╰──> ˗ˏˋ 22 Desember: 13 tahun ˎˊ˗

328 68 4
                                    

Toji benar-benar ingin tertawa saat ini. Cerita Satoru tempo hari lalu benar adanya. Pria itu memandangi wajah Megumi yang dipenuhi luka lebam. Di usianya yang ke-13, ini adalah perkelahian pertama Megumi tepat di musim dingin, mendekati hari ulang tahunnya.

Tidak disangka ia akan menyaksikan putranya yang sedang mengalami pubertas. Waktu benar-benar cepat membuat Toji bingung harus bahagia atau sedih. Bahagia karena putranya memperlihatkan sisi berandalnya yang artinya sifatnya menurun pada anaknya atau harus sedih karena Megumi si anak manis yang cerewet perlahan sirna karena pertumbuhan. Sepertinya obrolan ayah anak di sel tahanan ini akan menjadi membosankan untuk tahun-tahun depan. Ya, Toji dapat merasakan bahwa putranya itu menjadi pendiam dan kalem, terlihat dari sorot matanya yang dingin juga keheningan yang sedari tadi menyergap. Toji seperti melihat cerminan dirinya di masa lalu.

"Kau berkelahi dengan siapa?" tanya Toji memecahkan keheningan.

"Dengan kakak kelas."

'Wow, dia benar-benar anakku.'

"Kenapa kalian berkelahi?"

"Kalau Ayah ingin menasehatiku karena menghajarnya aku–"

"Sejak kapan Ayah bilang ingin menasehatimu?"

Toji akhirnya tak bisa menahan tawanya saat melihat raut kesal dari wajah putranya. Tabiat Megumi saat ini benar-benar mirip dengannya ketika masih muda. Berikan Toji kesabaran untuk menghadapi anak yang sedang pubertas.

"Berhenti tertawa, Ayah! Aku menghajarnya karena mereka merundung salah satu teman sekelasku. Jadi, aku membelanya."

Toji pun berusaha meredam tawanya sambil mengatur napas. Jawaban Megumi yang baru saja dilontarkan menumbuhkan setitik rasa bangga dalam benak Toji. Anaknya membela kebenaran.

'Maaf Ciara, era anak baik Megumi yang didominasi oleh selmu telah berakhir. Kini era Megumi yang didominasi oleh selku akan berjaya di masa-masa pubertas ini.'

"Kau menang atau kalah?"

Dahi Megumi seketika berkerut saat mendengar pertanyaan dari sang Ayah. Entah kenapa ia familiar dengan pertanyaan itu.

"Kami dilerai sebelum bisa ditentukan pemenangnya," jawab Megumi. "Tapi, aku berhasil meninju pipi, dahi, dan perut mereka, sedangkan mereka hanya bisa memberi dua pukulan pada wajahku."

Toji seketika tepuk tangan sambil tersenyum bangga,"Bagus, kau memang benar-benar anakku."

Megumi hanya bisa mengembuskan napas pelan. Cerita ayahnya seorang mantan berandal itu sudah didengarnya puluhan kali dari mulut sang paman. Jadi, Megumi sangat memaklumi dengan respon ajaib dari Ayahnya ini.

"Megumi, Ayah tak akan menyalahkan tindakanmu yang menghajar kakak kelasmu karena merundung temanmu. Akan tetapi, untuk ke depannya jadikan baku hantam sebagai opsi paling terakhir untuk menyelesaikan masalah. Kau harus memikirkan cara yang lebih cerdas lagi untuk melawan hal yang salah di matamu. Jangan sia-siakan sel kecerdasan yang diturunkan Ibumu kepadamu, Nak," tutur Toji sambil tersenyum tipis. Megumi hanya terdiam sambil menatap Ayahnya.

"Ini pertama kalinya Ayah menyinggung soal Ibu lagi setelah sekian lama," celetuk Megumi di luar dugaan Toji. Pria itu hanya mengerjap sambil menatap wajah putranya. Bingung hendak menanggapi apa.

Jujur saja, Toji memang sengaja menghindari topik tentang sang mendiang istri jika di hadapan Megumi lantaran alasannya ditahan berkaitan dengan kakeknya. Ia tidak ingin Megumi berprasangka buruk tentang keluarga besar Ibunya.

"Bagaimana sekolahmu? Kau baru masuk SMP, kan? " tanya Toji yang kentara sekali jika ingin mengalihkan topik. Megumi yang mendengar pertanyaan ayahnya seketika paham jika sang ayah tidak ingin membahas tentang ibunya. Maka dari itu ia memutuskan untuk tidak bertanya lagi walau ia tak tahu alasan sebenarnya mengapa Ayahnya tidak ingin membahas tentang Ibu semenjak dirinya masuk penjara. Masih terlalu banyak pertanyaan, tetapi Megumi memutuskan untuk menahannya.

"Masa pengenalan lingkungan sekolah lebih menyenangkan dibanding saat SD. Ada berbagai klub, teman-teman lebih banyak terus ..."

Cerita kembali mengalir. Walau Megumi tidak seekspresif dahulu ketika bercerita, Toji tetap menyimaknya dengan baik. Ia tak ingin ketinggalan satu pun walau beberapa cerita sudah ia dengar dari sepupunya, Satoru.


Kebenaran memang belum banyak diungkap. Namun, menikmati momen jauh lebih berharga daripada itu...

♥ 23 Juli 2021

22 Desember ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang