🌼06

2 0 0
                                    

.
.
.
.

Aroma petricor menguar begitu saja di indra penciumanku.
Masih nampak jejak basah di tempatku berdiri.
Aku menunggu jemputan supir kepercayaan keluarga Adidaya.
Tak jauh dariku ada genangan air nampak bersih karena tidak ada tanah yang terlihat sama jalanan beraspal.
Ku langkahkan kakiku mendekatinya kemudian berjongkok dan melihat pantulan diriku disana.
Bunda pasti sedih disana jika melihat keadaanku sekarang.
Tidak-tidak.
Aku menggelengkan kepala berulang kali dan berusaha untuk bangkit .
Aku tidak mau mengecewakan orang -orang yang menyayangiku dengan tulus di dunia ini.

Mungkin nanti malam akan membicarakan pada Tante mamah tentang rencanaku dan tekadku untuk berubah.
Okay kita mulai mengirim pesan terlebih dahulu ke Dhiwang.
Bertanya bagaimana kabarnya hari ini dan bercerita juga hariku hari ini.

Heii,
Kamu udah pulang? :)

Send

Oke berharap apa aku , pasti Dhiwang sedang sibuk . Suara klakson mobil membuyarkanku dan mengalihkan tatapanku untuk mencari sumber suara.
Hari sudah mulai gelap saat mobil yang ku tumpangi hampir tiba dirumah.
Mataku mengerjab saat mengingat kardigan rajut di meja belajar Dhiwang.
Mungkin saja itu milik teman kelompoknya yang tertinggal kan?
Atau bisa saja milik teman perempuannya yang sedang berkunjung ke apartemen nya.
Oh Tidak , otakku tidak bisa di ajak berpikir positif.

Langkah ku memelan saat melihat Tante Mamah berjalan ke arah mobil bewarna putih yang terparkir tepat disamping kanan aku berdiri.

"Hei, sudah pulang,? Tante mamah tersenyum lembut lalu memelukku.
" Langsung mandi dan makan yah,"
"Hari ini tante mamah dan om ada makan malam sama client."

"Baik tante mamah ," ucapku dengan senyum yang tulus bukan senyum palsu seperti biasa.

Tante Mamah tampak terkejut melihat reaksiku.
Bahkan sempat menutup mulutnya dengn telapak tangan.

"Tante mamah senang , kamu sudah mau tersenyum."
Aku memeluknya sekali lagi sebelum benar-benar masuk ke dalam rumah.

Genk Gong

Chacha : Hwen , kamu baik-baik saja?
Kami berdua selalu ada untukmu. ❤️

Nana : iya ,jangan pernah sungkan cerita dan minta bantuan ke kita.

Hwenning : iya, aku baik-baik saja . :)

Chacha : ♥️♥️❤️❤️❤️

Nana : ❤️♥️♥️❤️❤️❤️♥️❤️❤️❤️❤️ aku lebih banyak love nya buat hwenning.

Chacha : >_<

Hwenning : ♥️ sayang kalian maachi :)

Tanganku bergulir ke room chat grup yang berisi kami bertiga.
Astaga aku sampai lupa mengabari mereka dan sering mengabaikan obrolan di grup.

Aku mengetikan sesuatu di grup tersebut dan belum ada balasan .
Mereka pasti memiliki kesibukan masing-masing.
Sekarang aku tinggal sementara di rumah kelurga Dhiwang . Karena aku tidak mengerti apa-apa tentang bisnis ayah.
Yang aku tau perusahaan di ambil alih sementara oleh Adidaya Group.
Dan Tante Mamah juga bersikeras menyuruhku pindah ke rumah ini.
Dan menjual rumah ku yang dulu.
Aku menolak awalnya.
Karena rumah itu satu-satunya benda mati yang menghubungkan aku dengan ayah & bunda .
Tante Mamah takut aku terus berlarut dalam kesedihan jika berada di sana.
Jadi sebaiknya dijual saja.

Drrt drrt
Pacar ❤️

Jantungku mencelos melihat nama yang tetera di layar gawai ku.
Aku berusaha menormalkan jantungku agar tidak sakit . Jujur saking cepatnya berdetak aku merasakan nyeri di bagian atas dada kiriku.
Astaga.

Aku masih tak percaya Dhiwang menelponku duluan .
Biasanya aku yang memulai di hubungan kami.

Takut jika panggilannya akan berhenti aku lantas mengangkat panggilan Dhiwang.

Hallo,
Sudah makan malam?

"Aku sudah makan malam , kamu dimana, udah makan malem belum?

Terdengar suara bising diseberang sana ku tebak Dhiwang sedang diluar.
Dengan santai aku berjalan ke arah ranjang dan menyandarkan punggungku sandaran tempat tidur.

"Sudah, sekarang aku sedang diluar .
"Setelah ini langsung tidur ".
"Sleep tight anak ayam "

Dadaku membuncah , penuh sesak dengan harapan baru.
Malam ini adalah awal baru bagiku.
Yah, meskipun progres nya belum terlalu kecil.
Tidak apa-apa.
Aku akan menunggu Dhiwang untuk menerima kehadiran ku dan perasaanku.
Setelah telponnya terputus , aku beranjak untuk mematikan saklar dan menggantinya dengan lampu tamaram dan segera tidur.
.
.
.
.
Mataku terbangun dengan keringat dingin yang mengucur di sekitar dahi dan leherku.
Ya Tuhan aku bermimpi sangat menyeramkan.
Sampai aku tidak mau mengingat mimpi itu dan memilih melangkahkan kaki jenjangku kearah dapur.
Rumah tampak sepi, hanya lampu tamaram yang menyala di meja dapur.
Netraku mencari keberadaan jam dinding yang berada di ruang keluarga.
Waktu menunjuk pukul dua dini hari.
Aku sudah membayangkan nikmaatnya cokelat panas sambil mendengarkan lagu acoustic apa saja di playlist.
Saat aku berbelok dan akan ke dapur .
Aku melihat Tante Mamah sedang memasukan makanan ke dalam kulkas.
Mungkin sewaktu pulang tante mamah membawa makanan dari luar dan lupa memasukannya ke dalam kulkas.

"Mereka cocok lho,tadi kelihatan serasi waktu duduk bersama."
. . . .
" Iya ternyata satu kelompok juga , aduh gemas ya liat mereka berdua."
. . . .
"Terima kasih sudah mencemaskan Hwen"
"Lagi pula mereka masih terlalu muda dan jalanya masih panjang ."
"Kalau hubungan mereka tidak bisa diteruskan yah , Hwenn tetap menjadi puteri ku."
"Baik, kita harus sering-sering makan malam keluarga dan ajak anak-anak juga."

Aku tak mengerti arah pembicraan Tante mamah pada lawan bicaranya di telpon. Kenapa pula membawa teman kelompok Dhiwang ke pembicaraan tadi.
Entahlah ,
Tanpa aku sadari Tante mamah sudah pergi menjauhi dapur. Tadinya aku mau menyampaikan keinginanku untuk mendaftar kuliah.
Mungkin lain waktu . Aku meneruskan langkahku yang sempat tertunda ke meja dapur. Yang mana Tante Mamah gunakan tadi , aku beranjak mengambil cangkir dari lemari .
Mengecek dalam nya apakah bersih dan mengisinya dengan air panas dispenser menggoyangkan nya sebentar lalu membuang air tersebut ke wastafel.

Setelah yakin gelas itu benar-benar bersih.
Ku tuang coklat bubuk sachet. Kemudian menyeduhnya dengan air panas.
Aromanya menyebar ke penjuru dapur.
.
.
.
.
Pagi ini kuputuskan untuk berlari sebentar mengelilingi kompleks perumahan .
Rumah di sekelilingku tampak megah dan luas . Sudah bisa ditebak yang tinghal di sini adalah para sultan dan konglomerat.
Lega nya , langkah kaki ku memelan seiring dengan nafas yang tidak beraturan.
Tak kusangka lari pagi memberi efek lega dan ringgan.
Semua beban aku tumpahkan lewat adrenalin dan keringat.

Wahh, sepertinya aku mulai menyukai olahraga.
Pandanganku menyisir jalan yang ku lewati menikmati saat-saat matahari akan terbit . Mulai dari muncul malu-malu lalu dengan percaya diri terus naik ke atas sampai menerangi jalanku dan mengundang penghuni rumah untu keluar dari persembunyiannya.
Melakukan aktifitas tentunya.

TAPI BUKAN AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang