11

9.7K 1.4K 106
                                    

Aku bangun pukul setengah empat dengan jiwa setengah sadar. Semalam, aku terpaksa lembur sampai jam tujuh untuk menuntaskan presentasi yang diminta Pak Keydan. Begitu sampai kost, aku segera membereskan seragam cadangan dan satu set baju tidur. Waktuku terbuang lama karena menimbang dalam rangka apa aku harus mengepak pakaian untuk perjalanan dinas ke Karawang. Pas tanya ke Bu Inggrid, dia hanya menyuruhku menuruti perintah bos.

Kalau nggak pernah ada masalah salah bangun tidur, aku pasti woles menjalankan perintah Pak Keydan. Sayangnya, situasiku nggak begitu.

Aku tiba di kantor pukul enam kurang sepuluh atas jasa abang ojol. Hidungku mengembang karena berhasil datang lebih awal dari waktu janjian.

Gedung kantor masih gelap dan sekuriti belum mengangkat portal masuk kendaraan. Pintu untuk pejalan kaki sudah dibuka. Aku yang nggak berteman dengan gedung gelap, meminta izin duduk di pos sekuriti. Dikasih izin? Dikasih dong. Seragam kantorku itu paling terkenal di seantero gedung. Apalagi, perusahaan kami satu-satunya yang sering membuat resepsionis kehabisan visitor pass card karena kebanyakan punya trainee dan interviewee.

Lexus biru dongker merapat ke gedung. Aku segera berdiri dan menghampiri. Jendela penumpang depan turun, menampakan Pak Keydan yang duduk di kursi pengemudi.

"Masuk," perintahnya.

Aku bergegas menarik kenop pintu. Pak Keydan berteriak dari balik pengemudi, "Kamu mau buat saya jadi sopir?"

Aku meringis. Niat hati menjaga diri, malah terperosok masalah di pagi hari karena memilih membuka pintu belakang. Aku berpindah masuk ke kursi penumpang depan. Wajahku asam akibat duduk persis di samping Pak Keydan.

"Selamat pagi, Precy," sapanya dengan suara lebih lembut dari sebelumnya.

"Pagi, Pak." Aku paling nggak suka basa-basi dalam situasi begini.

Pak Keydan memajukan badannya padaku. Sontak aku mundur hingga merapat ke sandaran kursi. Tangannya melewati badanku, lalu menarik sabuk pengaman. Dalam jarak sebegini tipis, aku bisa menghidu aromanya yang segar.

Dia memasangkan sabuk pengaman untukku. Begitu selesai, dia mengangkat wajahnya. Wajah kami terpisahkan jarak kurang dari sejengkal menyebabkan aku kepanasan.

"Jangan lupa pasang sabuk pengamannya, Precious," kata Pak Keydan.

Aku tersenyum kaku. Saat dia menjauh, organ dalamku kembali berfungsi normal. Aku merutuk dalam hati. Adegan picisan memasangkan sabuk pengaman saja sudah membuatku deg-degan. Apa kabar nasib jantungku kalau berlama-lama dengan bangcat satu ini?

"Perjalanan kita lumayan lama, kamu boleh tidur selama perjalanan."

Aku melirik Pak Keydan sangsi. Dipikir-pikir, tidur lebih baik daripada canggung sepanjang jalan. Tapi ... kalau kalian ada di posisiku, apa sanggup kalian merem di saat bos kalian nyetir mobil sendiri? Levelku itu trainer, sedikit lebih baik dari junior trainer. Sementara Pak Keydan adalah direktur yang levelnya jaoooooh, sodara-sodara sebangsa setanah air.

"Saya nggak ngantuk, Pak," tolakku sehalus mungkin.

Pak Keydan menjalankan mobilnya menuju Semanggi. Lalu lintas belum mengerikan karena banyak pengguna jalan yang belum tiba di Sudirman.

"Kemarin dipanggil Pak Bahar?" tanya Pak Keydan.

"Iya." Aku yakin kasus salah kirim chat-ku sudah sampai ke pelosok kantor. Apalagi dengan kapasitas mulut Dirgantara dan Zee yang mengalahkan bisingnya mesin isi angin.

"Kamu nggak kena sexual harassment, kan?"

Mataku spontan membesar. Aku nggak menyangka yang levelnya golongan Brahmana bisa tahu kelakuan bengis Pak Bahar tiap mendapati bawahan perempuannya salah.

"Bapak tahu?" tanyaku berhati-hati.

Pak Keydan melirikku sekejap sembari tersenyum. Kemudian balik menekuni lalu lintas di hadapannya. "Dengar desas-desus saja. Katanya, korbannya nggak pernah ada yang speak up karena takut."

"Kalau top management tahu, kenapa nggak ada yang ambil tindakan duluan? Wajarlah kalo karyawan rendahan semacam saya takut melapor. Bagus kalau laporannya diproses. Kalo nggak, habis kami dikerjai. Bapak nggak bisa tindak perilaku Pak Bahar yang sering genit?" Aku termakan emosi karena ingat muaknya aku mendengar nasihat sok manis Pak Bahar kemarin. Mau mengomeliku soal salah kirim chat saja pakai sentuh tanganku dan duduk di meja menghadapku yang duduk di hadapannya. Gila memang bos itu. Senang dia kalau memamerkan anunya yang sering menyembul di balik celana karena 'katanya' jumbo.

Amit-amit deh kalau aku ingat digituin sama om-om buncit yang senyumannya mesum.

"Apa yang dilakukan Pak Bahar ke kamu?" Suara Pak Keydan berubah berat.

###

15/02/2021

Kok suaranya berubah berat, Pak? 🙄

Kok suaranya berubah berat, Pak? 🙄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ngemol sama saya?

🐷 Jawab apa, gaess? Iya apa IYA nih enaknya?

PreciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang