Kisya Kalista Putri

47 28 54
                                    

 "ARDIAN"
♡HAPPY READING♡


●                                   
                                                                                                                   
Tentang hidupnya yang kejam
Bahkan berada di keadaan seorang pun tak menerima
Mencoba bunuh diri tak asing lagi baginya
"I'm fine even though it's not the reality"



●                                                     

"Kisya!!" Suara bentakan itu terdengar meggelegar di rumah besar itu.

"Dasar anak ga tau diri, ngapain kamu ikut campur urusan orang tua kerja sana!".

Plak

Tamparan keras itu mengenai pipi mulusnya. Seketika pipinya memerah menandakan bekas tamparan itu. Ia tersungkur di lantai.

"Cari uang sana bukan nyusahin doang!!" lagi lagi bentakan terdengar.

Pria itu kembali menoleh "Dan malam ini tidak ada jatah makan untukmu".


●                                                     
Kini Kisya berkerja di sebuah cafe. Rambutnya ia kuncir kuda dan bergegas menggunakan celemek yang sudah ia siapkan.

Ia memencet bel pertanda ada pesanan yang telah selesai dibuat. "Pesanan atas nama Ardian.

Yang di panggil bergegas menerima pesanannya dan terseyum tipis seraya mengucapkan terimakasih. Siapa sih kayak kenal batinnya. Namun, ia segera menepis pikiran itu dan melanjutkan pekerjaannya kembali.


●                                                      
Matahari mulai tenggelam namun bukan berarti waktunya untuk istirahat bagi Kisya. Sekarang ia kembali bekerja di sebuah pabrik baju. Ia bukan menjadi penjahit, pendesain atau apalah yang bekerja dalam pabrik. Ia mengantarkan barang pesanan dari pearik ke tempat tujuan dengan motor vespanya.

Lelah

Itu yang ia rasakan. Ingin dia dapat segera merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya.

Bahkan jika ia pulang pekerjaannya belum tuntas ia harus membersihkan rumah mencuci baju. Benar benar dijadikan babu oleh orangtuanya sendiri. Ia tak bisa menolak. Menolak sama saja akan mendapat caci makian, tamparan, bahkan cambukan.

Menyedihkan bukan?


●                                                      
"Huh akhirnya" gumamnya pelan.

Semua tugas hari ini selesai ia kerjakan. Ya, walau ia tetap tak dapat jatah makan setidaknya ia dapat beristirahat.

Asal kalian tau Kisya bahkan sering di bully teman sekantornya. Apalagi umurnya yang masih muda ini ia tak bisa melawan. Hidupnya benar benar di atur oleh orang tuanya. Tak ada yang namanya kebebasan.

Hingga pada saat kedua orang tuanya itu cerai. Beban yang ia tanggung semakin banyak mamanya seorang perempuan yang seharusnya selalu ada selalu mendukung menjadi sosok ibu yang benar. Terlihat kejam di mata Kisya. Bagaimana tidak lihat mamanya asik dengan pacar barunya bisa jalan kemanapun makan apapun. Namun Kisya sendiri harus bekerja dan uangnya ia serahkan ke mamanya. Tak adil bukan? Terbalik. Jika biasanya orangtua bekerja keras memenuhi kebutuhan anak. Kini ia bekerja memenuhi keinginan duniawi mamanya yang bahkan sudah kaya.

Terlalu memuakkan.


●                                                       
Kriing...

Kisya segera mengambil alarm yang berbunyi itu, mematikannya dan beranjak sholat shubuh. Badannya panas ia tak enak badan. Bukan dari hari ini sudah tiga hari yang lalu, namun mamanya tak peduli dan terus memaksanya bekerja. Kini ia tak kuat lagi.

"Shhh" desisnya pelan. Kepalanya pening ia mendudukkan dirinya di pinggir ranjang.

Tak lama ketokan pintu terdengar. "Sudah jam segini bahkan kamu.."

Kali ini Kisya memotong "mama aku ga kuat". Tubuhnya mencoba sekuat tenaga untuk berdiri menahan segala rasa sakit.

"Dasar anak ga berguna!"

Plak

Baginya tamparan bukanlah hal asing. Ia hanya meringis kecil. Lelah ia berdebat. Dengan segera melangkahkan kakinya keluar dari rumah penyiksaan itu.

Kakinya terus berlari hingga berada di taman. Ia mendudukkan dirinya pelan. Pertahanan yang ia buat jebol seketika ingin rasanya ia berteriak sekencang mungkin. Tangisnya bertambah keras terus mengalir.

Sakit.

Hingga sesosok lelaki muncul tiba tiba membawanya ke dekapan hangatnya.

PSYCHOPATH ARDIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang