Tiga Kata Identik

22 2 1
                                    

Dulu, kita sering sekali berbalas surat. Entah surat elektronik, atau tulis tangan. Kamu juga sering menuliskanku sebuah puisi. Dua buah, atau bahkan lebih. Dan begitupun aku, sering menuliskanmu puisi. Kini, semuanya hanya bisa aku simpan sendiri. Walaupun puisiku sekarang lebih banyak sedih karena telah ditinggal kamu pergi.  Tidak seperti dulu, aku bisa leluasa mengirimkan kata apapun, semauku, padamu kapan saja.

Kamu tahu, tuan? Bahwa ada tiga kata identik dalam genggamanku setelah mengenal kamu, dan tentunya setelah ditinggalkan kamu

Kita, kota, dan kata

- seperti sebuah perjalanan yang seharusnya tidak bisa pisah begitu saja. Namun, sudah saatnya ada salah satu, atau bahkan dua yang aku lepas agar tidak kembali identik. Aku memutuskan meninggalkan kota ini, demi mengikhlaskan kamu. Bukan, bukan. Untuk apa aku meninggalkan kota hanya untuk lupa dari kamu? Bukankah semakin berusaha menghindar dan mencoba melupakan malah akan semakin ingat? Aku hanya mau melanjutkan mimpiku di kota lain

Setelah kota, sudah pasti kita. Aku mau melepas kita. Bukan kah kini hanya tersisa aku dan kamu, bukan kita? Kamu sudah hidup seperti biasa tanpa aku. Pun aku harus menjalani hidup seperti sebelum mengenal kamu.

Terakhir, ada kata yang tidak akan pernah aku lepas. Aku akan, terus dan tetap menulis, menyusun aksara. Namun sudah bukan kamu pemeran utamanya. Nanti akan digantikan dengan seseorang yang baru, yang membuat monokromku kembali berwarna.


Januari tahun ketiga

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ikhlas Jika Harus Tak TerbalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang