Bagian 3 Di Atas Normal

97 5 0
                                    

Berubah dimulai dari dalam ke luar.
Kita memulainya dengan memperbaiki sikap kita,
bukan dengan mengubah kondisi di luar kita.
- Bruce Lee


Hanna Dwi Bestari tidak percaya kalau pria yang tadi membuat keributan dengannya sekarang sedang memegang ponselnya yang tertinggal. Bisa-bisanya orang ini...? Eh tunggu dulu, jadi sejak siang tadi dia menunggu di sini?

Wih, mantep juga .

"Iya. Itu hapeku. Terima kasih sudah menyimpannya."

Nanto tersenyum, "sama-sama. Tapi aku harus pastikan dulu, takut kan kalau ponsel sebagus ini jatuh ke tangan yang tidak berhak."

Hanna mencibir sinis, "Maksud kamu apa?"

"Nama kamu Hanna?"

Halah. Modus.

"Iya. Nama aku Hanna. Di situ pasti sudah tertera kan, Hanna Dwi Bestari. Apalagi yang ingin kamu ketahui? Aku masih kuliah. Fakultas Ekonomi, Universitas Sarjana Utama. Mau tanya apalagi? Nomer hape? Alamat rumah?"

"Hahaha. Tidak perlu sedetail itu."

Hanna mendengus. Menunggu ponselnya diberikan, atau Jangan-jangan orang satu ini ada maunya? Ada udang di balik peyek?

"Oke... oke... berapa?"

"Maksudnya?"

"Terima kasih sudah balikin hape aku. Kamu minta imbalan berapa? Jangan banyak-banyak, aku bukan mesin ATM." Hanna membuka tas jinjingnya, mengambil dompet, dan menghitung uang yang ada di lipatan dompetnya. Ia sudah siap menarik beberapa lembar uang.

Nanto tertawa. Ia mendekati Hanna, membuka telapak tangan gadis itu dan meletakkan ponsel sang dara di sana.

"Tidak perlu. Aku tidak butuh."

Hanna menatapnya tanpa banyak bicara. Banyak kalimat terpikirkan, tapi tidak satu kata pun terucapkan. Orang ini...

Pemuda itu melangkah pergi dan melambaikan tangan tanpa membalikkan badan. ia hanya melangkah santai menuju ke arah motor Om Darno yang masih diparkir sejak siang. Sudah saatnya mengukur jalan lagi.

Hanna menarik napas. Dia agak malas berbasa-basi dengan orang asing, tapi orang ini tidak seperti yang ia perkirakan. Ia juga tidak seperti anggapan Glen – cowoknya yang di sepanjang jalan pulang tadi mengumpat dan mengucapkan nama-nama binatang yang ditujukan ke Nanto.

Sebenarnya kalau dipikir-pikir, si unik ini memang tidak seburuk yang ia perkirakan kok. Setidaknya ada tiga alasan yang membuat Hanna mengubah pendapatnya.

Pertama - siang tadi dia sudah minta maaf, meskipun kesalahan bukan sepenuhnya ada pada Nanto – dan mungkin justru dialah yang kurang berhati-hati. Kedua - pemuda ini tadi siang membersihkan lukanya tanpa diminta dengan cekatan. Tanda kalau dia sebenarnya bukan orang yang berwatak buruk. Ketiga - dia mengembalikan ponselnya yang tertinggal, bahkan hingga menunggunya datang, sampai sore pula, tanpa meminta imbalan.

Wow. Hari gini ternyata masih ada juga ya ksatria lontong di siang bolong.

"Tunggu!"

Nanto membalikkan muka dan menatap gadis jelita itu, "Ya?"

"Ka... kalau boleh aku mau minta tolong."

"Minta tolong?"

"Iya."

"Minta tolong apa?" Nanto berbalik badan dan menatap gadis yang wajahnya tiba-tiba saja memerah itu dengan curiga.

"Tolong antarkan aku pulang."

JalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang