Bagian 10 Menemaniku

148 2 0
                                    

Betapapun buruknya kehidupan,
selalu ada sesuatu yang dapat dilakukan dengan sukses.

Di mana ada kehidupan, di situ ada harapan.
- Stephen Hawking


"Maksud kamu apa?"

Ara menatap tajam ke arah Deka.

Deka menggelengkan kepala, "tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin tahu bagaimana posisiku sekarang setelah Nanto kembali ke kota. Apakah ada perubahan di hati kamu. Karena jika ya, aku tidak akan menghalangi. Jujur ada perasaan aneh saat melihat kalian berdua saling bertatapan. Aku seperti tidak ada di sana, seperti menjadi pihak ketiga, dan menjadi jurang yang memisahkan kalian. Awkward banget."

"Tsk! Berapa kali sih aku harus bilang, Mas? Berapa kali? Aku harus gimana biar kamu bisa percaya?" Ara benar-benar sewot, meski begitu ia tahu Deka sedang tidak percaya diri karena kehadiran mantannya yang juga sahabat sendiri. Sebagai kekasih, Ara harus menjadi penjaga dan penata hati Deka.

Deka menggeleng dan tersenyum, "tidak... aku hanya... ah, maaf... aku bingung, sayang. Aku harus bagaimana? Aku bingung."

Ara memeluk Deka dari samping dan mengecup pipinya. Ia ingin melakukan yang lebih tapi tentu tidak sopan di tempat publik seperti ini. Tangan Ara diletakkan di dada Deka.

"Aku yang sekarang cuma mau sama Mas Deka, untuk Mas Deka, dan kelak ingin bahagia bareng Mas Deka. Saat laki-laki lain tidak menghendaki aku, Mas Deka yang mengangkat aku dari kesedihan mendalam, Mas Deka yang membangkitkan aku untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mas percaya ya sama aku. Sudah sekarang tidak usah mikir yang aneh-aneh, oke?"

Deka menggenggam jemari Ara dan menatapnya lembut. Ia mengangguk.

Ara tersenyum. Gadis itu meletakkan jari telunjuknya yang bebas ke hidung Deka. "Malam minggu... kita jalan-jalan yuk, berdua saja."

"Hehehe, kemana? Aku kan harus bantu..."

"Mau menemaniku ke Kalipenyu?" kata Ara sambil mengalihkan wajahnya yang memerah.

Dada Deka berdegup kencang. Kalipenyu? Tempat itu kan... pemuda itu meneguk ludah... tempat itu kan populer sebagai lokasi kencan? Banyak hotel dan wisma melati bertebaran. Udara yang dingin dan lokasi yang ada di lereng gunung membuat tempat wisata itu cocok untuk bermesraan – atau lebih tepatnya, bercinta.

Sejak jalan bersama Ara, Deka memang sudah sangat sering mencium dan memegang bagian-bagian terlarang dari tubuh sang kekasih, tapi ya udah cuma gitu saja... ia belum sekalipun ia pernah melakukan itu dengan Ara. Deka sangat menyayangi dan menghormati gadisnya, jika ia tidak mau, maka ia tidak mau. Deka tidak akan memaksa. Tapi... kan sekarang Ara yang ngajakin? Apakah sekarang saatnya? Aduh, kepala atas bilang jaim dulu lah paling nggak, kepala bawah bilang ayo sekarang aja kenapa nunggu malam minggu.

"Ara..."

"Hmm?"

"Kamu yakin?"

Ara mengangguk sambil menatap Deka dengan bulat bola mata cantiknya. Pria mana yang tak akan takluk? Deka meneguk ludah.

"Ba-baiklah... malam minggu kita..."

Ding!

Terdengar bunyi notifikasi WhatsApp di hape Deka.

Bazeeeeeng! Deka menggerutu. Siapa sih tega bener kirim pesen WhatsApp pas lagi drama percintaan yang bikin deg-degan kayak sekarang? Kapan lagi coba dapet adegan begini? Sekalinya dapet, eh malah diinterupsi. Kaga pengertian banget dah. Dari siapa sih? Deka melirik layar ponselnya. Eh? Nanto? Ada apa ya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang