"Nikah itu bukan cuman sekedar datang ke KUA, akad nikah, trus udah ... tolong perbaiki otakmu."***
"Arin, brapa kali aku bilang! Aku nggak selingkuh!"
Aku mengeraskan volume TV. Menikmati Zoro dan Sanji bertengkar jauh lebih baik daripada mendengarkan Arin dan suaminya perang mulut di kamar sebelah.
Berisik!
Sumpah serapah keluar dari masing-masing mulut mereka. Nama binatang diabsen semua, cocok mereka jadi guru di kebun binatang. Nanti biar aku daftarkan saja, biar sekalian mereka pindah kos-kosan.
"Cewek kemarin itu sapa, Bi? Apa gara-gara aku belum hamil. Iya, hah!"
Suara barang pecah semakin membuat otakku tak bisa berkonsentrasi. Lagi pula, ini tembok kenapa tipis sekali, sih? Sampai-sampai pertengkaran mereka terdengar dari kamarku.
Besok, aku mau laporan ke Ibu Kos biar kamar mereka diberi peredam suara saja.
Sumpah! Sudah seringkali mereka bertengkar seperti itu. Sudah mirip kucing dan anjing, yang satu mengeong yang satu menggonggong. Sahut-sahutan tak ada satu pun yang mau mengalah.
Nanti kalau sudah lelah, barulah si Arin datang ke kamarku. Membanting pintu kamar kosku dengan keras lalu mewek sambil memeluk boneka patrick kesayanganku. Menyisakan bekas ingusnya di sana.
Sebenarnya, sudah sejak lama aku mau pindah kos, tapi malas sama tetek-bengeknya. Malas menenteng banyak barang, dari TV, kasur, lemari, kipas angin, sampai daster bolongku.
Di kos ini, aku juga sudah merasa nyaman. Ibu kosnya baik, beliau suka memujiku cantik dan sering memberi makan gratis walau ujung-ujungnya memintaku menjadi calon mantu.
"Nduk Sekar, mau ya jadi mantu ibu?" ucap Ibu Kos nyaris tiap pagi.
Aku kadang bingung melihat tingkah Ibu Kos. Beliau terlalu semangat mempromosikan anak bungsunya yang kata Arin super tampan, setampan Oppa Cha Eun-woo, padahal masih lebih tampan Sanji-kun menurutku. Apa si Sakti itu sebegitu tak lakunya? Sampai Ibu Kos getol promosi kepadaku seperti itu.
"Sakti itu pinter masak, Nduk. Sekar ndak perlu bingung nanti kalau sudah nikah sama Sakti," ungkap beliau saat aku memasak indomie di dapur kos-kosan.
"Sekar ndak bakal makan mie terus kalau nikah sama Sakti. Sakti itu juga manis banget kalau tidur, pasti Sekar gemes kalau liat."
Aku hanya membalas ucapan Ibu Kos dengan senyuman. Iya, aku akui si Sakti itu imut, saking imutnya sampai membuatku ingin memukulnya dengan sandal.
Sakti imut.
Sakti tampan.
Sakti manis.
Sakti mapan.
Tapi, dia juga gila ....
BRAK!
Nyaris saja aku menjatuhkan mangkuk mie gara-gara tingkah gila si Arin. Sahabatku itu membanting pintu kamarku, lalu meraung-raung seperti kuntilanak di pohon mangga depan rumah dulu.
"Bintang sialan! Bintang rese! Bintang tukang selingkuh! Bintang nggak sayang lagi sama aku!"
Aku melongo melihat tingkah ajaibnya, padahal sudah berkali-kali dia bertingkah konyol seperti itu. Tapi, tetap saja aku dibuat tertegun karenanya. Bukan karena dia imut kalau nangis, Bukan! Tapi, lebih karena ketololannya dia.
Marah-marah, ngomel-ngomel, nanti tengah malam tiba-tiba balik ke kamarnya lagi. Sayang-sayangan lagi sama si Bintang.
Sebenarnya mereka ini niat menikah karena apa, sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mati Rasa(End)
RomanceBlurb Sekar tak lagi percaya cinta, sebab kata yang dulu sempat diucapkan oleh Arya, kekasihnya yang menghilang tanpa pesan, telah menorehkan luka. Terlalu banyak kehilangan yang membuat Sekar trauma, tak peduli sebesar apa pun cinta yang mencoba...