Hanya Aku

2.5K 231 30
                                    

"Jangan terlalu lama nyimpen kentut. Bisa jadi penyakit."

***

"Sekar Kinanti, bangun! Nggak malu apa sama ayam?"

Aku menutup telinga dengan bantal. Meredam suara panggilan Arin, juga suara ketukan pintu.

Tumben, kuntilanak itu bangun sepagi ini. Matahari bahkan belum sepenuhnya masuk di sela-sela jendela kamarku.

"Sekar Kinanti, ditunggun camer tuh," teriaknya lagi membuatku mendengkus kesal lalu terpaksa bangkit dari ranjang.

Pukul lima tiga puluh. Ishh, ini masih terlalu pagi. Aku bahkan baru bisa memejam pukul empat dini hari. Larut dengan bayang-bayang masa lalu yang masih saja mengusik hati.

Masih dengan mata setengah terpejam dan kesadaran yang belum sepenuhnya pulih, aku memutar kunci. Membuka pintu lantas tiba-tiba kantukku lenyap, saat melihat dua makhluk absurd cengar-cengir di depan kamar.

Mau ke mana pasangan aneh ini?

Dandanan mereka sudah serupa ABG labil yang sedang dimabuk cinta. Dua-duanya menggenakan hoodie berwarna pink yang bertuliskan Hello Baby.

Hello Baby ....

Ishh! Aku bergidik geli. Pagi-pagi sudah disuguhi pemandangan alay macam seperti ini.

"Pagi, Mblo. Aku mau honeymoon sama Ibin dulu, ya."

Arin menarik-narik hoodie yang dikenakan Ibin, panggilan spesial untuk Bintang saat Arin sedang terserang virus merah jambu. Kalau sedang marah wanita itu memanggil Ibin dengan sebutan kambing. Ck! Perlu diruqiyah sepertinya si Arin ini.

Dia tampak terlihat semringah pagi ini, mukanya bahkan memerah. Rambutnya yang masih basah dibiarkan tergerai, menguarkan aroma yang membuatku mual.

"Bukannya kamu ada jadwal kerja sekarang?"

Aku mengeryit, menatap keduanya dengan tatapan menyelidik.

"Tuker off sekalian ijin buat besok. Kak Rara baik banget sama aku ... dia kan juga pengen dapet ponakan dariku."

Arin tampak cekikikan seraya melirik centil ke arah suaminya yang menggaruk-garuk kepala.

"Dokter nyaranin kita buat honeymoon lagi, Sekar." Si Bintang menimpali sembari tersenyum malu.

Ah, sudahlah terserah mereka. Lama-lama, aku bisa sakit mata jika terus-terusan menatap wajah konyol Arin dan Bintang. Pacaran tiga tahun, nikah dua tahun, tapi tingkah masih setara bocah SMA.

"Pergi dah, bikinin aku ponakan lucu. Dah sana, aku mau bobo lagi. Kamu dah masak kan, Rin? Jadwalmu masak hari ini."

Arin tersenyum malu-malu membuat perasaanku tak nyaman. Jangan bilang dia tidak masak hari ini? Jangan bilang juga kalau dia dan Bintang sekali lagi menggadaikanku?

Duh, jantungku malah berdetak tak keruan. Terakhir mereka pergi itu, dua bulan lalu. Saat merayakan hari pernikahan yang ke-1000. Waktu itu, mereka pergi mengendarai mobil Sakti. Sengaja Bintang meminjam mobil tersebut agar Arin tak terkena debu dan angin. Masalahnya, Sakti tidak cuma-cuma meminjamkan mobil kepada mereka. Ada syarat yang harus mereka bayar, dan syaratnya itu adalah membujukku agar mau makan malam bersama laki-laki gila tersebut.

Aku mendesah, pasrah dengan keadaan. Sialan memang, dua makhluk absurd ini. Demi bisa meminjam mobil, mereka tega menggadaikanku kepada Sakti.

"Dua hari aja, Mblo. Belajarlah jadi calon istri yang baik." Arin menangkupkan kedua tangan lalu memelukku erat sembari berbisik, "Cha Eun Woo nungguin kamu di dapur."

Mati Rasa(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang