01.

315 58 0
                                    

Chris terdiam, menghentikan sementara kegiatannya mewarnai kanvas hidup dibawah jari-jarinya.

"Bro,"

Mino menyahut, "Yo?"

"Ini," menunjuk salah satu regio permukaan kulit Mino, "Soulmate mark lo?"

Tanda infinite berwarna hitam, berukuran sekitar 5 x 2,5 cm, terpampang di persimpangan antara bahu dan lengan atas Mino.

"Oh, iya."

"Ini mau di cover semua, kan?"

Mino mengangguk.

"Mark lo?"

"Biarin aja. Soulmate gue udah gaada."

Chris terdiam, melanjutkan pekerjaannya.

"Soulmate gue udah gaada, tapi kenapa masih ada ya, marknya?"

Chris tidak tahu.

Ia tidak tahu banyak mengenai hal ini.

Sebenarnya tahu, tapi Chris lebih memilih untuk diam, karena ia juga tahu, soulmate bagi semua orang itu berbeda.

Ia juga tahu, sekiranya mengapa dunia belum memberikannya soulmate hingga saat ini.

Chris bangun dari duduknya, "Udah, bos."

Pinggangnya sakit, terasa pegal sekali.

Tepat 3 jam 40 menit ia menyelesaikan request pembuatan full sleeve pada lengan customer studionya hari ini.

"Kapan lagi next appointment, kira-kira, Chris?"

"Tunggu kering dulu, minggu depan? Lo bisanya kapan?"

Berdiri dan membunyikan beberapa sendinya, Chris menyicil untuk membereskan alat-alat yang telah ia gunakan.

"Boleh, minggu depan ya."

Chris berdeham, diam-diam berjalan menuju kasir studio, dimana Mino secara automatis menyusul dan membayar pertemuan hari ini.

"Thank you, ya, selalu bisa diandelin emang."

Jam menunjukkan pukul 11.30 malam, saat Chris mengunci pintu studio, berjalan perlahan menikmati semilir angin dan pancaran sinar bulan purnama.

Menyumpal kedua telinganya dengan earphone, Chris menggendong ranselnya, memasukkan kedua kepalan tangannya di saku jaketnya.

Berjalan menyusuri malam ditemani oleh Panic! at The Disco.

Udara malam ini cukup dingin.

Sudah meninggalkan musim panas, mungkin?

Jalanan malam ini ramai, oleh beberapa anak-anak seumurannya yang bersanding bersama motor-motor modifikasi. Menebar pesona, berharap memancing ketertarikan lawan jenis dengan paras, status dan kepemilikan.

Chris menggeleng, kurang kerjaan banget.

Jadi teringat, masa kuliah dulu.

Sebelum beralih ke seniman tato, Chris berangan untuk menjadi ilustrator, atau animator. Entah apa yang membuat dirinya membelot dari society dan memilih melanjutkan karirnya dengan menjadi dirinya yang sekarang ini.

Bersyukur, orang-orang disekitarnya selalu mendukung apa yang ia pilih dalam hidupnya.

Sayang, tidak semua pilihan hidupnya adalah pilihan terbaik.

Mengeluarkan bungkus rokoknya, Chris teringat saat dulu ia menjadi bulan-bulanan mahasiswa di kampusnya. Karena paras dan prestasinya, tentu.

Sedikit mereka tahu, dari dulu, Chris memiliki beberapa kebiasaan jelek.

Seperti saat ini, contohnya.

Langkah kakinya menghantarkannya ke sebuah garasi, tidak jauh dari studio tato yang ia punya.

Chris senang balap liar.

Tersenyum miring, Chris mengelus permukaan kap mobil kesayangannya, hasil jerih payahnya selama ini.

Jam menunjukkan pukul 12.00 dini hari, dan Chris belum pulang.

He's gonna hit the road.

ink-finite.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang