TPP - 02

19K 1.1K 371
                                    

Typo masih bertebaran :)

Happy reading

***

"Ki--Kia?" Panggil Devan tak percaya akan apa yang dia lihat di hadapannya saat ini. Kedua matanya berkedip cepat mencoba memastikan lagi. Tapi memang benar yang ada di hadapannya ini adalah Kiara, wanita yang 2 tahun belakangan ini dia cari.

"Ayo kita pulang sayang," dari arah samping wanita itu terlihat seorang lelaki mendekati keduanya lalu salah satu tangannya mencoba menyentuh lengan Kiara tanpa wanita itu elak.

Kiara menoleh cepat, terkejut. "Ah iya, ayo kita pulang Keano," ajak Kiara pada Keano setelah berhasil mengembalikan kesadarannya. Tak perlu di tanya, bagaimana perasaan Kiara saat ini begitu mendapati mantan suaminya berada di satu tempat bersamanya setelah 2 tahun dia mencoba menghindar bahkan bisa dikatakan menghilang. Hancur, panik, kaget marah menjadi satu.

Devan tampak mengernyitkan dahinya tak suka melihat lelaki dewasa yang kini bersama Kiara. "Hai," Devan memberanikan diri untuk menyapa lelaki itu lebih dulu.

"Hai," balas Bara sambil menatap kearah Kiara, seakan-akan bertanya 'siapa lelaki ini?'.

"Perkenalkan aku--"

"Ayo mas kita pulang, aku udah selesai belanja." potong Kiara cepat. Perasaan mulai tak enak, Kiara hanya takut Devan akan memperkenalkan dirinya pada Bara jika dia mantan suaminya. Sungguh Kiara tak ingin semua ini terjadi begitu cepat.

"Tap--"

"Ayo mas, habis ini aku ada acara sama ibu-ibu arisan di rumah. Kia nggak pengen mereka nunggu karena kita kelamaan."

Bara nampak mengangguk kecil mengiyakan. "Maaf kami pulang dulu," pamit Bara pada Devan lalu mengangkat Keano untuk dia gendong.

"Dada om," Keano mengayunkan tangannya kearah Devan sebelum pergi sambil tersenyum kecil.

Sementara Devan masih terbengong seperti orang bodoh melihat keharmonisan mereka bertiga dari tempatnya berdiri. Ditambah lagi banyak sekali pertanyaan yang terngiang di otaknya. Siapa anak kecil tadi dan siapa lelaki dewasa yang Kiara panggil Mas itu.

"Sial!" Devan menggeram tertahan, sampai beberapa orang yang melintas menatapnya terheran-heran.

***

"Keano dengerin Mama," Kiara menyentuh kedua bahu kecil Keano, menariknya lembut agar sepenuhnya anak itu melihat kearahnya.

Keano mengangguk sambil tersenyum kecil.

"Lain kali kalo ketemu orang yang nggak Keano kenal, sebaiknya Keano pergi. Nggak semua orang yang Keano temui itu baik."

"Om tadi baik kok,"

Kiara menggeleng cepat, "Belum tentu Keano."

"Benar kata mama kamu Kean, semua itu untuk kebaikan kamu juga," Bara ikut mengimbuhi begitu dia masuk kedalam mobil dan mendengar percakapan istri dan anaknya.

Keano mengangguk patuh. Meskipun umur anak itu baru 2 tahun, tapi Keano sangat mudah berinteraksi maupun berkomunikasi. Anak itu pun mudah mengerti akan apa yang kedua orang tuanya katakan padanya. Segala macam nasihat dia dengar dengan seksama tanpa membantah.

"Anak pintar," Bara gemas, mengusap kepala Keano lembut dari kursi kemudinya.

"Ya sudah ayo mas," ajak Kiara buru-buru.

"Iya sayang," balas Bara sambil menjawil dagu sang istri.

***

BRAK

BRAK

BRAK

Segala macam berkas diatas meja kerjanya di lempar ke sembarang arah. Hingga akhirnya satu benda terakhir yang masih diatas meja ikut serta.

PRANG

Gelas berisi kopi yang di terima beberapa menit lalu kini telah hancur lebur. Cairan kopi berserakan membasahi berkas-berkas penting miliknya. Devan menggeram sambil mengacak rambutnya frustasi. Kejadian di Mall masih terngiang di otaknya seperti kaset rusak. Terus berputar tanpa mau berhenti.

Hingga dia tak kuasa menahan amarahnya dan meluapkan semuanya pada benda-benda di depannya.

BRAK

Kali ini bukan Devan dalangnya, namun Jack yang tiba-tiba datang dan mendobrak pintu ruangan kerja Devan.

"Shit! Lo gila ya Dev!" Bentak Jack murka begitu mendapati berkas-berkas berserakan di atas lantai. Parahnya sebagian ada yang terkena cairan kopi. Sungguh Devan gila kali ini.

"Sial!" Jack mengumpat murka, dan berlari cepat memunguti berkas-berkas yang terkena kopi. Sementara Devan seperti orang tak berdosa berjalan kearah balkon besar di samping meja kerjanya. Mengambil sebatang rokok serta pematiknya. Berharap dengan merokok sedikit melupakan kejadian di Mall tadi.

Namun sebelum dia berhasil menyalakan pematiknya seseorang berhasil mengambil benda itu dengan cepat dan dia lempar ke luar balkon yang saat itu jendela tengah terbuka lebar.

"Sial apa-apaan lo!" Sengit Devan tak terima.

"Lo yang apa-apaan bodoh!" Sekali lagi Jack merebut sebatang rokok di tangan Devan lalu dia buang lagi.

"Lo gila atau gimana hah? Lo lihat berkas-berkas kantor lo rusak gara-gara lo brengsek!" Jack mendorong tubuh Devan hingga punggung lelaki itu menubruk tembok dengan amat keras. Devan mengernyit merasakan sakit pada punggungnya.

"Gue udah maklumin lo seharian ini, lo batalin pertemuan penting. Tapi sekarang lo makin menjadi bodoh! Lo abis lihat apa hah? Lo abis lihat rohnya Kiara iyaa!!!?" Jack kali ini jauh lebih murka dari tadi pagi. Dadanya naik turun tak karuan, kedua tangannya terkepal di samping tubuhnya sangat siap untuk menonjok atasannya yang tidak tau diri ini.

Devan tak kunjung menjawab, dia mengalihkan perhatiannya pada arah lain. Kedua matanya mulai sembab hingga akhirnya satu titik air mata jatuh dari sudut matanya.

"Kiara masih hidup, gue ketemu sama dia di Mall tadi,"  tubuh Devan mulai melemas dan akhirnya meluruh ke atas lantai sungguh dia masih tak percaya wanitanya masih hidup bahkan semakin cantik.

Tapi di sisi lain, dia tak suka saat Kiara telah menemukan penggantinya, sementara dirinya masih mengharapkan Kiara kembali padanya.

"Apa lo bilang?" Jack duduk, mensejajarkan posisinya dengan Devan yang terduduk lemas di atas lantai. Sungguh mengenaskan ditambah buliran air mata yang jatuh ke pipinya.

"Dia hidup bahagia dengan keluarga barunya,"

"Bagus," jawab Jack enteng tanpa memikirkan perasaan bosnya. Devan menatap sengit kearah Jack dengan cepat.

"Sialan!" Bentak Devan sambil menyeka air matanya cepat.

"Ingat Dev, karma itu masih berlaku. Dulu lo sia-siain Kiara demi pacar lo yang tukang selingkuh. Sekarang lo tahu sendiri kan?"

"Lo mau gue pecat hah?"

"Terserah!" Jawab Jack angkuh dan berdiri.

"Karena gue tim Kiara," imbuh Jack sebelum keluar dari ruangan Devan.



Semoga mengobati yaaa  :)

Jangan lupa komentar dan
Vote nya

.

Tim Bara mana nih

Atau masih Tim Rujuk, Devan sama Kiara?

Next part kalo vote udah tembus 450+

THE PERFECT PARTNER (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang