🔞Warning : implicit mature story.
.
.
.
Malam itu, Tavern yang biasanya ramai akan pengunjung terlihat begitu sepi. Tentu saja karena Diluc telah menutupnya. Menggantikan tugas Charles si bartender yang izin pulang lebih awal, jemari lentiknya itu bergerak untuk mengelap gelas-gelas kaca itu dengan kain lapnya.
Meski tulisan 'TUTUP' itu sudah terpampang apik di depan pintu, seseorang membukanya. Ya, Diluc memang belum mengunci pintu depan. Lewat mana dia keluar kalau dia menguncinya? Manik merahnya tak bergerak dari gelas di genggamannya, tetapi bibirnya merespons kehadiran seseorang itu.
"Kami sudah tutup."
"Ah, jahatnya~ Kau mengusir saudara manismu yang ingin menikmati segelas wine ini, hm?"
Diluc memutar matanya, masih enggan menatap si pemilik rambut biru yang sudah duduk di bar stool di depannya. Dengan sigap, ia meracik Death After Noon—wine kesukaan si 'saudara' itu dengan cepat. Gelas itu lalu didorong cukup kasar, berhenti tepat di depan empunya.
"Cepat minum dan keluarlah."
Kaeya—si lelaki yang baru saja datang—menarik senyum kecil di bibirnya. Meski kata-kata Diluc kasar, lelaki ini tetap seolah mengerti bagaimana penatnya dia melewati hari. Entahlah, bagi si Cavalry Captain banyak sekali gangguan yang muncul di hari ini.
Minuman beralkohol pekat itu disesap oleh Kaeya. Sedeguk, dua deguk, tiga deguk—Diluc sudah tak terkejut bagaimana bisa si lelaki Cyro itu menyisakan seperempat minuman di gelas tersebut dengan cepatnya. Kaeya memang suka sekali minum.
"Kau harus merubah kebiasaanmu itu."
"Hmm~?" Kaeya mengangkat alisnya, menurunkan gelasnya ke atas kambium meja.
Manik merah itu akhirnya menatap mata biru milik Kaeya, "Kebiasaan minummu. Kebiasaan minum saat kau stress. Itu tidak baik. Kau hanya lari dari masalahmu."
"Ahahaha, aku sedikit tidak menyangka akan mendapatkan masukan darimu, tuan Diluc. Aku senang sekali~"
"Aku tidak bercanda," mata merah itu menatapnya semakin tajam—membara, penuh amarah. "Sejak dulu, kau selalu memendam misi yang bagimu jalan buntu seorang diri. Kau tidak pernah membagi kesusahanmu dengan orang lain."
"Membahas masa lalu, eh?" Kaeya menyeringai. Dia ingat, bagaimana marahnya Diluc (yang kala itu masih menjadi bagian dari Knight of Favonius) ketika tahu ia menyelesaikan misi yang nyaris menyelakainya seorang diri.
"Kau banyak bicara. Sudahlah, aku tidak akan peduli padamu lagi," dengus Diluc.
Kaeya tertawa. Membagi kesusahan pada orang lain, ya... manik Kaeya bergerak ke arah Diluc. Apakah Diluc tidak pernah berkaca? Bagaimana dia bisa menjadi sosok malaikat pelindung Mondstadt tanpa nama? Mencelakai dirinya sendiri di kala orang-orang tak melihat?
"Ah~ Kau tidak perlu khawatir. Aku hanya sedang suntuk, itu saja. Dan alkohol membantu menenangkanku," ucap Kaeya sembari mengetuk-ngetuk gelas di depannya dengan jemarinya.
"... ya, tetapi itu tidak baik. Alkohol yang terlalu banyak bisa merusak tubuhmu. Kau harus mencari pelarian lainnya."
"Hm? Misalnya sex?" Sebagai seseorang pria yang telah berada di usia legalnya, Kaeya bertanya dengan entengnya—yang dihadiahi tatapan gelap dari si merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Genshin Impact Short Story
NouvellesOneshot dan Drabble Genshin Impact. ~~~~~ ⚠️ Mostly BL ❗Cover © my art.