Oh-oh, don't you worry

278 22 1
                                    

Jasmine menyaksikan Dio membuat kopi sangat fokus. Ada satu hal yang belum dia sadari sejak mereka pertama kali bertemu, yaitu ....

Dia sangat tampan saat menjadi barista. Sungguh, Jasmine tidak bohong. Caranya meracik, menyeduh, semuanya terlihat sempurna.

Jasmine gelagapan saat tertangkap basah tengah memperhatikan Dio. Pria itu terkekeh tanpa suara, membuat Jasmine semakin salah tingkah.

Ah, tunggu ... omong-omong kenapa dia harus bersikap seperti itu?

"Kenapa kau tidak bicara sama sekali?"

"Apa harus aku yang memulai?"

"Tentu saja! Kau 'kan laki-laki, dasar," sungut Jasmine diakhiri dengan cibiran.

Dio tersenyum. Entah mengapa lengkungan bibirnya begitu indah dan candu untuk dipandang. "Oke, jadi apa kegiatanmu selama hiatus?"

"Apa ya ... mabuk, merenung, dan terus diganggu Gerald."

"Kenapa kau mabuk?" tanya Dio penasaran. "Kau tidak punya teman untuk berbagi bebanmu?"

Jasmine tersenyum getir. "Memangnya ada? Meskipun aku memiliki keluarga angkat, aku tetap tidak bisa berbagi masalahku terang-terangan pada mereka."

"Mungkin kau harus punya pacar. Biasanya seseorang bisa lebih terbuka dengan pasangan mereka," saran Dio sambil menuangkan kopi panas ke gelas.

"Aku tidak mau mencintai siapa pun lagi, kau tau? Itu sangat menyebalkan. Mereka pasti akan menyebutku wanita penuh skandal, atau hanya akan memanfaatkanku saja."

Dio memberikan kopi panas yang sudah dia buat khusus untuk Jasmine. "Kalau begitu, minum saja kopiku. Kau juga bisa berbagi masalahmu denganku."

"Sekarang?" Ini Jasmine sedang mode polos atau bagaimana, ya.

"Kapan saja kau mau," balas Dio dengan senyum manisnya.

Jasmine cukup takjub. Dio sama sekali tidak pelit senyum. Rasanya energi yang dia terima dari pria itu sangat positif dan cerah. Mampu mengurangi kesuraman perasaannya saat ini.

Mengangkat gelas, lalu meniup kopi tersebut beberapa kali sebelum menyeruputnya sedikit demi sedikit. "Wah ... sangat enak!"

"Enak?"

Jasmine mengangguk polos.

Dio memasang wajah tercengang. "Orang-orang yang aku buatkan ini, akan bilang rasanya sangat pahit. Tapi kau ...."

"Pahit tapi tetap bisa dinikmati. Tidak semua rasa pahit itu buruk tau."

Dio meletakkan gelasnya kemudian mengusak kepala Jasmine gemas. Sampai tiba-tiba mereka berdua dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba datang dan mencekal tangan Dio.

"Ngapain kalian berdua?"

Jasmine mematung, memberanikan diri untuk mendongak karena dia sudah tahu siapa orang itu. Siapa lagi kalau bukan Gerald?

"Kau tidak bisa lihat? Minum kopi, menurutmu apa lagi?" jawab Jasmine sarkas.

Gerald menghempas tangan Dio dari atas kepala Jasmine. Entah mengapa hatinya panas saat melihat adegan tersebut tadi. Sangat menyebalkan dan menjijikkan di matanya.

"Mau kopi?" tawar Dio baik-baik.

"Jangan sok baik," balas Gerald tajam.

"Ya sudah."

Jasmine berdecak malas. "Kau ini, tidak bisakah bersikap sedikit ramah dan hangat dengan orang lain?"

Gerald terdiam, memandangi wajah Jasmine yang tampak sedikit berbeda. Seperti ada sinar ceria yang sudah tercipta di sana.

"Jangan coba dekat-dekat dengan artis saya." Gerald memperingatkan Dio dengan serius, lalu menarik Jasmine keluar dari rumah Dio.

Jasmine terus meronta, tetapo tidak membuahkan hasil. Cengkeraman tangan Gerald sangat kuat. Pasti akan berbekas merah setelah ini.

"KAU INI KENAPA?"

Gerald berhenti saat mereka sudah di jalan masuk melewati gerbang depan rumah. "Kau yang kenapa? Kenapa kau dekat-dekat dengan orang asing?"

"Dia sepupumu!"

"Tidak peduli. Apa kau tidak tahu, reputasimu sekarang bagaimana? Apa kau bisa jamin dia orang yang baik? Apa dia bisa membersihkan namamu yang sudah buruk, kotor?"

Mata Jasmine spontan berkaca-kaca mendengar semua penuturan Gerald yang menyakitkan. Dia sudah berusaha keras untuk tidak memikirkannya, tidak akan lagi menganggapnya sebagai hal yang buruk. Dia sudah berusaha keras untuk menerima semuanya, tetapi Gerald merusak dengan mengingatkannya dengan cara yang kasar.

"Kotor ... begitu juga aku di matamu?"

Gerald mendesah panjang, dia tidak bermaksud seperti itu tapi Jasmine tidak membiarkannya menyela. "Aku tidak pernah menyuruhmu membersihkan namaku, aku tidak pernah mengemis untuk kembali populer juga. Kau sendiri, apa kau tahu sekeras apa aku berjuang untuk bertahan? Aku berpikir kau harusnya sedikit bersyukur karena aku tidak mencoba bunuh diri."

Gerald bergeming, sungguh maksudnya tadi tidak seperti itu. Dia kelepasan bicara karena emosi saja.

"Kalau kau tidak tahu apa-apa, berhenti bersikap kau tahu segalanya. Kau sama sekali tidak tahu aku, Pak Gerald."

Gerald benci itu. Dia tidak suka dipanggil Pak, karena mereka adalah saudara, kakak-adik.

"Jangan memanggilku seperti itu."

"Loh, kenapa? Aku saja tadi tidak protes kau menyebutku kotor?"

Gerald memejamkan matanya beberapa saat, dia hendak meluruskan kesalahpahaman tapi apa daya Jasmine sudah lebih dulu kecewa dan sakit hati.

"Jangan peduli padaku. Aku tidak butuh. Jangan campuri urusanku, karena kau bukan siapa-siapa," ucap Jasmine dengan wajah sangat datar dan serius. Kemudian berjalan lebih dulu meninggalkan Gerald yang masih bergeming di tempat.

Tidak, dia lari sangat kencang. Supaya Gerald tidak bisa mengejarnya.




 Supaya Gerald tidak bisa mengejarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


TO BE CONTINUED

SEE YOU SOON!

🌹🌹🌹

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SCANDALOUS MODEL!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang