"Aku tahu bagaimana rasanya menjadi wanita penyabar, dan seharusnya kamu juga harus tahu bagaimana rasanya menjadi lelaki yang baik."
-o0o-
Tepat di jam 20.00, penantianku sirna. Aku yang menantikan bagaimana sosok imamku, bagaimana rupa dan juga sikapnya, kini sudah terjawab. Dia lelaki itu, namanya adalah Adam Pradipta Amzar, sosok lelaki yang kutemui di cafe dan di toko kue. Bagaimana bisa dia menjadi takdirku?
Oh Allah, jika takdirmu seperti ini, lalu seperti apa pula aku akan melewatinya dengan sabar? Lelaki itu, ah aku sangat benci dengannya. Namun, apakah aku boleh membencinya saat aku sudah menjadi istri sah nya nanti?
"Kamu?" ucapku tak percaya.
Mama dan papa heran. "Kalian sudah saling kenal, nak?" tanya mama bingung.
Aku menunduk dan terdiam cukup lama, rasanya tak adil. Mengapa aku harus dijodohkan dengan lelaki sepertinya? Wallahi aku tidak ridho memiliki sosok imam sepertinya. Apa aku bisa menemukan jawaban ketika aku harus bertanya mengapa pada sang khalik?
"Mari kita mulai saja acara lamaran keluarga ini." sahut Setyo-Papa Adam.
Semua pihak keluarga menyetujuinya. Namun aku? Mungkin belum bisa. Aku masih terdiam seribu bahasa, mengapa? Mengapa harus ditakdirkan dengan lelaki sepertinya? Ya Allah, aku yakin rencanamu luar biasa indah, namun aku tak tahu bagaimana aku harus berterima kasih untuk takdir ini.
Dia sangat licik, bagaimana bisa dia tak menyadari bahwa dia akan menikahi seorang wanita yang sudah pernah ditemuinya 2 kali berturut?
"Bagaimana, Nak Naira?" tanya papa.
Deg! Aku harus apa? Menerimanya menjadi imamku atau membatalkan acara ini? Tapi, aku juga sayang dengan papa dan mama, aku tidak mau membuat mereka kecewa. Ya Allah, jika dia benar jodohku, persatukanlah dengan cara yang benar pula. Sabar kan lah hatiku untuk menerima baik atau buruk sikapnya, buatlah rasa benciku menjadi cinta kepadanya, jika benar, maka biarkan kami saling memantaskan diri untuk menjadi seorang suami dan istri yang shaleh dan shalehah.
"Bismillah, s..saya menerima lamaran kamu, Adam." jawabku.
Sebuah kalimat, yang menjadi penentu bagaimana kehidupanku selanjutnya. Kalimat yang dinanti kedua pihak keluarga disana. Mereka berhamburan mengucapkan hamdalah karena jawabanku yang membuat hati mereka lega.
"Alhamdulillah."
"Bagaimana jika 2 hari lagi, langsung nikah saja?" sahut Mama Adam.
Aku tercengang tak percaya. "Memangnya boleh ya, tante?" tanyaku sedikit takut.
"Jangan panggil tante, panggil mama aja." jawab wanita paruh baya yang sedang tersenyum dengan pertanyaanku.
"I..iya ma." jawabku terbata.
"Boleh dong, mama kan pengen segera punya cucu juga. Emang kamu gak mau cepat-cepat ngasih mama cucu?" lanjut Mama Adam.
Adam yang mendengar perkataan mamanya itu langsung menyenggol lengan mamanya pelan, lalu berbisik sesuatu yang tak bisa kudengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muhasabah Cinta
RomansaNikah muda, adalah suatu hal yang sangat dibenci oleh wanita bernama Anindya Naira Malika. Di umurnya yang sudah beranjak 19 tahun, kedua orang tuanya memaksanya menikah dengan sosok lelaki tampan dan kaya. Namun, tak hanya sampai situ, Naira juga h...