[6] Mata Air

19 8 1
                                    

"Maafin Dera Bun," ucap dera sembari menangis terisak saat berlari memasuki kamar tempat Bunda dirawat. Dera langsung memeluk Bunda dengan eratnya meski Dera paham Bunda masih dalam kondisi tidak sadarkan diri, mungkin sedang tertidur, pikir Dera.

Berulangkali Dera meminta maaf kepada Bunda saat itu sampai tangisannya habis karena kelelahan. Dera terus merangkul Bunda hingga akhirnya Dera terlelap dalam kondisi duduk di kursi di sebelah pembaringan Bunda.

-------

Dera terbangun saat merasakan rambutnya seperti dielus dengan lembutnya. Dera paham betul ini pasti tangan Bunda. Dera mengangkat kepalanya perlahan dan dilihatnya Bunda sudah dalam kondisi duduk menatap Dera dengan wajah sedihnya.

"Maafin Bunda ya Ra. Bunda bener - bener khilaf sudah bertindak sejauh itu sama kamu."

Dera tidak menjawabnya. sisa - sisa kekesalan rupanya masih ada jauh di dalam lubuk hatinya. Membayangkan apa yang Bunda lakukan, perlahan namun pasti membuat Dera kembali kesal.

"Warungnya dijual aja ya Ra," ucap Bunda.

Spontan Dera terkejut dan membelalakkan matanya ke Bunda, lalu bertanya "Memang berapa hutang Bunda sama Tomi itu sih kok sampai kepikiran jual warung."

"Berapa ya, mungkin sekitar 300 juta Ra, kamu tau kan kemo itu gak murah."

"300 juta Bun ??"

Bunda mengangguk. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa warung makan Bunda sebelumnya sudah ditawar dengan harga 1,5 miliar rupiah. Jika dikurangi 300 juta hutang Tomi, Bunda masih punya banyak sisa untuk dipakai membeli lahan di tempat lainnya. Masalahnya yang selalu membuat Bunda ragu adalah pesan Ayah untuk mempertahankan warung itu meskipun Ayah sudah meninggal. Bunda berada diantara pilihan yang sulit dalam kondisi yang juga menghimpit.

"Bunda akan hubungi Pak Wawan yang makelar tanah itu," ucap Bunda berusaha meyakinkan diri. Dera mengangguk setuju.

"Jangan !" suara seorang laki - laki tua di pintu kamar mengejutkan Bunda dan Dera. Bunda yang sedang memegang hp langsung menoleh melihat laki - laki tersebut. Raut wajahnya berubah dari cerah menjadi gelap segelap bayangan malam tanpa sinar rembulan. Pekat.

"Kenapa kamu bawa orang tua itu kesini Ra ?!" bentak Bunda kepada Dera. Dera kaget bukan main mendengar suara lantang Bunda secara mendadak persis di depan telinganya. Baru saja Dera akan menjawab, laki - laki yang ternyata adalah Mbah Kulon tersebut langsung bertanya kepada Dera.

"Kamu ingat kan yang Mbah ceritakan tentang masa lalu Mbah di Sendang kemarin ?"

Masih dengan muka bingungnya Dera menatap Mbah Kulon tanpa bersuara, lalu mengangguk sangat perlahan. Sementara Bunda masih melotot marah melihat kehadiran Mbah Kulon.

"Orang di depan kamu adalah saksi hidup dari masa lalu Mbah dulu waktu Mbah dijual, Dera."

"Apa ???" kembali Dera dibuat terkejut mendengar pernyataan Mbah Kulon. Dera segera melihat Bunda dengan wajah tidak percaya. apakah Bunda yang selama ini dikenalnya adalah kriminal yang memperdagangkan anak di bawah umur. Bunda membalas tatapan Dera, lalu menggeleng.

"Kamu jangan salah paham Ra"

Tapi Dera benar - benar salah paham. Emosinya memuncak, baru saja akan menutup luka lama, dibuatnya lagi luka baru oleh Bunda. Dera mengambil tas kecilnya, lalu berlari dengan mata yang mulai berair karena akan menangis ke luar kamar meninggalkan Bunda dan Mbah Kulon. baik Bunda maupun Mbah Kulon tidak ada yang menghalangi Dera untuk pergi seakan mereka berdua memang ingin ditinggalkan, hanya berdua.

"Gimana kabarmu Dek ?"

"Jangan panggil saya Dek !" jawab Bunda sangat ketus. "Ngomong apa sampeyan ke Dera. mau cuci otak Dera ya !"

DERA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang