Action

60 29 86
                                    

"ARDIAN"
♡Happy Reading♡


●                                                                                                                
Kini Ardian sudah berangkat. Setelah memastikan Kisya tertidur ia segera membawa pisau lipat kecil dimasukkan ke dalam kantong jaketnya. Memakai topeng dan topi dari atasan sampai bawahan semua bernuansa hitam. Dengan motornya ia segera melaju menuju tempat yang ia sebut "akhir kehidupan".

"Hah" ia mendesah pelan melempar jaketnya sembarang arah. Kini di hadapannya sudah ada satu orang yang masih terikat pingsan.

Ardian terkekeh pelan "Yah ga seru masih pingsan". Ia menepuk nepuk pipi orang itu keras.

Dan tak lama orang itu bangun ia mengerjapkan matanya berkali kali meringis kesakitan. Mulutnya di bekap, sekencang kencangnya ia berteriak meminta tolong tak kan ada yang dengar.  Kondisinya juga sudah lemah.

Senyum Ardian mengembang "halo" sapanya.

Orang itu hanya menintikkan air matanya. Memberontak sekuat tenaga untuk melepaskan diri. mau apa dia batinnya.

Ardian berjongkok memegang ujung selotip yang tertempel di mulut orang itu. Menariknya kasar hingga sedikit lecet ada di sekitar mulut orang yang akan jadi mainannya malam ini.

"Mau apa kau?" Tanya orang itu ketakutan.

"Santai dong kita bermain dulu". Kali ini tak ada rencana Ardian untuk mempercepat kematian orang itu. Tidak sekarang tepatnya. Ia hanya akan melukainya sedikit menjadikannya kertas tempat menggambar dan pisau sebagai pensilnya.

Orang itu mencoba memberontak badannya gemetar keringat  dinginnya bercucuran. "Bermain apa? Kenapa saya kamu tangkap? Apa salah saya?".

Ardian memandang sejenak orang itu. Bibirnya tertarik ke atas tersenyum remeh. "Rupanya belum tau ya bahkan kamu juga telah menyiksa anakmu bukan? Aku hanya melakukan pembalasan".

"Siapa yang kamu maksud?"

Tak ada jawaban hanya teriakan histeris yang ada setelahnya. Pisau itu sudah mulai meluncurkan aksinya dibantu tangan seorang handal. Darah pekat terlihat di mana mana entah menyembur ataupun mengalir.

Ardian. Sisi gelapnya terlihat sekarang. Tak ada rasa penyesalan bahkan sedari tadi senyumnya mengembang seolah senang dengan apa yang ia lakukan bangga.

Ruangan gelap yang di dalamnya hanya berisi lemari dan kursi. Di sanalah ia meluncurkan aksinya. Teriakan teriakan kesakitan sudah biasa ia dengar baginya itu bagaikan tawa kebahagiaan seseorang. Darah yang ia lihat bagaikan air yang tak ada apa apanya. Hanya saja malam ini tak ada penghabisan. Sedikit karya batinnya.  


●                                                         
"Ck baru segitu udah pingsan lagi".

Kini Ardian selesai membuat karyanya itu. Dengan sigap ia segera membersihkan semua seolah tak terjadi apa apa barusan. Cerdik bukan?.

Korbannya itu ia pulangkan ke rumahnya. Entah apa yang akan terjadi setelahnya Ardian tak peduli tugasnya hanya menggambar saja kan.

Ia tak sebodoh itu memulangkan korban dan membiarkannya bercerita tentang yang ia alami. Tentu semua telah terencana dengan rapi dan terkendali. Sepertinya dia memang seorang sikopat yang handal.

Setelah memulangkan ia kembali ke markasnya. Membereskan yang masih tersisa dan beristirahat sebentar.

Sekarang satu orang sudah selesai.


                                                         
"Segarnya" Ardian melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi. Mengusap kepalanya yang basah dengan handuk. Setelah melakukan aksinya tadi ia pulang ke rumah dan bergegas mandi.

Kisya, gadis itu masih terlelap. Mulutnya bergumam. meracau. Entah apa yang ia mimpikan sampai seperti itu.

"Mama papa stop"

"Kisya capek"

"Sakit"

Walau pelan Ardian masih bisa mendengarnya. Perlahan ia berjalan ke arah kamar Kisya. Mendorong pintunya pelan sebisa mungkin tak membangunkan gadis itu. Di tangannya sudah ada gelas berisi air putih yang sengaja ia siapkan untuk Kisya.

Ardian mengelus pelan kepala Kisya. Berusaha memberi ketenangan. Kisya sedikit menggeliat namun ia tak lagi meracau. Ardian menaruh gelas yang tadi ia siapkan di meja dekat kasur itu.

Namun ketika ia akan meranjakkan kakinya ke luar kamar Kisya. Suara isakan gadis itu menghentikannya.

Ardian duduk di pinggiran kasur melihat Kisya yang telah berubah posisi menjadi duduk kedua tangannya menutup telinganya matanya terpejam mengeluarkan air mata.

"Kenapa?" Tanyanya pelan. Gadis itu membuka matanya melihat Ardian di depannya sedikit terkejut. Isakannya perlahan berhenti.

"Maaf ganggu istirahat kamu" ia menundukkan kepalanya dalam.

Ardian tersenyum kecil.

"Nightmare?".

Kisya mengangguk pelan. Ia berusaha tak menangis lagi.

Kenapa kamu berubah? Selama aku pergi ada apa?  Kata Ardian dalam hati.

Ardian membawa Kisya ke dekapannya mengelus pelan punggung ringkih gadis itu. Kisya menangis lagi, ia tumpahkan semua ketakutan juga rasa sakit yang di rasakan. Nyaman, itu yang ia rasakan di dekapan Ardian. Ia sudah banyak merepotkan Ardian hari ini bahkan sekarang ia menangis lagi.



Hening hanya isakan yang terdengar.

Kisya membuka suara. "Maaf hiks aku ngerepotin terus...".

"Udah diem sekarang minum dulu terus tidur ya" Ardian menyodorkan gelas pada Kisya. Kisya meminumnya pelan lalu Ardian kembali menaruhnya di meja.

Kisya membaringkan tubuhnya. Ardian duduk menemani sebentar hingga Kisya terlelap.

Sebelum benar benar memejamkan matanya Kisya berucap "makasi ya".

Ardian hanya mengangguk pelan. Setia menunggu Kisya tertidur.


●                                                     
Sebelum meninggalkan Kisya yang sudah terlelap Ardian mengelus pelan puncak kepala Kisya. Ia iba. Kenapa tak dari dulu dirinya mengajak kabur Kisya dan tinggal bersamanya. Disisi lain amarahnya bangkit. Ia dendam dengan siapa saja yang menyakiti Kisya.

Kemudian Ardian menutup pelan pintu kamar Kisya seraya menaikkan salah satu ujung bibirnya, tersenyum licik. Makin banyak mainan

PSYCHOPATH ARDIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang