Kami makan di kantin yang menyediakan makan siang untuk semua karyawan pabrik termasuk tamu. Aku girang karena ini adalah kali pertamaku makan siang gratis dari user. Trainer paling nggak mungkin bersosialisasi dengan user sampai tahap makan bersama. Yang biasa dapat benefit seperti ini adalah interviewer dan marketer.
"Makanan buat muka kamu berseri-seri sekali."
Aku terbatuk mendengar sindiran Pak Keydan. Omong-omong, dia nyindir, kan?
"Makanannya sesuai selera kamu?" Pak Keydan berbicara lagi.
"Makanan gratis biasanya sesuai selera saya, Pak." Aku pasang cengiran lebar, lalu menyuap semunjung nasi. Biar dia nggak punya kesempatan ajak aku ngobrol lagi.
Kamu tahu nggak kalau bangsat itu asalnya dari sejenis kutu yang mengganggu. Mirip sama manusia di depanku. Dengan bangcatnya dia masih saja mengajakku bicara. "Kalau saya tahu kamu mudah disenangkan sama makanan gratis, nanti malam kamu dapat makan gratis lagi."
"Kita beneran harus stay di sini sampai shift kedua selesai, Pak?" Nafsu makanku menguap sedikit.
"Dengan observasi langsung dua shift, kamu akan lebih paham kondisi mental dan fisik pekerja di sini. Saya dapat daftar menu dari HRD. Mereka concern dengan asupan pekerjanya sampai ada staf gizi yang bertugas mengawasi menu yang disajikan dari pihak katering."
Yang ada aku yang perlu diobersevasi kondisi mental dan fisiknya begitu pulang dinas. Apa masih dalam state normal atau butuh liburan?
Dia enak hanya berhadapan para staf kantor. Aku nih masuk ke area welding dan pressing. Aku kepanasan dan berbau asap.
Nggak adil, rutukku dalam hati.
"Saya masih ada meeting dengan field manager mereka setelah makan siang. Kamu lanjut observe sendiri. Nanti saya menyusul setelah selesai."
Sebelum aku sempat mengeluhkan janji manisnya yang palsu, Pak Keydan sudah mematahkan semangatku. Enak banget dia kerja di ruangan ber-AC.
"Kalo Bapak sibuk, saya bisa observasi sendiri." Mending sekalian aku saja yang observasi. Nggak usahlah ngasih janji-janji macam politisi saat musim kampanye kalau ujung-ujungnya sibuk korupsi setelah dapat kursi di pemerintahan.
Eh, aku kok julid amat?
"Nggak, nggak apa-apa. Saya meeting paling lambat sampai jam lima. Setelah itu saya susul kamu."
Aku mengangguk terpaksa dengan senyum terpaksa. Menurut pertimbanganku, observasi sendiri lebih menguntungkan karena aku nggak perlu merasa diawasi. Tapi ada sisi setanku yang mau lihat pria tampan ini mengalami panas dan berdebunya bekerja di lapangan, bukan yang di dalam kantor berpendingin ruangan.
"Saya sudah pesan kamar di dekat Teluk Jambe. Mereka terima check ini 24 jam." Pak Keydan kembali memerhatikan makanannya.
"Hotel, Pak?" Aku mendadak nggak nyaman membayangkan akan menginap bareng Pak Keydan. EH! BUKAN! Maksudnya, menginap bersama. Aduh, salah. Itu loh. Menginap di kamar masing-masing tapi sama pria ini.
Akh, ribet banget menjelaskannya.
"Ini penginapan. Atau kamu mau di hotel?"
"Hotel lebih baik, Pak." Penginapan itu nyaman dan praktis, tapi hotel jelas lebih nyaman.
"Hotel ya. Sebentar saya cari." Pak Keydan meletakan sendok dan garpu untuk kemudian sibuk mengutak-atik ponselnya.
Dahiku mengerut. Aku mengendus sesuatu yang nggak wajar di sini. Aku ikut menurunkan alat makan, memilin tangan di atas meja, dan memajukan wajahku sedikit. "Kenapa Bapak yang urus reservasi hotel? Bukannya ini urusan GA?"
Pak Keydan tersenyum. Dia menurunkan ponselnya. Menyesuaikan suaraku yang berbisik, dia menjawab, "Karena GA belum tentu memesankan kamar yang sesuai untuk kita."
"Ki-kita?" Panik menyerang. Memori bangun di tempat yang salah berkelebat di depan mata. "Ki-kita tidur masing- masing, kan, Pak?"
"Kamu mau kita tidur bagaimana?" Pak Keydan memicing curiga.
Jangan-jangan pria ini lupa sudah berbagi tempat tidur denganku. Wah! Wah! Wah! Kesempatan, sodara-sodara!
"Ya, tidur masing-masing dong, Pak. Tidurnya di kamar masing-masing, maksud saya. Kan, nggak mungkin banget kita tidur sama-sama. Mau dibilang apa nanti sama orang-orang. Bapak sudah ada istri. Terus saya ini EXO-L. Kita harus setia. Yang waktu itu mah salah. Nggak mungkin kita ulang. Kalo Bapak sudah pesan penginapan juga nggak apa-apa, asal kamarnya masing-masing."
Eh?
Kayaknya, aku ada salah ngomong. Bagian mana ya?
"Yang waktu itu salah?" Pak Keydan berbicara dalam nada yang nggak biasa. Aku menggigit daging dalam mulutku karena gemas sudah terlalu bocor.
"Nggak mungkin kita ulang?" katanya lagi, kali ini agak menggeram.
Kakiku menggigil di kolong meja. Tolong, seseorang lenyapkan aku dari sini.
"Sepertinya kamu ingat sesuatu, ya?" Tiba-tiba saja raut wajah Pak Keydan berubah manis. Dia tersenyum. Kemudian membawa nampan makannya dari meja, membiarkan aku yang kebingungan sendirian.
# # #
18/02/2021
Ada yang bisa jelasin ada apa dengan Pak Keydan?
Apa kita ganti judul aja jadi 'ADA APA DENGAN BANCAT?' gitu?
Yuk kita nginap
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious
ChickLit[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] 21+++ Tanpa blurb, dijamin baper. ( ✧Д✧) カッ!!