Jun; I Love You but I'm Letting Go

42 2 2
                                    

.
"Benarkah begitu? Pasti itu sangat menyakitimu," Jun mendekat padamu lalu memelukmu sambil mengusap-ngusap kepalamu.

"tenang saja, sudah ada aku. Aku akan menyembuhkanmu, jangan khawatir. Percayakan hatimu padaku, akan aku buat sembuh seperti sedia kala." Jun tersenyum sambil memelukmu.

"Buat aku percaya padamu Jun, buat aku kembali percaya bahwa bahagia itu memang ada" kamu membalas pelukannya,

Seharusnya aku tidak mempercayainya,











.
"Kenapa menangis? Ada apa?"

"A-aku pasti menyakitimu, aku membuatmu menunggu. Padahal diluar sana banyak yang menginginkanmu, tapi aku disini malah menyia-nyiakanmu.." jawabmu sambil sesegukkan

Melihat itu Jun memelukmu, dan mengusap kepalamu seperti yang biasa dia lakukan ketika kamu menangis. Kamu merasakan kenyamanan ketika ia memelukmu.

"Tidak apa-apa. Aku menghargai setiap proses. Kamu pasti masih sulit untuk kembali memulai sebuah hubungan. Aku mengerti, rasa sakitmu waktu itu pasti masih terasa. Aku akan menunggumu sambil menyembuhkannya. Jangan menangis lagi ya,"

Mendengar itu kamu merasa lega dan mendongak untuk menatap Jun.

"Tunggu aku sebentar lagi ya,"

Jun tersenyum manis "iya, akan aku tunggu sampai kapanpun."



Seharusnya aku tidak mengatakan itu,












.
"Aku mencintaimu" kamu menunduk malu setelah mengungkapkan perasaanmu selama ini. Setelah melihat kesungguhannya selama ini, kamu percaya dia memang penyembuh yang dikirim tuhan untukmu. Kamu yakin pilihanmu ini yang terbaik.

Jun yang mendengar itu langsung terdiam kaget sambil menjatuhkan botol mineralnya, dia menganga tidak percaya.

"Sungguh?! Kamu menerimaku? Tidak tidak ini pasti mimpi.." Jun mulai menampar dirinya sendiri saking tidak percayanya, melihat nya seperti itu kamu tertawa sambil mencegahnya untuk tidak menampar pipinya lagi.

"Hei hei.. jangan seperti ini, kamu membuatku malu"


Seharusnya aku tidak mencintainya.












Apa yang aku harapkan dari mencintai seseorang lagi?

Kesembuhan?

Nyatanya dia hanya menggiringku kedalam luka yang lebih menyakitkan,













"Kenapa kamu berubah Jun?" Kamu membuka suara setelah sampai dihadapannya.

"Berubah bagaimana?"

"Kamu mengabaikanku, tidak membalas pesan pesanku. Setiap kali aku ingin berkunjung kerumahmu, kamu selalu melarangku. Setiap kali kuajak pergi, kamu menolakku.." lirihmu.

"Aku sibuk." Jawabnya singkat.

"Sibuk apa?"

Jun mendengus, "Kau tidak perlu tau"

"Lalu aku harus apa untuk mendapat perhatianmu lagi? Aku merindukanmu yang dulu, Jun" kamu menunduk,

"Mari kita jujur satu sama lain, aku sudah bosan denganmu. Kau terlalu baik untukku."

"M-maksudmu" tanyaku terbata-bata

"Aku bosan. Dan ingin putus denganmu." Ucapnya membuatmu terkejut.

"A-apa..?"

"Sudah, aku sudah mengatakannya. Aku ingin putus darimu." Tegasnya sekali lagi.

"Kenapa? Kamu tak bahagia denganku? Apa kurangku, katakan.." air matamu mulai mengalir

Jun hanya terdiam, lalu "aku.. aku hanya bosan denganmu. Itu saja."

Kamu mendongak menatap irisnya "Lalu mengapa waktu itu kamu berusaha sekali untuk mendapatkanku? Kenapa waktu itu bersikeras ingin menyembuhkanku? Kenapa kau.."

kamu menghela napas " ...membuatku jatuh cinta lalu membuangku begitu saja sekarang? Apa perasaanku hanyalah candaan bagimu?"

Jun terdiam mendengar penuturanmu, dia terlihat tidak nyaman penuturanmu barusan.

"Aku sudah bilang waktu itu. Jika kamu hanya sekedar singgah, jangan memberiku harapan. Jangan membuatku berharap apa-apa lagi tentang bahagia."

"Tapi apa yang kamu lakukan sekarang? Membuangku." Kamu tersenyum pedih mengingat bagaimana selama ini kamu berjuang untuk mencintainya. Mencoba mempercayainya, sekuat tenaga mencoba untuk terlepas dari masa lalu yang menyakitkan.

Namun bagaimana ini? Dia sudah tidak mencintaimu. Dia melepasmu. Haruskah kamu egois; tidak membiarkannya pergi?

Tapi mengingat dia pernah begitu sabar mencintaimu, kamu mengalah. Membiarkan dia terlepas dan mencari bahagianya sendiri. Walaupun ini menyakitkan, setidaknya kamu tidak hidup dalam kebohongan.

Kamu menghela napas, berusaha untuk menenangkan dirimu sendiri sebelum menatapnya. "Baiklah, mari kita putus."

Jun menatapmu kasihan dan mengenggam tanganmu "kau tidak apa-apa? Haruskah aku bertahan sebentar lagi?"

Kamu melepaskan tanganmu dari genggamannya "jangan begini Jun-ah, jangan membuatku menjadi egois. Lebih baik kamu menyetujuinya lalu pergi dari pada bertahan namun akhirnya kamu akan menyakitiku lagi. Jangan kasihani aku Jun."

"Kau yakin?"

"Iya, dan terima kasih untuk beberapa tahun ini. Kamu laki-laki baik Jun, kuharap kamu mendapatkan seseorang yang lebih baik dariku. Dan ingat, kapan pun kamu ingin kembali, jangan ragu. Aku masih menjadi rumah untukmu berpulang."

"Baiklah, jangan menangisi aku terlalu lama. Aku pamit." Untuk yang terakhir kalinya Jun memelukmu dan mengecup pucuk kepalamu pelan. Dia tersenyum lalu berbalik pergi dari hadapanmu.

Kau menatap kepergiannya dengan pandangan kosong. Baginya perpisahan ini mungkin adalah kebebasan, tapi bagimu ini hanyalah awal dari kehancuranmu. Meski kalian berpisah baik-baik, namun tetap saja ini menyakitkan.


















Setelah ini, apakah aku masih bisa bahagia lagi?























The worst part about being sad is that you don't even know what makes you happy anymore.

She'll be Alright; SVTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang