Leher Ikan

18 1 0
                                    

"Emak sebenarnya mau ngomong apa? Jangan buat Tari penasaran!" tanya Tari dengan terus menatap manik hitam wanita paruh baya dihadapannya yang sama seperti miliknya. Di luar sana ayam tak hentinya berkokok dibarengi dengan matahari yang perlahan terbit.

Helaan napas tak hentinya dikeluarkan oleh sang ibu. Ingin bicara tapi sulit sekali rasanya, seperti tercekat. Antara takut dengan keadaan atau mengecewakan sang anak.

"Tapi dengerin omongan Emak sampai tuntas dan jangan dipotong", ucapnya dan diangguki oleh Tari.

"Emak mau terima lamarannya si IB, pokoknya kamu harus setuju!"

Tari refleks berdiri dari duduknya, menunjukkan wajah ketidakpercayaan. Apa yang ada dibenak emaknya ini?! Ingin menerima lamaran nikah IB katanya?

Helaan napas kembali terdengar dari sang ibu. Menyuruh Tari duduk tenang kembali lalu menjelaskan semuanya.

Sang ibu yang kerap disapa Ratna, sebenarnya tidak ingin terjadi. Teringat olehnya saat seorang bujang datang ingin melamarnya yang sudah lama menjanda. Menikah dengan IB aka Iwan Botak bukanlah pilihan yang diinginkannya.

"Kamu jangan potong ucapan Emak! Dengerin Emak, kalau kamu gak nikah berarti Emak aja yang menikah. Kita gak boleh bergantung sama Om kamu terus walaupun dia gak keberatan, tapi kamu liat kan kalau istrinya sering judes sama kita? Emak merasa gak enak sama mereka. Jahitan Emak juga sepi pelanggan dan juga kalau Emak menikah otomatis kita ada yang nafkahin. Si Iwan walaupun botak kinclong tapi dia itu juragan loh, hidup kita mungkin gak susah lagi", jelas Ratna dengan raut serius.

Tari tercengang beberapa saat, emaknya rela nikah demi kelangsungan hidup mereka, kini Tari benar-benar merasa tidak berguna. Dipeluknya sang ibu erat.

"Please Mak! Jangan nikah ya!", ucapnya masih menenggelamkan wajah di ketek emaknya.

"Tari akan dapat kerja secepatnya, Emak do'ain Tari aja. Jangan nikah please", sambungnya.

Ratna hanya tersenyum tipis, membalas memeluk Tari. Ia sangat percaya pada anak semata wayangnya.

Teringat akan sesuatu, Tari segera melepas pelukannya dan merogoh kantong celananya dengan sumringah.

"Ini ada sedikit uang untuk hari ini, Emak gunain ini aja dulu", uang itu ia sodorkan ke wanita dihadapannya.

Ratna memandang anaknya dan uang itu bergantian dengan bingung. Ia menampilkan ekspresi seakan berkata 'kamu dapat uang darimana?'

"Ini uang halal Mak, gak usah khawatir. Kepin yang kasih kemarin", jawab Tari seolah-olah tau isi pikiran emaknya.

"Berapa kali Emak harus bilang ke kamu, jangan ngutang di Kepin lagi! Apalagi kalau Emaknya tau kita bisa kena marah, Nak! Uangnya dikembalikan lagi ya", ucap Ratna tegas namun tetap tersenyum sambil mendorong kembali uang tersebut.

"Bukan, Mak! Tari gak ngutang sama Kepin. Dia sendiri yang ngasih uangnya ke Tari dalam rangka syukuran atas keberhasilan dia jualan ikan selama satu semester. Dia juga nitip salam ke Emak kok. Terima uang ini ya Mak, please", tampak keseriusan di wajah Tari ketika menjelaskan. Diletakkannya kembali uang senilai tiga ratus ribu tersebut di tangan sang emak.

Uang itu berpindah tangan ke Ratna. Dibalasnya senyum tipis sang anak lalu kembali memandang uang ditangannya. Kepin, anak itu lagi-lagi berusaha menolong mereka sesuai janjinya. Ratna tahu betul kalau uang itu diberikan oleh Kepin bukan karena syukuran, tapi karena niatan meringankan perekonomiannya dan Tari. Hanya saja Tari selalu salah mengartikan hal tersebut dan menganggap bahwa Kepin lebih bego darinya.

"Mumpung masih pagi buta, kamu aja yang ke pasar beli bahan makanan. Emak mau nyelesaiin jahitan dulu. Kamu pergi bareng Alexa-"

"Nggak mau ah! Mending aku telpon Kepin aja sekalian supaya ada yang bayarin", jelasnya memotong perkataan sang ibu.

DahlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang