Bagian 4 Lihat Langkahku

85 6 1
                                    


Cara terbaik untuk memulai sesuatu adalah dengan berhenti bicara dan mulai bekerja.
- Walt Disney


Panggung jalanan digelar. Nanto di sisi kiri, melawan tiga pemuda punk di sisi kanan.

Dari ketiga pemuda punk, si gondrong nampaknya yang paling gemas dengan tingkah tengil Nanto. Ia yang pertama merangsek ke depan. Langkahnya mantap, yakin dan percaya diri. Pemuda punk itu maju sampai suatu titik di mana ia berdiri tak jauh dari si bengal. Si gondrong pun mengambil ancang-ancang, ia mendengus saat melihat senyum Nanto yang baginya sangat menghina.

Asem! Sok banget orang satu ini! Ngremehke?

Cuh!

Si gondrong melepas ludah, antara menghina dan meradang karena diremehkan si pemuda bengal. Ia mencoba memperkirakan jarak antara dirinya dan Nanto. Cukup. Dari sini ia sudah dapat melontarkan tendangan mautnya.

Si gondrong dan Nanto saling menatap tanpa melepas pandangan. Tak perlu ada ucap kata karena masing-masing tahu apa yang selanjutnya akan terjadi. Si gondrong mencibir.

Dasar tengik! Munyuk! Malah cengengesan! Tendang pisan bubar dapurmu!! Sekali tendang hancur muka busukmu!

Dalam benaknya, si gondrong tengah menyusun skenario. Ia bersiap melancarkan serangan pertama yang akan mengakhiri senyum di wajah si bengal dengan sebuah tendangan memutar. Si gondrong akan memutar tubuhnya di posisi ini, lalu bak pegas dilepas ia akan mengayunkan kakinya ke atas demi menghancurkan kepala lawan. Si tengil itu tidak akan bertahan sedetik pun jika sudah terkena tendangannya. Si gondrong sangat yakin.

Si gondrong mengamati pose stance Nanto. Ia masih berdiri saja di situ, tegap dengan kaki ditekuk setengah dan tubuh turun sedikit. Lengan kanan Nanto ditarik ke tengah badan, sementara telapak tangannya menghadap ke atas dengan posisi sekitar 30 sentimeter di depan wajah dengan jempol ditarik ke dalam.

Bah, gek pose opo kuwi. Pose apaan itu! Ini sih mudah...

Si gondrong fokus, mencari celah.

Sekarang!

Kaki kirinya maju, tubuh diputar separuh, kaki kanan ditarik ke belakang, lalu dilecutkan bagai misil.

Modyaaaaar!

Si gondrong terdiam.

Lha?

Kok kakinya tidak bergerak? Si gondrong melihat ke kaki kanannya.

Hkkkghhhh!

Kaki kiri Nanto sudah menahannya!!

Sebelum kakinya sempat naik tadi, ternyata Nanto sudah menginjak kaki kanannya dan menekan bak paku baja yang kencang, menahan, dan mengunci! Ia sama sekali tidak bisa menggerakkan kakinya!!

Bangsaaaat!

Sejak kapan si bengal itu bergerak maju? Tidak mungkin! Bukankah tadi dia masih ada di sana!? Jarak mereka kan cukup jauh?! Bukan! Yang menginjaknya pasti bukan... Si gondrong menatap ke depan.

"Baa!"

Pemuda punk itu hampir terlontar ke belakang karena kaget namun tak sanggup mundur karena kakinya dikunci si bengal. Nanto benar-benar sudah di depannya! Gila! Sejak kapan dia berada di situ!? Di jarak sedekat ini!? Tidak mungkin ia tidak melihat gerakannya!

Si gondrong buru-buru menggunakan lengan untuk melindungi diri.

Tapi terlambat. Tangan kanan si bengal sudah lebih dulu terkepal, dan tinju dari tangan yang tak sampai sedetik sebelumnya ditarik ke belakang itu pun meluncur deras menghantam mulut si gondrong.

JalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang