Chapter 4.

193 21 11
                                    

Akhirnya Sesshoumaru mendapatkan apa yang ia minta. Ternyata Jaken memang dapat diandalkan. Namanya Higurashi Kagome. Keluarganya tinggal di kuil Higurashi karena sang kakek adalah pendeta. Kagome memiliki satu adik laki-laki bernama Sota yang telah menikah dan tinggal di apartemen. Orang Tua yang tersisa hanya seorang ibu sedangkan ayahnya telah lama meninggal. Kagome memiliki sebuah usaha, ia berjualan bunga dan ramen.

"Cukup mandiri," monolog Sesshoumaru. Baiklah ia akan ke sana sebagai pengunjung, pikirnya.

Sesshoumaru menatap jam tangan mahal di lengan kiri. Ia tak sabar untuk datang ke kedai Ramen milik wanita itu. Tak bisa menunggu sampai jam istirahat ia lalu mengambil jas kemudian berjalan keluar ruangan.
Jarak kedai ramen yang ia tuju cukup jauh. Jika bukan karena wanita itu tak mungkin ia sampai ke sana.

Sesampainya di kedai ramen yang dituju ia langsung masuk ke dalam. Kedai ramen ini cukup sempit hanya dapat menampung sepuluh orang saja. Kursi berjejer rapi di depan meja panjang yang langsung menghadap ke penjual. Ia melihat tak ada wanita itu di sini. Hanya ada dua pegawai laki-laki yang bertugas membuat ramen dan melayani pengunjung.
Ingin bertanya tapi gengsi. Akhirnya ia memilih keluar. Di samping kedai terdapat toko bunga Higurashi. Ia mengerti ternyata toko bunga di samping kedai juga milik wanita itu.

Bunyi kelinting terdengar menandakan pintu terbuka. "Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?" Sapa sosok gadis yang usianya lebih muda darinya. "Maaf bisakah saya bertemu dengan Higurashi Kagome?" tanya Sesshoumaru tidak sabar. Ia sudah sangat penasaran dengan wanita itu.

"Oh nona Kagome, beliau sedang tidak ada di tempat," jawab gadis itu.

"Pergi, kemana?"

"Maaf saya tidak tau beliau tidak meninggalkan pesan," tutur gadis itu sopan.

Lagi-lagi Sesshoumaru harus menelan pil kekecewaan lantaran belum bisa bertemu dengannya. Akhirnya dengan berat hati ia pergi dari sana kembali ke kantor dengan tangan hampa.

******

Sesshoumaru membanting pintu kantor dengan keras sampai seluruh staf terkejut.

"Gawat, sepertinya mood bos sedang buruk," tutur salah satu karyawan.

"Aku harap hari ini dia tidak memanggil kita untuk menghadap. Aku tidak bisa membayangkan jika sampai tatap muka dengannya," jawab salah satu temannya.

"Iya benar. Sudah kita lanjutkan pekerjaan kita," kata salah satu dari mereka.

Sesshoumaru yang kesal sama dengan neraka untuk semua staf. Sudah dua pegawai yang ia pecat karena salah membuat laporan. Miroku sebagai sekretaris pribadinya merasa iba, namun juga takut. Kalau ia membela mereka bisa-bisa ia juga kena damprat - pemecatan. Ia kan telah menikah dan sebentar lagi memiliki anak. Mau di kasih makan apa mereka nantinya. Setelah di rasa emosi sang bos mulai mereda ia berani mendekat.

"Minumlah dulu bos, kau hari ini tampak lelah," kata Miroku seraya meletakan ocha di atas meja.

Sesshoumaru tak menjawab ia masih sibuk menandatangi berkas yang semakin lama semakin menumpuk.

"Kau sudah mengerjakan semua berkas yang kuberikan padamu hari ini?" tanya Sesshoumaru dingin.

"Kurang sedikit lagi bos," jawab Miroku harap-harap cemas. Ia takut si bos marah padanya.

"Selesaikan, aku ingin terima itu hari ini juga," tutur Sesshoumaru tegas.

"Baik bos, saya akan menyelesaikannya. Kalau begitu saya undur diri," jawab Miroku bergegas keluar ruangan.

Hari ini mood si bos benar-benar buruk. Ia sampai bergidik ngeri mendekatinya. Pikir Miroku berjalan ke mejanya.

Sesshoumaru tidak bisa berkonsentrasi. Hari ini pikirannya kalut sampai satu pesan masuk. Di bukanya ponsel bergambar apel tergigit tersebut. Ternyata sang ibu mengajaknya untuk menemaninya jalan-jalan.

Don't Touch Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang