4. SARAPAN BERDUA

61 10 0
                                    

Hai! Jangan bosan kasih vote ya. Saya usahain update cepet kok.

🍒🍒🍒

Pagi menyingsing. Cahaya lembut mentari menelusup lewat jendela dan lubang ventilasi di kontrakan ukuran dua petak. Di mana seorang gadis masih meringkuk dalam kehangatan selimut.

Tak berselang lama dan bertepatan dengan dering jam alarm, kelopak matanya perlahan membuka. Sejenak ia tak bergerak, mengumpulkan nyawa. Sambil menguap lebar, Ulfa mengubah posisi menjadi duduk. Ia lalu merentangkan kedua tangan dengan leher ditekuk kanan dan kiri.

Usai melakukan ritual pagi, yaitu mandi dan tidak lupa skincare-an juga memakai make up tipis seperti lipstik dan bedak, Ulfa bersiap kembali bekerja. Tidak, ia akan sarapan dulu. Mengisi perut sebelum kembali menjaga counter HP yang kadang ramai kadang sepi itu.

Sambil menyampirkan tas slempang di bahu, Ulfa mengenakan flat shoes hitam, kemudian membuka pintu kontrakan.

"Pagi, Mbak!"

Ulfa hampir terlonjak saking kagetnya. Siapa juga yang tidak kaget kalau mendapati Rangga berdiri di depan pintu dan menyapa secara tiba-tiba. Untungnya Ulfa tidak punya riwayat penyakit jantung.

Ulfa kemudian mengusap dada, menetralkan perasaan.

"Kamu?" tunjuknya pada cowok jangkung di hadapannya.

"Iya Mbak. Ini gue."

Rangga berdiri di hadapan Ulfa dengan setelan seragam SMA di balik jaket jeans birunya dan mengenakan celana abu-abu. Tinggi Ulfa hanya sampai dagu Rangga membuatnya harus sedikit mendongak.

"Kok bisa di sini?" tanya Ulfa heran.

"Bisa dong. Kan ini masih di Bandung bukan di Belanda." Rangga menyunggingkan seulas senyum.

Ulfa tak peduli dan tak mengerti joke Rangga. Ia malah langsung menengok ke kiri dan kanan, takut jika penghuni kontrakan di sebelah melihat, bisa jadi gosip.

Ia lalu mendorong Rangga agar menjauh, kemudian mengunci pintu kontrakan.

Ulfa berjalan mendahului. Disusul Rangga yang tidak mengerti akan sikap gadis itu.

"Kenapa sih, Mbak?"

"Nggak usah ngikutin saya!" perintah Ulfa. Masih terus berjalan dengan tergesa-gesa.

"Lah? kenapa?"

"Udah sana pergi!" usir Ulfa.
Namun, bukannya menurut, Rangga malah terus mengikuti Ulfa menyusuri gang hingga ke pinggir jalan.

"Mbak!" Rangga terus memanggil di sepanjang perjalanan.

"Mbak, tunggu!"

Ulfa menyerah. Ia kemudian berbalik menatap Rangga, muak.

"Mau kamu apa sih? Ngikutin saya mulu!"

Sontak Ulfa tersadar. Di sekitar mereka, orang-orang menatap dengan tatapan seolah ingin tahu masalah keduanya. Kepo.

Rangga menggeleng.

"Mbak kenapa?"

Tak habis pikir, soal matematika Rangga ternyata susah juga ditaklukan. Padahal dari semalam ia memikirkan untuk menemui Ulfa di kontrakannya dengan bantuan alamat dari Eci.

"Mbak marah ya sama?"

Ulfa tak menjawab. Ia kembali berjalan menyusuri trotoar yang mulai ramai. Mencari tukang bubur langganannya.

"Gue minta maaf deh, Mbak." Rangga terus berusaha.

"Hm."

"Mbak, salah gue di mana sih?" Rangga mengacak rambutnya. Merasa frustrasi didiamkan oleh Ulfa.

AYO JADIAN, MBAK! (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang