Gerald mengunjungi rumah Jasmine saat tengah malam. Sebab, sejak terakhir dihubungi tiga hari yang lalu tak ada kabarnya sama sekali. Dia pikir Jasmine sedang merenungi kesalahannya, tetapi yang terjadi adalah wanita itu sangat happy dan enjoy karena tidak ada pekerjaan yang mendesaknya.
Tampak jelas dari keadaan rumah yang kacau balau, berantakan. Gerald sengaja menghukumnya dengan menarik asisten pribadi maupun rumah, tetapi bukannya berubah. Rumahnya seperti kapal pecah. Sampah di mana-mana, lantai kotor, soda tumpah dibiarkan begitu saja, pakaian kotor tidak dicuci dan dibiarkan menumpuk.
Gerald menghela napas frustrasi dibuatnya. "Jasmine!"
Tersangkanya nyembul dari kamar dengan sheetmask masih melekat di wajah. Kondisi rambut seperti singa, dan piyama kusut khas orang bangun tidur. "Hm?"
"Kenapa kau tidak mengaktifkan ponselmu? Kenapa selama tiga hari kau pun mengacaukan rumahmu sendiri? Astaga!"
Jasmine berjalan ling-lung mendekati Gerald. Pria itu pun memundurkan langkah perlahan, takut-takut jika Jasmine mendekat karena piyama yang dia pakai sangat tipis dan pendek.
Tapi sial, Gerald malah terpaku dengan wajah bantal Jasmine. Terlihat sangat berantakan, lucu, dan menggemaskan. Ah, apa itu tadi?
"Kau ... kenapa hm?" tanya Jasmine sambil senyum-senyum sendiri.
Barulah Gerald menyadari, ternyata Jasmine mabuk. Masih terasa bau alkohol dari tubuhnya. "Kau mabuk."
Jasmine terkekeh, kemudian tubuhnya lunglai dan mendarat di dada bidang Gerald. Sungguh, berada sedekat ini dengan Jasmine adalah hal yang sangat dia hindari. Semua orang juga tahu seberapa molek tubuh Jasmine itu.
"Sadar dan menjauhlah!" peringat Gerald tegas.
"Aku tidak mau menjauh ... aku suka padamu, semua orang suka padaku tapi kenapa kau tidak? Hm? He-he, apa karena aku wanita penuh skandal dan kotor? Hm ... jawab," racau Jasmine sambil tangannya melingkar di pinggang Gerald.
Tangan Gerald mengepal kuat, tetapi dia tidak mengatakan apa pun. Dia hanya langsung menggendong Jasmine dan membaringkannya di ranjangnya lagi.
Namun, saat Gerald hendak keluar, Jasmine dengan cepat dan kuat menarik tangan Gerald sampai posisi mereka berakhir bertindihan.
Jasmine menatap Gerald dengan tatapan sendunya. Menelisik wajah tampan itu di tengah kesadarannya yang belum pulih. Telunjuknya bergerak di pipi pria itu, lalu ke hidung, dan berakhir menyentuh bibirnya. "Kenapa ... kenapa kau gunakan bibirmu untuk selalu berkata kasar padaku? Kau bahkan tidak pernah memuji kerja kerasku selama ini. Apa karena aku memalukan? Kalau iya katakan. Aku akan menyerah saja, aku tidak akan menjadi model lagi. Aku, sejujurnya ... lelah."
Gerald hanya bergeming. Mendengarkan segala keluh kesah Jasmine dengan saksama. "Apa aku tidak pernah membanggakanmu sama sekali? Satu kali pun? Apa kau menyesal sudah menjadi manager model penuh skandal ini?"
"Aku sudah tidak punya siapa-siapa, aku hanya sebatang kara yang kebetulan beruntung punya wajah dan tubuh yang cantik. Sampai agensi itu menarikku dan menjadikanku model mereka, itu kulakukan untuk bertahan hidup. Tapi tidak pernah satu kali pun aku mendengar pujian tulus dari seseorang."
Jasmine tiba-tiba saja menjadi emosional. Entahlah, beban di kepalanya seperti ingin dia ledakkan sekarang ini.
"Orang yang dulu mendukungku kini membenciku, itu namanya tidak tulus, kan? Aku tidak pernah berniat membuat masalah, tapi masalah yang datang padaku."
"Kau juga sama, kan? Kau jarang bicara padaku, hanya bicara seadanya. Dan tiba-tiba aku terkena masalah kau menjadi sangat cerewet memarahiku, melarangku ini dan itu. Kenapa? Yang aku percaya sekarang ini hanya kau saja. Atau aku tidak usah percaya padamu lagi?"
Jasmine sudah kehabisan kata-kata. Dia hendak menyingkir, tetapi Gerald tidak mengizinkan itu. Dia mengukung Jasmine di bawahnya dengan posesif. "Pergi sana," usir Jasmine dingin.
"Tidak mau."
Jasmine mengerutkan dahinya bingung. "Kau kenapa? Aku sudah tidak mabuk lagi. Aku mau mandi."
Tangan Gerald terulur melepaskan sheetmask di wajah Jasmine, kemudian membuangnya asal.
"Kau tuli, ya? Aku bilang pergi saja sana!"
Cup!
Mata Jasmine seketika membelalak, menyadari saat ini bibir Gerald menempel di atas bibirnya. Dia pun segera memalingkan wajahnya ke samping. Namun, Gerald menangkup pipinya agar wajah mereka tetap saling bertatapan.
"Jangan menyerah, jangan berhenti percaya padaku."
Dua kalimat itu ditambah tatapan memabukkan Gerald membuatnya terhanyut. Bahkan ketika Gerald kembali menciumnya, kini lebih dalam Jasmine memberi akses dan lama-lama menjadi ciuman yang panas.
Gerald terus melumat agresif bibir Jasmine yang sangat seksi itu. Jasmine pun menarik tengkuk Gerald agar ciuman mereka semakin menggairahkan.
Entah apa yang terjadi. Di sini sosok Gerald sebetulnya kagum, tetapi tidak mau itu terungkap menyadari bahwa hubungan mereka adalah rekan kerja. Dia tidak ingin mengubah itu agar semuanya berjalan dengan baik.
Namun, pengakuan Jasmine tadi membuatnya berpikir. Ternyata selama ini dia tidak bekerja dengan baik. Bahkan sampai menutup diri. Dia tidak tahu kapan Jasmine merasa tertekan, tidak pernah menghiburnya, atau mengobrol topik yang seru dan lucu?
Gerald tidak melakukan itu karena sibuk menutupi perasaannya sendiri. Dan, ya, semua itu runtuh hari ini.
Ciuman Gerald turun ke leher, memberi kesempatan Jasmine untuk menghirup napas sebanyak-banyaknya. Puas bermain di sana, Gerald kembali menatap Jasmine lekat. Napas mereka berdua terengah-engah, ditambah Jasmine yang masih bingung dengan perubahan sikap Gerald.
"Kau yakin? Apa yang terjadi dengan-"
Mphhh..
Tak mengizinkan Jasmine untuk berbicara, Gerald langsung kembali meraup bibir Jasmine agresif. Tangannya mulai membuka tali piyama, melorotkannya ke bawah hingga tampak bra hitam yang dikenakannya.
Akan tetapi, tiba-tiba pergerakannya terhenti. Gerald mengangkat tubuh dan menjauh. Mengusap wajahnya kasar setelah sadar apa yang sudah dia lakukan. Dia nyaris bertindak lebih jauh. Tidak, dia tidak boleh melakukan itu.
Dengan cepat Gerald bangkit dan pergi keluar. Meninggalkan Jasmine di ranjang yang sudah terangsang, tetapi ditinggalkan begitu saja.
Mulutnya menganga, kemudian mendengus sebal. "GERALD SIALAN!!"
Di mobilnya Gerald terdiam beberapa saat. Memikirkan kembali aksinya yang ceroboh tadi. Kalau sudah begitu, sama saja dengan dia membuka pintu untuk Jasmine masuk. "Argh! Bodoh!"
Pada akhirnya, memang betul pesona Jasmine tidak bisa diabaikan begitu saja. Terutama untuk Gerald yang sudah bekerja dengannya selama bertahun-tahun. Memasuki tahun ke lima agaknya membuat tembok pria itu runtuh.
Gerald merogoh saku dan menelepon asisten-asisten Jasmine agar segera kembali untuk mengurusnya. "Cepat datang. Rumahnya sekarang seperti kandang babi."
Ini udah agak lama mendep di draft. Jadi, dipublish aja siapa tau pada suka, kan😍
Selagi mencari pencerahan buat work Arjuna huhu stuck ide🥺
Doain ya, thank u✨
KAMU SEDANG MEMBACA
SCANDALOUS MODEL!
RomanceWhen she have a crush on her Manager. [SHORT STORY] Romance#5