2. Bara rokok

129 20 0
                                    

Asap abu itu mengepul, bergerak bebas, masuk dan menyerang pernapasan ku. Ini adalah malam-malam lain dimana aku duduk di samping Sunwoo yang kini sibuk merokok. Putung rokok Sunwoo jatuhkan pada sembarang tempat. Netranya menatap langit-langit kota dengan bosan.

"Sudah malam. Mau tidur?" Tanya nya memecah hening malam-malam lain yang aku habiskan bersamanya. Aku menggeleng singkat, "tidak."

"Lalu? Aku harus ke club sekarang, aku sudah menyewa sebuah ruangan untuk tidur."

"Yasudah sana pergi." Aku mengendikkan dagu singkat, toh niat ku membunuh waktu, bukan untuk menunggu Sunwoo melakukan tindakan-tindakan ajaib lain yang membuat suara dikepala ku menjadi berisik.

Sunwoo melingkarkan sebelah tangannya, menarikku mendekat dan merasakan sensasi tubuhnya yang hangat, memberikan kesan afeksi semu. "Mau tidur bersama?"

On the point, aku tertawa sengau. "Tidak. Aku ingin diam disini sepanjang malam." Karena harusnya, malam ini adalah malam tenang dimana aku tidak perlu repot-repot berjalan mengikuti langkah Sunwoo dari belakang.

Sunwoo mendengus, "kamu bisa membeku disini." Aku menggeleng, "aku tidak bisa membeku." Lingkar yang mengelilingi bahuku mengendur, Sunwoo berdiri, sedikit memiringkan wajahnya hingga beberapa helai surainya yang kelam jatuh pada dahi. "Aku anggap itu sebuah penolakan lain."

Bibir ku menarik garis samar, "sudah sana, jangan membuang waktu." Sunwoo tidak mengatakan apapun, dia melangkah menjauh tanpa suara, meninggalkan aku dalam senyap juga sekotak rokok yang isinya tersisa setengah. Aku menarik satu lalu mengeluarkan pemantik dalam saku rok.

Aku selalu penasaran kenapa rata-rata manusia suka sekali dengan lintingan nikotin itu. Padahal efeknya lebih dari sekedar batuk, melainkan kematian.

"Kamu tidak boleh merokok." Cekalan itu membelenggu lengan tangan ku. Sorot aku arahkan pada Sunwoo yang menatap ku tajam, hingga netra sehitam malam itu makin terlihat pekat.

"Kenap masih disini?" Aku bertanya dengan sorot kaku. "Bibir mu akan terasa seperti rokok untukku. Bisa-bisa aku makin kecanduan." Aku menangkup kepala Sunwoo lalu menempelkan sebentar bibir ku pada bibirnya, memastikan saja bahwa dia tidak berbohong.

Sebelah alis Sunwoo terangkat dengan tangan yang menahan tengkuk ku. Aku sendiri berusaha mundur, bau rokok benar-benar memuakkan. Seringaiannya timbul setelah kami diam dalam posisi itu selam satu menit, "kam--"

Aku menjauhkan kepala, "memastikan saja, ternyata aku benci rokok, juga perokok."

Sunwoo terkekeh, ditariknya sebatang rokok itu diantara sela jariku lalu menghidupkannya dengan pemantik milik ku yang ia rebut.

"Begitukah?"

"Tidak jadi. Aku sudah terjebak." Sunwoo menjatuhkan pemantik serta rokok yang ada di tangannya lalu mendorong ku hingga punggungku mencumbu kursi. "Seperti ini?"

"Bukan. Berhenti bersikap seperti ini." Ujarku hampa, tanpa nada.

"Tidak bisa. Aku hanya berhenti jika kamu mati." Sunwoo mendekatkan kepala, "aku benci rokok. Menjauh." Sunwoo sungguhan berhenti, padahal hidung kami sudah bersentuhan. Aku meringis saat Sunwoo ternyata berpindah sasaran untuk menggigit ujung hidung ku.

"Menggemaskan. Kalau begitu, jadi rokok ku." Aku mengerjap, tidak tertarik, sementara Sunwoo memungut dua benda yang tadi dia jatuhkan.

"Aku menemuka tikus pengganggu disekitar sini, bagaimana jika aku hukum dengan bara rokok ini?"

"Bara rokok tidak membunuh. Aku bawa pisau, mau pinjam?"

"Tidak, aku bisa membunuh hanya dengan bara rokok."

Sunwoo tidak berbohong. Dia sungguhan membunuh, dengan bara api dan beberapa pukulan.

Suara dalam kepalaku kembali berisik.

—00—

©Nalovzz

Taste Of Memories|Kim Sunwoo| ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang