[Bukan] Cemburu

22 11 6
                                    

~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


~~~

"Mah, Aming guru privatnya Putra?"

Mamah terdiam sebentar untuk mengingat nama Aming, tak lama mengangguk dengan tangan yang menaruh nasi goreng di piring Putri.

"Kok bisa?"

"Ya bisa dong, kan Dava pindah ke Semarang, jadi Mingyu yang gantiin Dava," kata Ibu.

"Oh iya, Mingyu itu katanya temen sekolah kamu ya Kak?" tanya Papah setelah meminum kopinya.

"Iya Pah," jawab Putri agak malas mengakui Aming adalah temannya.

"Bukan Pah," ujar Putra.

Putri melirik Putra yang baru datang ke meja makan, memberi tatapan penuh peringatan agar Putra tak mencari masalah pagi-pagi.

Terlihat Papah menatap Putra dengan kening yang mengerut tak mengerti.

"Kemarin pas aku lagi mulai belajar sama Kak Aming, dia ijin pergi katanya jemput pacarnya yang ternyata gak mau pulang kalo gak Kak Mingyu yang jemput," ujar Putra dengan menekankan kata 'pacar' dan melirik Putri.

Putri melotot pada Putra yang ingin mencari masalah. Putra benar-benar penipu masyarakat, ingin rasanya dia menggaruk wajah Putra yang terlihat menyebalkan di mata Putri dengan garpu. Putra tersenyum kecil pada Putri, dan mengerling jahil.

Papah ikut menatap Putri dengan jahil dengan senyum yang mengembang diwajahnya. "Cieeee pacarnya Kakak ganteng ternyata."

"Loh Kakak pacaran sama Mingyu? Sejak kapan Kak? Kok Mamah gak tau?" tanya Mamah yang sedari menyimak pembicaraan suami dan anaknya.

"Iihhh apaan sih enggak gituuuu."

"Bohong, kemarin Kak Mingyu yang bilang sendiri, terus pas balik ke sini ternyata nganterin Kak Putri. Berarti Kak Putri pacarnya Kak Aming cieeee."

"Cieeee."

"Cieeeeeee anak Mamah udah taken."

"Cieeeeee anak Papah udah official," ucap Papah ikutan Mamah.

"Fiks males."

Putra tertawa melihat Putri dengan bibir mengerucut. Kedua orang tua mereka hanya menggelengkan kepalanya melihat anak-anak mereka sudah akan menjalin kasih.

Putri menghabiskan sarapannya dengan lumayan cepat, dia tidak mau lagi menjadi bahan ledekan keluarganya, apalagi oleh Putra. Karena Pak Slamet telah pulang dari kampungnya setelah selesai sarapan Putri pamit dan berangkat dengan di antar  sopir Mamahnya. Sedangkan Putra sendiri berangkat di antar Papah, bukan hanya Putra tak diperbolehkan memakai kendaraan pribadi, tapi sekolah dan kantor milik Papah satu arah dengan sekolah Putra.

Saat diperjalanan mobil yang Putri tumpangi berhenti di tengah jalan, sontak dia menoleh pada Pak Slamet yang terlihat sama bingungnya dengan Putri.

[Bukan] IdolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang