Ponsel Yada ternyata tertinggal di mobilnya dan Rayn baru sadar setelah hampir sampai di jalan raya. Lelaki itu sebenarnya enggan, tetapi hati nuraninya menggerakan ia untuk putar balik guna mengembalikan ponsel tersebut. Rayn hanya tidak mau dituduh mencuri karena tak sengaja membawa pulang ponsel bocah aneh itu.
Tidak sulit untuk menemukan Yada karena pakaiannya berbeda dari kebanyakan mahasiswa di sini. Sweater hitam dengan aksara Jepang di bagian punggung dan celana abu khas anak SMA-nya.
Rayn membunyikan klakson ketika melihat Yada berjalan tertatih-tatih. Ia sedikit mengernyit karena cara jalan Yada, tetapi tetap berpura-pura tidak peduli. Ia segera menurunkan kaca mobil dan menyodorkan ponsel pemuda kurus itu. "Hp lo ketinggalan di sini," ujarnya singkat. Sebelum berubah sedikit terkejut karena wajah Yada begitu pucat.
"Makasih, Kak," lirih Yada. Suaranya hampir tidak terdengar.
Napas Yada tinggal satu-satu setelah mencoba mengejar mobil Rayn dari parkiran fakultas. Ia menyerah dan memutuskan untuk berjalan dengan kecepatan normal setelah di rasa tubuhnya tak mampu dipaksa berlari. Bahkan ketika sudah berhenti pun rasanya masih sesak. Seperti dihimpit beban berat. Tangan pemuda itu kini sibuk menekan dada, berharap jalan napasnya bisa kembali normal.
Wajah pucat dan dada yang naik turun begitu agresif membuat Rayn secara tidak sadar mulai simpati. Entah apa yang mendorongnya sampai keluar dari mobil dan memutuskan untuk menuntun Yada supaya duduk di kursi penumpang. Tak ada kata yang terucap dari lisan mereka. Rayn terlalu gengsi untuk sekedar menanyakan apa yang sedang terjadi, sementara Yada sudah pasrah dan merasa cukup dengan berterimakasih dalam hati.
"Uhuk! Uhuk!" Suara itu tak hanya terdengar sekali dua kali. Helaan napas yang begitu berat juga terus terdengar sejak Yada duduk di sampingnya.
Mungkin seharusnya Rayn pergi saja dan pura-pura tidak melihat tadi. Namun, hati kecil Rayn tak sejahat itu. Ia tahu kalau kondisi Yada saat ini bukanlah dibuat-buat. Yada sungguh kewalahan hanya karena lari beberapa ratus meter saja.
Baru beberapa menit mereka berjalan meninggalkan titik awal, Rayn menepikan mobil di area sepi. Menurunkan kaca mobil dan membiarkan Yada menghirup udara segar. Sementara tangannya bergerak melepas dasi serta kancing paling atas seragam Yada.
"Calm down. Take a deep breath," ujar Rayn sambil menegakkan tubuh Yada secara perlahan. Yada mengikuti instruksi Rayn sembari terbatuk-batuk kecil. Dadanya serasa dihimpit batu besar saat ini. "Tarik napas lagi. Hembuskan pelan-pelan."
"Okay, good job."
Setelah napas Yada mulai teratur, Rayn mengangsurkan sebotol air mineral. Sudah ia buka segelnya karena tahu Yada pasti tidak kuat membuka sendiri. Emosi yang semula meletup-letup kini seolah-olah sirna begitu saja. Rayn merasa sedikit bersalah karena harus membuat Yada berlarian sampai sulit bernapas seperti tadi.
"Makasih, Kak," ucap Yada. Mengulang kata yang sama dengan beberapa menit lalu. Tubuhnya lemas dan masih sedikit sesak-walau sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.
Pemuda itu sama sekali tidak mengira kalau tubuhnya akan memberikan reaksi seperti ini. Jujur saja, kalau Rayn tidak putar balik dan memberi tumpangan mungkin ia akan berakhir pingsan di pinggir jalan. Apa lagi Ares sama sekali tidak bisa diandalkan dan malah menyingkir jika banyak sosok jelek mendekat ke Yada.
"Feeling better?" tanya Rayn. "Sorry tadi gue sempet kasar dan nggak sadar kalau hp lo ketinggalan di mobil gue. Are you alright?"
"I'm alright. Maaf, Kak. Gue nggak berniat-"
"Nggak usah dibahas yang soal hantu-hantu. Gue sekarang udah nggak emosi, jangan dibikin emosi lagi."
![](https://img.wattpad.com/cover/245407361-288-k123511.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Purnama Habis
Novela JuvenilYada bukanlah seseorang dengan motivasi kuat dalam menjalani hidup. Sering kali ia berpikir untuk menyerah, tetapi beberapa hal membuat ia urung. Ia hanya berharap hari ke hari segalanya semakin membaik, tetapi seiring sang waktu berjalan, malah duk...