said it will become meaningless?"
"But it will be worth it. Don't you think so?"
Di detik kalimat itu selesai, tangisku pecah. Kami bertukar tatap penuh air mata yang bodoh.
Dan malam itu, jari bertaut dan bibir kami bertemu. Nabastala dan aku tahu mungkin kita nggak akan punya akhir bersama, tapi perjalanan ini pantas diperjuangkan. Meski takkan ada komitmen pada kisah, kami memutuskan untuk melepas harapan kepada langit malam tanpa berharap adanya keajaiban bak bintang jatuh.
Maaf, butuh waktu lama untuk menyadarkan. Tapi pada faktanya menyatukan cinta memang bukanlah keajaiban, melainkan usaha terbesar yang dikorbankan satu individu demi melebur bersama individu lainnya. []
Kayanya uda ga ada yang baca ya? Wkwkwk😅
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️To Nabastala, I'll Tell the Stars About You | jungri
FanficJika Asteria Shanna ditanya soal momen jungkir balik dalam hidupnya, dia pasti akan menjawab, ketika bertemu cowok itu di usia 17 tahun. Cowok itu. Nabastala Jenggala Lim. Teman sekelas keturunan Cina-Jawa, tubuh tinggi agak kurus. Dan dia... pacar...