🌼04

10 0 0
                                    

.
.
.
.
Hiruk pikuk serta sesak menjadi ciri khas tempat umum.
Berdesak-desakkan aroma minyak kayu putih menguar berasal dari penumpang lainnya.
Suara dengung disebabkan banyak nya orang yang berbicara.

Adu duduk di bangku umum sambil meletakkan dua tangan ku di pangkuan .
Ayah dan bunda tampak berbincang serius dengan Dhiwang . Sesekali Dhiwang mengangguk tersenyum seperti biasa.
Lalu di akhiri dengan ayah menepuk bahu Dhiwang dan beralih menatapku.
Ku kira ini saat nya pesawat mereka sebentar lagi akan berangkat.
Aku memeluk erat kedua punggung orangtuaku bergantian. Tidak ada tangis , aku sudah terbiasa mengantar kedua orang tuaku ke bandara saat mereka ada perjalanan bisnis.

"Cari makan yuk, ?.

"Iya nih laper , ke mcd aja .". Dhiwang mengangguk tanda setuju.
Dia tiba di rumahku pagi sekali tak heran jika sekarang kelaparan. Tadi aku mengajaknya mencari makan disekitar bandara tapi dia menolaknya.
Mungkin tidak enak dengan kedua orang tua ku.

Aku memilih menu yang akan ku santap siang ini dan menunggu Dhiwang yang sedang ke toilet.
Hari ini akhir pekan banyak keluarga dan muda-mudi yang mengisi tempat ini.
Bahkan ada yang sedang merayakan birthday party.
Mungkin anak TK yang merayakannya.
Terdengar riuh tawa dan tangisan anak kecil yang bersahutan.
Aku terus mengawasi tempat ini ditempat antrianku . Dan membawa pesanan kami ke meja yang di pilih Dhiwang.

"Habis ini mau langsung pulang atau jalan,"?

"Pulang aja , aku lagi nggak pengen kemana-mana." Tanganku aktif mulai melepas kulit ayam dan ku berikan pada manusia dihadapanku . Kalau bagi orang kulit ayam itu syurga .
Tapi tidak bagiku .
Maaf para pembaca kita tidak satu server.

Kulit ayam jagonya si Dhiwang bahkan dirumahnya ada stock satu toples besar kulit ayam kriuk, yang dipesan mamanya lewat olshop buat si Dhiwang.

"Wang, nanti kalau kita nggak satu kampus kamu harus janji buat,.......
Aku ragu meneruskan perkataanku. Bibirku terasa kelu untuk mengucapkan selanjutnya.
Aku takut jika kami tidak bersama Dhiwang akan mencoba membuka hati nya kepada perempuan lain.

Bisa saja kan?

Disana dia bertemu perempuan cantik yang selalu ada untuknya membuatnya nyaman , dan satu frekuensi sama dia. Sama-sama penyuka kulit ayam.

"Kenapa hwen, ,?
Dhiwang lantas bertanya sambil meletakan suwiran ayam diatas nasi dan melahapnya.
Setelah mulutnya kosong , dia meneguk minuman pesannanya dan menatapku dengan alis berkerut.

"Enggak jadi, lupain aja."
" Aku pernah makan ayam di wend**.
Ayam nya gosong tau Wang, nyesel aku pernah beli kesana.
Setelah itu ,aku nggak pernah makan di sana lagi.
Mengalihkan pembicaraan.

Yaa,
memang itu keahlianku jika aku tidak mau lawan bicaraku mengajaku ke topik yang tidak nyaman .

Kulihat Dhiwang menggelengakan kepalanya dan tetap melahap makannya yang masih tersisa separuh.
Mendadak rasa lapar ku hilang setelah perkataan aku sendiri.

Aku tau aku harus siap jika suatu saat nanti ada perempuan yang benar-benar kamu sukai dan sayangi sebagai wanita.

Bukan aku, bukan aku yang kamu anggap teman.

Sekarang belum saat nya Hwen , manfaatkanlah waktu mu sebelum hari itu tiba.
Meski Dhiwang itu anak yang penurut dan tipikal mami. Tapi daya tarik dan pesonanya tak bisa dielakkan.
Cara dia menatap pada lawan bicara , memperlakukan teman disekitarnya. Kepada otang tua, pokoknya calon mantu idaman lah.
Dan Dhiwang bukan tukang buat onar atau tebar pesona . Sama sekali bukan.
Ditambah sekarang dia yang glow up.
Kulit bersih dan tinggi potongan rambut rapih tak pernah neko-neko.

. . . . . .
Dhiwnag pov.

Flash back on

"Wang ini buku tugas kamu aku kembalikan, thanks ya, "
"Btw semalam aku dengar dari orang tuaku keluarga Adidaya ngadain acara pertunangan. Itu kamu Wang?.

Aku mengernyit lalu berjalan ke perpus.
Dito masih mengekor padaku yang sepertinya butuh jawaban dariku.
Aku menarik kursi dan mendudukinya.

" Iya .
Acaranya cuma sederhana, keluarga besar saja kok yang datang."

Dito menarik bibirnya menjadi sebuah lengkungan sampai memperlihatkan gigi-giginya.

"Wah selamat ya, "
"Apa tidak terlalu cepat Wang , kalian masih muda , kita saja belum lulus kalian sudah sujah sejauh itu."
Terdengar gelak tawa darinya.

Aku menghela nafas sambil membuka buku yang tergeletak diatas meja.
" Aku tau , tapi ini keputusan yang akan menguntungkan dua keluarga, semua orang bahagia mendengar kabar baik ini.
Dito kembali bersuara dan menanyakan bagaimana dengan perasaan.

"Aku belum menyukainya tapi aku menyayanginya dan aku hanya perlu untuk terus menatap ke arahnya."
" Aku tidak bisa berjanji untuk sesuatu yang tidak pasti."
"Aku tidak bisa bilang kepadanya tentang perasaanku ke padanya. Tidak untuk sekarang."
"Berhasil atau tidaknya hubungan kami, aku akan selalu ada disampingnya"
"Tidak akan pergi kemana-mana".

Dito menepuk bahuku tanda setuju.
Kemudian ikut membuka buku yang dari tadi berada diatas meja di antara kami berdua.

Flash back off

Ingatanku buyar ke percakapan tahun lalu saat aku dan Hween baru saja bertunangan.
Kami masih sangat muda , belum bisa menyimpulkan perasaan apa ini.
Toh , waktu kami masih sangat panjang.
Dan Hween masih setia menunggu perasaan ku berbalik kepadannya.

Aku menatap cermin menampakan diriku yang memakai kemeja putih yang terkancing sempurna.
Aku mengambil jas diatas ranjang lalu keluar dan menuruni anak tangga menuju lantai bawah dan mengetuk pintu kamar tamu .

Tok tok tok.
"Hwen kita sarapan dimohil saja ya mamah sudah bawakan bekal ."
"Aku tunggu lima menit lagi".

Aku berjalan ke garasi membuka pintu mobil dan menyalakan mesin terlebih dahulu.
Aku kembali masuk untuk mengambil bekal roti oles yang mamah buatkan untuk kami berdua.
Ku lirik pintu kamar tamu sekilas, begitu pintu terbuka .
Aku sempat kaget dengan sosok yang kulihat pertama kali
Netraku memandang dari bawah lalu naik dan berhenti di wajah nya yang dipoles riasan tipis.
Lalu berdehem ,. Dan mengajaknya ke mobil.

Dia berlali kecil mencari keberadaan mamahku dan kami berpamitan.
Orang tuaku akan menyusul sebentar lagi.

. . . . . .

Suasana tampak ramai dan semua orang sibuk menggambil gambar di hari paling berharga bagi semua siswa.
Aku sudah berfoto berapa kali sampai gigi ku kering. Ya Tuhan.
Aku masih terus mengawasi pintu masuk dan sesekali menoleh ke arah Hwen dan teman-temannya acara hampir selesai .
Dan belum ada tanda-tanda kedua orang tua Hwen akan tiba.

Terakhir pesan dari mereka adalah dua jam yang lalu. Astaga
Aku mulai gelisah memandang raut wajah Hwen yang tak terbaca.

Dari jauh aku melihat papah sedang menjauh dari keramaian orang dengan handphone di telinganya.
Tak lama pandangan kami bertemu lalu papah berjalan ke arahku dengan wajah gusar dan tergesa-gesa.
Papah mematikan sambungan telepon dan berbisik kepadaku.

"Pesawat yang di tumpangi orang tua Hwen jatuh,.


"Pesawat yang di tumpangi orang tua Hwen jatuh,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

16/02/2021
15:27

TAPI BUKAN AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang